Bakhtiar Wakkang: Dari Jalanan ke Gedung Dewan

Bakhtiar Wakkang: Dari Jalanan ke Gedung Dewan

Gaya bicaranya lantang. Cenderung blak-blakan, apa adanya. Dengan logat ciri khas bugisnya yang kental. Setiap komentarnya selalu menarik perhatian media. Bukan karena gaya bicaranya, namun karena isi pembicaraannya yang menyentuh sendi kehidupan rakyat. Dialah, Bakhtiar Wakkang.

nomorsatukaltim.com - Berangkat dari orang yang bukan siapa-siapa, BW --sapaan akrabnya- turut merasakan kerasnya hidup di jalanan. Tidur di terminal pernah dilakoninya, kala pertama kali menginjakkan kaki di Bontang. Pun tidur di musala di sebuah pasar malam. Pengalaman tersebut membuat kedekatan emosional dengan rakyat kecil semakin kuat. Apalagi, Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) NasDem Bontang ini sempat membela kepentingan dan hak-hak rakyat lewat sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM). Kini, ia masih tetap memperjuangkan hak-hak rakyat tersebut. Namun tidak lagi di dalam LSM, melainkan menjadi anggota legislatif. “Karena berkat merekalah, tukang ojek, nelayan, pedagang sayur, saya diminta maju (jadi anggota dewan). Saya bismillah (maju), dan saya berjanji tidak akan meninggalkan mereka,” ujar pria kelahiran Pare-Pare, 22 Januari 1978 itu. Di samping menyoroti isu-isu atau masalah yang menjadi perhatian publik, ada satu problematika yang konsisten ia perjuangkan. Bahkan selalu didengungkan setiap rapat paripurna: banjir. Meniti kembali beberapa tahun sebelumnya, Bontang pernah dilanda banjir besar di 2017. Peristiwa itu terus berulang tiap tahunnya, hingga menjelang hari raya Idulfitri di 2019. Menyebabkan sebagian masyarakat Kota Taman tak bisa menyambut lebaran seperti tahun-tahun sebelumnya. Rangkaian peristiwa banjir di Bontang itu yang membuat terbentuknya Panitia Khusus (Pansus) Banjir di DPRD Bontang, 2017 silam. Bakhtiar Wakkang adalah salah satu inisiatornya, sekaligus ketua pansus tersebut. Kerja pansus tersebut telah berakhir 2018, dan melahirkan 16 rekomendasi penanganan banjir di Bontang. Salah satu rekomendasi tersebut adalah membentuk kajian induk penanggulangan banjir. Kajian ini, kata BW diharapkan jadi dasar pemerintah untuk membuat kebijakan yang lebih komprehensif guna menyelesaikan persoalan banjir. “Namun dari 16 rekomendasi itu, baru sedikit sekali yang dijalankan. Saya melihatnya penanganan banjir ini seolah jalan di tempat,” kata legislator dari Fraksi Golkar-NasDem ini. Kajian induk ini dinilai penting. Karena mencakup seluruh progres penanganan banjir dari hulu hingga hilir. Termasuk keterlibatan masyarakat di dalamnya. “Mitigasi banjir juga penting, bagaimana masyarakat diedukasi untuk menyelamatkan diri saat banjir, apa yang harus ia lakukan. Jadi penanganan banjir tidak parsial, setengah-setengah. Tapi menyeluruh,” papar Bakhtiar Wakkang. Dari sekitar 16 kilometer daerah aliran sungai (DAS) Siagian yang membelah Bontang, baru sekitar 20 persen yang dilakukan tindakan. Baik penurapan maupun normalisasi aliran sungai. Sementara, problematika banjir sudah terjadi sejak belasan tahun silam, dan puncaknya di 2-3 tahun terakhir. Selain itu, pemerintah dinilai lemah untuk penegakan regulasi. Selama Bontang berdiri, masyarakat bebas untuk membangun di pinggir-pinggir sungai, yang seharusnya menjadi daerah serapan air. “Bukannya ditanami (tumbuh-tumbuhan), justru malah terus membangun. Sudah saatnya ini diselesaikan (masalah banjir),” tegasnya. Progres yang dinilai lamban itulah, membuat DPRD Bontang menginisiasi rancangan peraturan daerah (Raperda) Penanggulangan Banjir. Raperda tersebut sudah disetujui dalam rapat paripurna untuk segera dilakukan pembahasan. “Seharusnya raperda ini yang mengusulkan pemerintah sebagai pelaksananya, yang harusnya paham persoalannya. Tapi ini kami usulkan, karena kami mendengar keluhan rakyat,” ujar sarjana Ekonomi yang kini tengah menempuh pendidikan magisternya di Universitas Mulawarman. Kata BW, tugas dari Pansus Banjir kini sudah usai. Kini adalah tugas rakyat untuk menagih pemerintah untuk menuntaskan banjir. DPRD pun akan terus menagih hingga persoalan ini usai. “Saya akan mengusulkan penuntasan banjir ini masuk dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) dalam paripurna, sesuai komitmen pak Basri (Wali Kota Bontang). Agar rakyat melihat ada political will dalam menuntaskan banjir ini,” pungkasnya. (zul/yos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: