Abdillah Onim: Gaza Alami Krisis Kemanusiaan

Abdillah Onim: Gaza Alami Krisis Kemanusiaan

Warga Gaza mengalami krisis kemanusiaan.--AP - Abed Khalid

NOMORSATUKALTIM – Situasi di Gaza Palestina semakin hari semakin menakutkan. Serangan bom dari Zionis Isarel masih terus menggempur secara acak tanpa melihat waktu. Pagi, siang atau malam.

“Gaza semakin mencekam, semakin kritis. Gaza saat ini dalam situasi krisis kemanusiaan. Sampai tadi malam masih ada gempuran dari Israel,” ujar aktivis kemanusiaan asal Indonesia, Abdillah Onim. Bang Onim sapaan karibnya, menyampaikan hal itu melalui akun pribadinya. Melalui pesan WhatsApp, media ini telah meminta izin untuk mengutipnya, Selasa (24/10/2023).

Ia sudah belasan tahun menetap di Palestina. Namun, baru ini terjadi peperangan besar selama belasan tahun terakhir. “Saya 13 tahun di Gaza, beberapa kali peperangan sudah saya alami, kami masih bisa beraktivitas biasa. Tapi perang di Oktober ini, baru pertama kali perang tidak mengenal aturan. Tidak bisa kemana-mana. Bahkan PBB dan negara lain tidak berdaya menekan penjajah Israel,” ungkapnya.

Kerusakan akibat serangan Israel membuat Gaza seakan kota mati. Gedung-gedung rata dengan tanah, bahkan tim medis juga dijadikan sasaran. Bahkan, masih banyak jasad yang terkurung di bawah reruntuhan.

Puluhan tim medis dari Kemenkes Palestina dan aktivis kesehatan lain di Gaza juga meninggal dunia. Puluhan unit ambulance hancur dirudal. Saat warga Gaza mengungsi ke sekolah, mereka mengungsi ke tempat pengungsi tapi menjadi sasaran juga.

Ia mengungkap para WNI di Gaza juga kehabisan stok makanan. Selama ini warga Gaza hidup dengan roti yang sudah dibeli sejak 10 hari lalu. Air minum dari air yang sudah sudah tercemar.  

“Saat ini 97-100 persen air di Gaza tidak layak konsumsi. Tapi karena ini faktor kritis dan terbatas, mereka terpaksa meminum air yang sudah tercemar. Saya dan anak istri makan tomat dan timun yang sudah kami sediakan beberapa hari lalu,” ujarnya.

Selama beberapa hari ia mencoba keluar mencari toko makanan, tapi tidak ada. Pulangnya tangan kosong. “Sebagian besar warung dan toko sudah diratakan dari pihak penjajah Israel,” paparnya.

Menurut Bang Onim, penjajah Israel tidak lagi melihat pasien, anak-anak, wanita, dan lansia.  Penyerangan dari Zioni Israel random, acak. Semunya dibombardir.

“Masjid dibombardir, gereja, rumah sakit, semuanya disikat. Yang menjadi korban tidak hanya beragama Islam. Tapi saudara-saudara kita yang Kristen, mereka juga menjadi korban kejahatan penjajah Israel. Saat ini Gaza zona merah, Gaza zona berbahaya, Gaza zona perang, tidak ada tempat untuk berlindung bagi warga Gaza, termasuk bagi warga negara Indonesia di Gaza,” ujarnya.

Ia pun meminta doa agar diberi keselamatan dan ketabahan.

Bang Onim menjelaskan, pola penyerangan penjajah bisa berlangsung kapan saja. “24 jam bisa terjadi gempuran. Dalam 24 jam sesuka mereka melakukan pengeboman. Kita di sini tawakkal saja,” ujarnya.

Sedikitnya 4 ribu warga Gaza meninggal dunia, lebih 12 ribu orang mengalami luka. Dari korban meninggal, 1.000 di antaranya anak-anak. Lebih dari 70 persen korban wanita, lansia dan warga sipil. Yang dijadikan target zionis Israel warga sipil, tempat ibadah, rumah sakit, anak, wanita, dan lansia.

“Ini sudah menjadi kejahatan perang yang dilakukan penjajah Isarel. Belum ada satu pun negara yang berhasil menekan pihak penjajah untuk menghentikan atau mengurangi penyerangan,” ujarnya.

Dua Pilihan

Ia juga mengisahkan saat ini hanya ada dua pilihan bagi warga Gaza. Yakni, meninggal karena gempuran rudal atau meninggal karena kelaparan. Penanganan korban akibat gempuran juga seadanya. Tidak ada listrik, kekurangan obat-obatan.

“Kemenkes Gaza telah mengeluarkan statement, mereka sangat kewalahan menangani pasien. Saat ini pasien di RS Assyifa di Gaza City, tergeletak di halaman rumah sakit. Kamar jenazah juga tidak bisa menampung, jenazah juga digeletakan di pelataran. Pasien datang silih berganti, ada yang kepalanya pecah, tangannya putus, kakinya putus akibat terkena serpihan. Itu mereka tidak bisa langsung ditangani karena krisis bahan bakar,” bebernya.

Saat Perang Gaza meletup, lanjutnya, duta besar Indonesia di Mesir dan Yordania, serta Menteri Luar Negeri Retno Marsudi langsung menelepon Onim. Mereka menanyakan jumlah warga Indonesia yang menetap di Gaza, kondisi terkini, dan apa yang dibutuhkan warga Indonesia di Gaza.

Menurutnya KBRI di Kairo, Mesir, bahkan mengatakan telah menyiapkan bantuan dan tim di perbatasan Raffah untuk membantu memenuhi kebutuhan warga Indonesia yang ingin menyebrangi perbatasan itu menuju ke Mesir. Namun, pintu masih dibuka terbatas. Ia bilang, ada 10 WNI yang bermukim di Gaza.

Bang Onim mengaku telah menghubungi satu per satu warga Indonesia di Gaza untuk menanyakan kabar masing-masing dan apa yang dibutuhkan. Sejauh ini, seluruh WNI di Gaza dalam keadaan sehat.

Ia berencana akan meninggalkan Gaza menuju Mesir untuk menunggu situasi kondusif di Gaza. Saat ini warga Indonesia di Gaza menunggu tim ICRC atau Komite Palang Merah Internasional untuk membawa warga Indonesia keluar menuju perbatasan Mesir.

Terhadap fundrising yang mengumpulkan bantuan donasi dari publik, ia menyarankan agar bekerjasama dengan lembaga lokal yang tersertifikasi. Kemudian meminta untuk langsung kirim makanan, minuman dan obat. Untuk pembayaran bisa dilakukan selanjutnya.

“Kalian (lembaga donatur) bisa calling ke mereka (lembaga sosial di Gaza), eksekusi program bantuan bayarnya nanti saja. Drop saja bantuan pangan dan obat-obatan. Karena perbankan di Gaza sekarang tutup, hancur. Kordinasi dengan lembaga lokal di Gaza yang sudah berizin resmi, yang bisa dipertanggung jawabkan pada publik, pemerintah dan Allah SWT,” ujarnya.

Israel bahkan terus memperluas wilayahnya dan sekarang sudah menguasai lebih dari 80 persen wilayah. Sampai kini Israel juga terus membangun permukiman Yahudi di Tepi barat.

Sejak tahun 2006, Israel dibantu Mesir memblokir Jalur Gaza setelah Hamas memenangkan pemilu dan menguasai wilayah itu. Menurutnya perlawanan bersenjata yang dilakukan Hamas bertujuan untuk meraih kemerdekaan Palestina yang tanahnya dirampas penjajah Israel sejak 75 tahun silam.

23 Jurnalis Gugur

Di sisi lain, The Committee to Protect Journalist atau CPJ mengungkap sejauh ini sebanyak 23 jurnalis telah gugur terbunuh saat tengah melakukan peliputan peperangan Israel-Palestina.

CPJ mengingatkan agar para jurnalis tidak dijadikan target dalam serangan.

Menurut CPJ, dari 23 jurnalis yang sudah dilaporkan tewas, sebanyak 19 di antaranya jurnalis asal Palestina. Sisanya terdiri dari tiga jurnalis Israel dan satu jurnalis Lebanon. Selain itu, ada delapan jurnalis lainnya yang mengalami luka-luka.

“CPJ juga menyelidiki sejumlah laporan yang belum dapat dikonfirmasi mengenai jurnalis lain yang terbunuh, hilang, ditahan, disakiti atau diancam, dan mengenai kerusakan pada kantor media dan rumah jurnalis,” ujar CPJ, dilansir Anadolu Agency.

Koordinator CPJ Timur Tengah dan Afrika Utara, Sherif Mansour, mengatakan bahwa jurnalis itu warga sipil yang melakukan pekerjaan penting selama masa krisis. Karena itu, pihak-pihak yang bertikai tidak boleh menjadikan mereka sasaran. Apalagi tidak hanya jurnalis yang gugur, puluhan pekerja PBB di Jalur Gaza juga juga terbunuh akibat serangan Zionis Israel. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: