Pusing 2 T

Pusing 2 T

Datuk Tahir –bos grup Mayapada– yang memosisikan diri sebagai filantropi terbesar di Indonesia pun menjadi bukan siapa-siapa lagi.

Tapi orang seperti Bill Gates tidak pusing. Juga tidak membuat orang lain pusing. Dana sumbangan Bill Gates itu masuk ke lembaga not for profit. Untuk diputar. Hasil perputaran itu yang dipakai untuk program sosial. Sumbangan Bill Gates sendiri tetap utuh, tidak habis, bahkan terus berkembang.

Dulu juga ada orang kaya Hong Kong yang iba. Terutama melihat banyaknya orang dari daratan Tiongkok yang cari selamat ke Hong Kong. Yakni di sekitar perang dunia ke-2. Mereka tidak punya tempat tinggal. Tidak bisa makan. Sumbangan tersebut menjadi dana abadi. Permukiman teratasi. Makan tertanggulangi. Dana sumbangan itu sendiri tidak habis. Bahkan sekarang sudah jauh lebih besar: menjadi sekitar USD 25 miliar.

Sayangnya tidak ada penjelasan rinci dari ahli waris Akidi Tio. Pokoknya:  menyumbang kapolda Rp 2 triliun.
Saya tidak tahu apakah akan ada dokumen yang menyertai transfer dana itu. Yang jelas tidak ada dokumen apa pun yang ditandatangani Selasa lalu.
Hari itu, Selasa siang lalu, dikira hanya ada acara rutin di ruang rapat lantai 3 Polda Sumsel.

Wartawan tulis tidak boleh naik ke lantai 3. Hanya fotografer yang diizinkan. Wartawan menunggu di lantai bawah, menunggu para pejabat itu turun untuk diwawancarai secara door stop.

Saat para pejabat itu turun Kapolda memberikan keterangan pers: ia baru saja menerima sumbangan Rp 2 triliun dari keluarga Akidi Tio.

Saya pun mewawancarai fotografer harian Sumatera Ekspres, Evan Zurmali. Ia ada di ruang rapat lantai 3 itu. Saya meminjam mata Evan untuk menggambarkan acara hari itu.

Di depan sana duduk berderet gubernur Sumsel, kapolda, dan danrem. Di sisi kiri depan terlihat empat tokoh dari empat agama. Di deretan itu juga ada seorang wanita Tionghoa setengah baya.
Di meja sisi kanan duduk Prof Dr Hardi dan beberapa pejabat Polda.

Sebelum acara dimulai Evan sempat bertanya kepada pejabat yang ada di ruang itu: ini acara apa?
“Penyerahan bantuan dari keluarga Akidi,” jawab pejabat itu.
“Berapa sumbangannya?” tanya Evan.
“Tidak tahu”.
Pikir Evan, sumbangan itu pasti miliaran rupiah. Kok sampai dilakukan di depan pejabat tertinggi di Sumsel.

MC pun membuka acara “penyerahan bantuan Rp 2 triliun dari keluarga Akidi Tio”. Lalu mempersilakan perwakilan keluarga Akidi memberi sambutan.

Prof Hardi pun berbicara. Ia  tetap duduk di kursinya. Sudah ada mikrofon di situ. Prof Hardi berbicara selama lima menit. Ia menceritakan bahwa dirinya, keluarga Akidi, dan kapolda itu sudah lama bersahabat.

Prof Hardi tidak detail menceritakan seperti apa persahabatan lama itu. Lantas Prof Hardi mengatakan bahwa keluarga Akidi ingin menyumbang Rp 2 triliun.

MC pun lantas mempersilakan gubernur Sumsel untuk juga memberi sambutan. Tapi sang Gubernur nyeletuk: agar penyerahan sumbangannya yang didahulukan.
Maka MC pun memanggil keluarga Akidi maju ke depan. Kapolda mengajak Prof Hardi untuk ikut maju. Beliau tidak mau. “Cukup yang mewakili keluarga. Saya hanya menemani,” katanya.
Siapa yang mewakili keluarga Akidi? Ternyata wanita Tionghoa yang duduk bersama para tokoh agama di sisi kiri itu tadi. Evan kaget. Lho ternyata dia yang keluarga Akidi. Menyumbang Rp 2 triliun hanya duduk di tempat seperti itu.

Sang wanita didampingi seorang laki-laki berbaju batik. Kepala laki-laki itu botak. Evan tidak tahu siapa bapak itu. Kok ia ikut memegang papan sumbangan. Yang jelas ia bukan suami wanita tadi. Sang suami tidak ikut di acara itu. Dari file foto yang dikirim ke saya, rambut sang suami tidak seperti itu.
Tokoh-tokoh agama tidak ikut berdiri di depan.

Seorang petugas Polda lantas menuju meja dekat MC. Ia mengambil papan kecil terbuat dari stereo form yang ada di meja itu.
Papan kecil itu diserahkan ke wanita tadi untuk diserahkan ke kapolda. Lalu foto bersama. Di papan yang dicat warna merah itulah tertulis:  Sumbangan untuk penanggulangan Covid-19 dan Kesehatan di Palembang-Sumsel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: