Contempt of Court Terus Terjadi, Apa yang Dapat Dilakukan Mahasiswa?
TUJUAN dari berdirinya sebuah negara adalah guna menciptakan kesejahteraan bagi rakyat yang ada di dalamnya. Secara konstitusi, berdasarkan rumusan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berbunyi, “Indonesia ialah negara hukum” sebagai negara hukum, negara wajib menegakkan hukum guna kesejahteraan rakyat serta untuk mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Negara memiliki tanggung jawab besar dalam terselenggaranya penegakkan hukum yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta mampu memberikan perlindungan hukum kepada seluruh rakyat Indonesia. Perlindungan Hukum yang diberikan oleh negara tidak hanya menyangkut masyarakat secara umum saja, Hakim sebagai penegak keadilan turut mendapatkan perlindungan demi menjaga marwah Hakim serta peradilan itu sendiri. Perlindungan yang dimaksud adalah perlindungan dari perbuatan merendahkan martabat dan kehormatan hakim (PMKH) atau yang turut dikenal pula sebagai contempt of court. Aksi contempt of court sering dilakukan masyarakat, Hakim yang berkewajiban sebagai pemutus perkara kerap mendapatkan perbuatan tidak menyenangkan baik dalam persidangan maupun di luar persidangan. Perbuatan tercela yang dilakukan kepada Hakim terjadi dalam berbagai kasus, mulai dari penghinaan, intimidasi, teror, hingga aksi pemukulan. Indonesia mengenal asas proses persidangan terbuka dan dibuka untuk umum, dengan adanya asas ini maka memberi peluang kepada setiap orang untuk dapat menghadiri, melihat, serta mengikuti jalannya persidangan. Kehadiran orang yang menyaksikan sidang sering menjadi polemik tersendiri dalam berjalannya sebuah persidangan, hal ini dikarenakan banyaknya masyarakat yang melakukan perbuatan atau tindakan yang tidak menghargai atau menghormati jalannya persidangan yang dapat mempengaruhi hakim dalam mengambil keputusan. Aksi PMKH sendiri tercatat dalam periode 2019 hingga April 2021, KY telah menangani 19 laporan/informasi yang dianggap merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim. Perbuatan merendahkan martabat dan kehormatan hakim dalam pengertiannya telah diatur dalam Pasal 1 Ayat (2) Peraturan Komisi Yudisial Nomor 8 Tahun 2013 tentang Advokasi Hakim yang berbunyi, “Perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim adalah perbuatan orang perseorangan, kelompok orang atau badan hukum yang mengganggu proses pengadilan, atau hakim dalam memeriksa, mengadili, memutus perkara, mengancam keamanan hakim di dalam maupun di luar persidangan, menghina hakim dan pengadilan.” PMKH yang sudah menjadi masalah klasik dalam persidangan sering menjadi buah bibir dalam masyarakat, khususnya mahasiswa hukum. Dalam beberapa kegiatan atau bahkan dalam kuliah terbuka, PMKH sering dijadikan topik pembahasan. Pengenalan PMKH kepada mahasiswa khususnya mahasiswa hukum dilakukan dengan tujuan agar terciptanya calon penegak hukum atau masyarakat yang terbuka serta sadar mengenai pentingnya menghargai jalannya peradilan. Dalam lingkungan Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, PMKH telah dibahas lebih serius dengan adanya Klinik Etik dan Advokasi. Klinik Etik dan Advokasi sendiri merupakan sebuah organisasi kemahasiswaan yang bekerjasama di bawah Komisi Yudisial sebagai lembaga negara yang memiliki tugas menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Universitas Mulawarman terpilih menjadi salah satu perguruan tinggi yang diberi kepercayaan sebagai penyelenggara kegiatan Klinik Etik dan Advokasi. Itu merupakan wadah bagi mahasiswa khususnya mahasiswa hukum untuk mengambil bagian sebagai kader dalam berbagai bentuk kegiatan seperti kajian, laboratorium, penyuluhan, dan observasi secara langsung ke pengadilan. Klinik etik dan advokasi dapat dikatakan sebagai Program Komisi Yudisial dalam menjadikan Kader sebagai pendukung advokasi Hakim. Sebagaimana tujuannya yaitu sebagai pendukung advokasi Hakim, maka materi yang diberikan kepada Kader Klinik Etik dan Advokasi bertitik berat kepada bagaimana proses peradilan yang berlaku di Indonesia, pengenalan bentuk PMKH, etika dalam persidangan, serta mengenal peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang PMKH. Dalam penyampaian materi para kader diberikan materi secara langsung oleh akademisi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman dan juga Hakim Pengadilan Negeri Samarinda didampingi oleh mentor serta fasilitator Klinik Etik dan Advokasi. Mahasiswa hukum serta kader Klinik Etik dan Advokasi sebagai calon penegak hukum juga diharapkan memahami regulasi terkait PMKH seperti Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa “Demi menjamin terciptanya suasana yang sebaik-baiknya bagi penyelenggaraan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, maka perlu pula dibuat suatu Undang-Undang yang mengatur penindakan terhadap perbuatan, tingkah laku, sikap dan/atau ucapan yang dapat merendahkan dan merongrong kewibawaan, martabat, dan kehormatan badan peradilan/contempt of court.” Adapun sanksi atau akibat hukum yang akan dikenakan kepada pelaku PMKH telah diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Peraturan KY No. 8 Tahun 2013 yang mengatakan bahwa, “Langkah hukum adalah melaporkan orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim kepada penegak hukum dan memantau proses hukum sesuai prosedur hukum yang berlaku”. Selain itu, tindakan PMKH juga dapat terancam dalam pasal 207, pasal 217 serta pasal 224 KUHP. Sebagai kader, mahasiswa juga menjadi komponen pendukung Komisi Yudisial dalam meningkatkan kepercayaan publik dengan memberikan sosialisasi mengenai PMKH dalam masyarakat. Komisi Yudisial perpendapat bahwa Kurangnya kepercayaan publik terhadap dunia peradilan menjadi salah satu pusat permasalahan timbulnya tindakan perbuatan merendahkan kehormatan hakim (PMKH). Minimnya kepercayaan publik terhadap peradilan tersebut sangat berpengaruh kepada integritas dan kewibawaan peradilan sebagai benteng terakhir untuk mendapatkan keadilan. Ada 2 cara yang dapat dilakukan mahasiswa untuk mengatasi Contempt of Court. Mahasiswa Hukum dapat memberikan edukasi serta penyuluhan hukum kepada masyarakat atau khususnya lingkungan terdekat mengenai pentingnya menjaga martabat serta marwah peradilan khususnya Hakim dan pengaruh perbuatan contempt of court yang dapat mengganggu jalannya pengadilan serta sanksi yang akan diterima oleh pelaku contempt of court. Mahasiswa khususnya mahasiswa hukum sebagai calon penegak hukum perlu turut serta menjaga martabat peradilan sebagai contoh bagi masyarakat serta perlu menunjukkan integritasnya sebagai calon penegak hukum agar dapat menjadi penegak hukum yang bersih dan berkeadilan guna menumbuhkan kepercayaan publik terhadap lingkungan peradilan. Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, maka mahasiswa perlu ambil bagian dalam penegakan keadilan dengan memupuk kepercayaan terhadap Hakim. Masyarakat secara umum juga perlu mendapatkan pengetahuan mengenai peradilan, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menjaga integritas dari peradilan serta kehormatan Hakim sebagai penegak hukum. Sebagaimana yang perlu diketahui bahwa hakim merupakan cerminan dari keadilan itu sendiri, dengan menjaga kehormatan Hakim maka marwah peradilan di Indonesia juga turut terjaga dan turut menentukan kualitas Lembaga peradilan kedepannya. (*/Kader Klinik Etik dan Advokasi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: