Kekerasan Perempuan dan Anak di PPU Sulit Terdeteksi

Kekerasan Perempuan dan Anak di PPU Sulit Terdeteksi

PPU, nomorsatukaltim.com –Diperkirakan masih banyak kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi di PPU. Tapi tak semua berhasil terungkap. Karena masih banyak warga yang enggan melapor.

Bak fenomena gunung es. Yang terungkap di sepanjang 2021 setidaknya 30 kasus kekerasan terhadap keduanya terjadi. Hal itu berdasarkan catatan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) PPU. Jumlah itu dipastikan meningkat dibanding tahun sebelumnya. Yaitu sebanyak 26 kasus. “Tahun ini, ada sekitar 30 kasus yang masuk ke dinas kami. Angka itu termasuk kasus yang ditangani oleh pihak kepolisian,” ujar Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas P3AP2KB Kabupaten PPU, Siti Aminah. Penanganan yang diberikan ialah pendampingan terhadap korban kekerasan. Mulai dari rumah sakit hingga menyediakan psikolog untuk memulihkan kondisi kejiwaan. Sampai melakukan pendampingan atas upaya hukum apabila diperlukan. Sejauh ini dinasnya memang lebih mengedepankan langkah pencegahan atau preventif. Upaya menekan angka kekerasan pada perempuan dan anak dilakukan melalui sosialisasi secara terus menerus. Salah satunya ialah layanan Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA). Unit layanan ini terdiri dari berbagai elemen pemerintah dan masyarakat yang tidak mengalami masalah kekerasan. Layanan PUSPAGA berfungsi sebagai one stop service/layanan satu pintu keluarga holistik integratif berbasis hak anak. Dua jenis layanan yang wajib dimiliki adalah layanan konseling/konsultasi dan layanan informasi. Dalam menjalankan programnya layanan PUSPAGA dijalankan oleh tenaga profesi Psikolog/Konselor, jika tidak minimum layanan konseling/konsultasi dilakukan oleh sarjana dari latar pendidikan terkait keluarga seperti (Sarjana Psikologi, Sarjana Pendidikan, Sarjana Kesejahteraan Sosial, Sarjana Bimbingan Konseling, dan lain sebagainya) yang sudah terlatih.“Kita gencar lakukan sosialisasi. Tujuan utamanya itukan pencegahan. Nah apabila sudah terjadi tindak kekerasan masyarakat juga sudah tahu harus kemana melapor sekaligus kita lakukan pendampingan,” jelas dia. Lebih lanjut, Siti mengakui laporan yang masuk ke DP3AP2KB belum menggambarkan jumlah sebenarnya. Pasalnya, masih banyak korban yang enggan melapor lantaran dianggap aib. Terlebih jika pelaku adalah kerabat dekat dari korban sendiri. Maka dari itu, sosialisasi dan edukasi ini akan terus dijalankan. Agar pemahaman masyarakat tepat dalam menyikapi adanya tindak kekerasan pada perempuan dan anak di lingkungan masing-masing. “Jumlah itu hanya yang masuk ke kami. Kalau realitanya ya mungkin jauh lebih banyak. Karena banyak yang tidak mau melapor karena malu kan. Melalui sosialisasi ini kita berharap korban kekerasan tidak segan untuk melapor ke kami agar bisa kita dampingi,” tutup dia. (rsy/boy)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: