Raymond; Souvenir di Dasar Laut Nyaris Membawa Maut
Keluarga Nirwan dikenal sebagai pecinta kecepatan. Baik di darat maupun di laut. Mereka sering menyumbang nama harum bagi Balikpapan di bidang olah raga. Roy Nirwan misalnya. Namanya moncer di dunia rally. Segudang prestasi dikoleksi. Putranya, Glenn Nirwan merupakan atlet jetski. Begitu pula dengan adik Glenn, Ryan Nirwan. Ia merupakan peraih penghargaan IMI setelah sukses menjuarai turnamen rally nasional.
nomorsatukaltim.com- Sedangkan adik kandung Roy Nirwan, Raymond Nirwan memilih jalan lain. Pria yang dua tahun lebih muda itu menggemari berbagai jenis olah raga. Mulai dari biliar, menembak, hingga diving atau selam. Khusus diving rupanya alumnus SMA Kartika Balikpapan itu tidak bisa dipandang sebelah mata. Karena dia sudah terlisensi sebagai master diving dari Professional Association of Diving Instructors (PADI). Gelar dive master diperoleh sejak 1999. Hobi menyelam bermula dari kesenangan Raymond memancing. Ketika itu dia masih bekerja di Sangatta, Kutai Timur. Ballas Decorien Petrosea join operation. Di sela waktu luang atau libur. Karena berada dekat laut, dia sempatkan memancing. “Waktu ada orang nyelam. Kok enak betul dia sebentar aja nyelam. Naik sudah bawa ikan. Terus bisa milih lagi ikannya seperti apa. Dari situ, mulai coba diving. Mulai tahun 96,” katanya. Tergantung kalau serius menyelam. Dimulai dari open water naik ke advance harus menyelam 20 kali. Bisa dilihat dari log book. Penyelam pemula wajib mencatat setiap menyelam. Kedalaman berapa, dimana, berapa lama. Mesti dicatat. Nanti ditandatangani dive buddy. Setelah menyelam. Dapat 20 log book boleh naik tingkat. Dive master 100 kali menyelam paling sedikit. Raymond mulai mengambil dive master menyelam bisa 300 kali. Rata-rata 3 hari sekali. Tahapan tes sangat banyak. Butuh tiga tahun saja bagi Raymond untuk dapat dive master. Tingkatan atas untuk penyelam. Karena ketika memegang lisensi tersebut. Wajib mendampingi para pemula. Untuk diving sendiri sebenarnya dibagi menjadi dua kategori. Komersial diving dan rekreasional diving. Komersial biasanya mereka untuk keperluan perusahaan. Mulai memperbaiki pipa dalam laut atau sejenisnya. Sementara rekreasional masuk dalam olahraga. Dalam menyelam tidak sembarangan kata Raymond. Penyelam wajib mengetahui medan yang akan diselami. Termasuk ketersedian alat perlengkapan selam. Minimal punya sertifikat. Karena itu yang dibutuhkan di setiap resort. Untungnya sebagai master, Raymond selalu dapat harga khusus kalaus sedang berlibur. Tapi yang jadi wajib, dia juga mesti menjaga tamu resort yang masih pemula. Karena diatur oleh PADI. Derawan, Bunaken, Bali adalah tempat yang sangat familiar baginya. Pemandangan bawah laut jadi hiburan sendiri. Jenis hewan juga berbeda-beda. Antara siang dan malam. “Malam saya mencari udang lobster. Mudah didapatkan malam hari. Kalau siang sembunyi dalam goa,” ujarnya. Setelah bertahun-tahun menyelam ke karang. Raymond mulai mencoba petualangan baru. Ketika itu sekitar 2003. Tepatnya di perairan Selat Makassar. Untuk kesana mesti lewat Manggar. Area tersebut sebenarnya sudah sering diselami. Tapi, tiba-tiba dia dapat informasi dari nelayan sekitar. Ada bangkai kapal peninggalan zaman penjajahan. “Ya, awalnya tak percaya. Tapi bukan satu nelayan saja yang ngomong. Jangkar mereka sering nyangkut saat mancing. Mereka yakin bukan karang. Bisa mereka rasakan ketika hendak menarik jangkar,” ingat Direktur Utama BRM Marine tersebut. Dengan mantap Raymond mulai menyelam. Tentu tidak sendiri. Karena haram hukumnya kalau menyelam sendiri. Meskipun seorang master. Karena sekali melakukan kesalahan di dasar lautan bisa fatal. Ketika itu dia berdua teman bulenya. Sebelumnya mesti membaca tanda-tanda di daratan. Yang cuma dimiliki seorang nelayan. Jadi nelayan juga mengantarkan ke lokasi. Hari pertama gagal. Raymond bersama temannya itu coba lagi keesokan harinya. Minggu pagi. Mantap turun ke dasar laut. Di lokasi yang sama seperti hari sebelumnya. Alhasil dia terkejut. Kapal itu benar adanya. Dengan bawa bekal tali, diukurnya kapal itu. Panjangnya sekitar 100 meter. Saat itu hanya sekadar melihat saja. Raymond mesti memahami medan. Melihat sekitar kapal. Struktur kapal juga mesti diamati. Karena usianya sekitar ratusan tahun. “Bangkai kapal itu lama di dasar laut. Sudah bertumbuhan lumut, lumpur juga mengendap kalau kita ke dalam. Dan itu cukup berisiko. Tidak cukup sekali eksplor kapal itu. Karena begitu besar. Pastinya takjub,” kenang pria kelahiran Makassar itu. Kapal itu diduga kuat jenis kapal niaga. Karena masih dalam perang dunia kedua, disiapkan untuk berperang. Di dalam kapal juga dilengkapi meriam canon, serta bom. Panjang meriam sekira empat meter. Di kepala bom ada detonator tapi tidak terpasang. Sebagian masih tersusun rapi dan utuh. Bisa jadi bom itu dibawa dari Jepang menuju Balikpapan. Dugaan Raymond benar. Ternyata kapal Jepang. Karena waktu menyelam selalu menyempatkan bawa souvenir. Berupa piring. Di situ tertulis “Nippon Yusen Kaisha”. Alhasil dia mencoba menyurati perusahaan tersebut. Dan dapat balasan langsung. Dikonfirmasi kebenarannya. Kejadian yang tidak bisa dilupakan Raymond ketika membawa souvenir tersebut. Hampir membuat dia dan temannya tak bisa kembali ke permukaan laut. Ketika hendak memasuki lorong di kapal. Beberapa barang berhamburan. Kedalaman dasar laut 50 meter. Karena di dalam kapal, mereka menyelam tidak boleh menyentuh dasar. Bahaya. Bisa hilang penglihatan alias blackout. Karena ketebalan debu sangat tebal. Souvenir sudah di depan mata. “Teman saya ini tidak tenang. Buru-buru, jadi langsung diangkatnya itu barang. Dan ternyata blackout. Saya langsung cepat-cepat tangkap dia. Saya suruh diam. Karena ketersediaan oksigen di tabung terbatas. Semakin dalam semakin habis. Maksimum 200 bar. Punya saya 100. Dia 50 bar. Kalau nervous cepat habis. Setelah 10 menit baru selesai. Jadi diam aja saat itu. Sama sekali tidak kelihatan apa-apa. Senter tidak tembus,” ingat pria 56 tahun itu. Di sisi lain. Sebagai dive master, dia juga punya tanggung jawab sosial. Yakni mesti mengedukasi nelayan. Terutama pentingnya menjaga lingkungan laut. Mulai dari terumbu karang, benih ikan, dan biota lainnya. Karena setiap pergi diving. Dia selalu menyempatkan diri menemui nelayan. Yang bisa dipastikan masih banyak menangkap ikan dengan bom. Risikonya tentu bisa merusak kehidupan bawah laut. Seperti terumbu karang. “Nelayan sekitar Balikpapan kecil kemungkinan mereka gunakan bom. Kalau di pulau masih banyak. Karang itu kalau kita tanam sekarang. Baru tumbuh itu sekitar 100 tahun,” katanya. Tentu mengedukasi saja tidak cukup. Dia sangat berharap nelayan Indonesia bisa semakin sadar pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Terutama kehidupan bawah laut. Karena keuntungan itu akan kembali ke mereka. Para nelayan. (fdl/yos)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: