Sarpras Sekolah Kurang, Belajar Jadi Tak Tenang

Sarpras Sekolah Kurang, Belajar Jadi Tak Tenang

Sarana dan prasarana (sarpras) merupakan aspek penting dalam dunia pendidikan. Selain guru dan peserta didik, aspek yang mendukung keberhasilan suatu proses pembelajaran dan menunjang prestasi peserta didik adalah sarana dan prasarana di sekolah.

Nomorsatukaltim.com - Sarana dan prasarana menjadi bagian penting yang perlu disiapkan secara cermat sehingga dapat menjamin proses pembelajaran yang baik di sekolah. Jika dalam suatu sekolah memiliki sarana dan prasarana yang lengkap maka peserta didik akan lebih nyaman belajar di sekolah. Hal tersebut membuktikan bahwa sarana dan prasaranan adalah aspek yang menunjang keberhasilan proses pembelajaran di sekolah. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah (SMA/MA) dijelaskan bahwa sarana adalah perlengkapan pembelajaran yang dapat dipindah-pindah sedangkan prasarana adalah fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi sekolah/madrasah. Sarana sendiri terdiri dari perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, teknologi informasi dan komunikasi, serta perlengkapan lain yang wajib dimiliki oleh setiap sekolah. Prasarana sendiri terdiri dari lahan, bangunan, ruang-ruang, serta instalasi daya dan jasa yang wajib dimiliki oleh setiap sekolah. Ketentuan sarana dan prasarana yang diatur dalam Permendiknas tersebut pada tingkat SD/MI sekurang-kurangnya memiliki ruang kelas, ruang perpustakaan, laboratorium IPA, ruang pimpinan, ruang guru, tempat beribadah, ruang UKS, jamban, gudang, ruang sirkulasi, dan tempat bermain/berolahraga. Sarpras tersebut harus dalam keadaan yang baik sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Pemerintah mengharapkan semua sekolah memiliki sarpras yang layak agar tercapai proses pembelajaran yang baik. Akan tetapi, pada kenyataanya tidak semua sekolah di Indonesia memiliki saranan dan prasarana yang memadai seperti yang diatur dalam perundang-undangan. Masih banyak sekolah yang berada pada daerah 3T (Terluar, Tertinggal, Terdepan) tidak memiliki sarana dan prasarana untuk menunjang proses pembelajaran. Contohnya, pada salah satu sekolah dasar di Kabupaten Kutai Timur memiliki saranan dan prasarana yang tidak layak untuk proses pembelajaran peserta didik. Sekolah hanya memiliki 5 ruang kelas, dan 1 ruang guru. Kondisi ruang kelas semuanya tidak layak pakai. Lantai ruang kelas yang sudah berlumut, jendela yang ditumbuhi tanaman liar hingga mencapai atap, atap ruang kelas yang bocor serta tidak memiliki pintu. Selain itu, di dalam ruangan juga tidak tersedia meja dan kursi yang layak pakai. Selain ruang kelas, sekolah juga memiliki ruang perpustakaan, UKS, ruang pimpinan yang digabung menjadi satu ruangan dan terkadang ruangan tersebut juga dijadikan sebagai ruang kelas ketika sudah tidak ada ruangan yang kosong. Sekolah memiliki jamban yang kondisinya juga tidak layak pakai seperti lantai yang sudah berlumut serta tempat air yang tidak pernah diisi karena sudah rusak. Selain itu, sekolah tidak memiliki lapangan untuk upacara dan olahraga sendiri melainkan bergabung dengan SMP yang juga bersebelahan lokasinya dengan SD tersebut. Sekolah tersebut juga tidak memiliki laboratorium IPA dan alat peraga sehingga guru tidak bisa mengajak peserta didik untuk melakukan kegiatan praktik IPA. Peralatan olahraga di sekolah juga tidak lengkap. Sekolah hanya memiliki bola volly dan bola basket saja yang kondisinya juga tidak baik. Sekolah juga tidak memiliki komputer yang mampu menunjang proses pembelajaran siswa. Keadaan perpustakaan sekolah juga tidak layak. Buku-buku tidak tersusun dengan rapi karena kurangnya jumlah rak buku di dalam perpustakaan tersebut. Ruang perpustakaan yang hanya berukuran 2 x 2 meter tersebut membuat keadaan perpustakaan sangat sempit sehingga peserta didik tidak nyaman jika ingin membaca buku di ruang perpustakaan tersebut. Keadaan UKS juga tidak layak pakai. Ruanganya yang sangat kotor, lantai yang berlumut serta kasur yang digunakan juga sudah tidak layak dan tidak terdapat obat-obatan. Kondisi sarpras tersebut tentu saja memberikan dampak kepada peserta didik. Akibat dari kurangnya ruang kelas, peserta didik terpaksa menggunakan kelas secara bergantian dengan menetapkan jam masuk siang kepada peserta didik kelas 4-6 dan masuk pagi kepada peserta didik kelas 1-3. Konsentrasi peserta didik saat proses pembelajaran juga terganggu dikarenakan ada satu ruang kelas yang digabung dengan ruang UKS, perpustakaan dan ruang pimpinan sehingga peserta didik tidak dengan bebas keluar masuk ketika ruangan tersebut sedang digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Permasalahan sarpras di sekolah bukan sepenuhnya kesalahan dari pihak sekolah karena pihak sekolah sudah mengupayakan langkah terbaiknya untuk dapat menciptakan suasana pembelajaran yang nyaman bagi peserta didik meskipun dalam keterbatasan. Upaya sekolah dalam meningkatkan kualitas sarpras juga sudah dilakukan seperti selalu rutin mengadakan kegiatan kerja bakti, mengganti meja ataupun kursi yang kurang layak pakai meskipun belum semuanya dapat terganti dengan yang baru, dan selalu memastikan kebersihan ruangan. Tidak hanya itu, pihak sekolah juga melibatkan peserta didik dalam kegiatan perawatan dan pemeliharaan sarpras sekolah. Pihak sekolah juga sudah mengajukan permohonan untuk dilakukanya perbaikan ruang kelas kepada pemerintah. Akan tetapi, pihak pemerintah belum memberikan tanggapan yang serius terkait hal tersebut. Walaupun sekolah hanya milik yayasan akan tetapi pemerintah seharusnya juga ikut bertanggung jawab terhadap kondisi sekolah. Pemerintah perlu memperhatikan terkait sarana dan prasaranan sekolah agar peserta didik juga merasa nyaman saat proses pembelajaran di sekolah. (*) *Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: