Budaya Ngopi dan Nongkrong yang Mulai Menjamur di Paser

Budaya Ngopi dan Nongkrong yang Mulai Menjamur di Paser

Paser, nomorsatukaltim.com - Ngopi bukan lagi gaya hidup, tapi bemertamorfosis  menjadi kebutuhan. Tumbuhnya kedai kopi di Paser menjadi sinyal memenui kebutuhan itu.

Tiga tahun terakhir, penjaja kopi menjamur di Paser. khususnya di ibu kota kabupaten, Kecamatan Tanah Grogot. Hampir setiap malam, coffee shop tak pernah sepi. Keberadaannya tak sekedar menikmati kopi atau camilan. Namun bisa menjadikan kantor dadakan. Harian Disway Kaltim mencoba merangkum beberapa kafe di beberapa tempat. Di antaranya di Jalan Kusuma  Bangsa, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Modang,  Jalan Cokroaminoto, Jalan RA Kartini, Jalan Kandilo Bahari dan Jalan Jenderal Ahmad Yani. Selain asik jadi tempat nongkrong, perihal rasa juga tak perlu diragukan. Harganya relatif bersahabat. Kantong tidak bakal kering. Konsepnya pun beragam. Seperti outdoor maupun duduk lesehan di atas bean bag.  "Untuk tiga tahun terakhir mengalami peningkatan, khususnya setahun terakhir mulai menjamur, baik skala kecil maupun besar banyak sekali," ucap Owner Pipii Coffee, Rendro. Instagramable dan kekinian. Jadi daya tarik tersendiri. Kawula muda, bisa dipastikan tak menyianyiakan untuk berswafoto. Soal rasa tetap harus di nomor satu kan. Dikatakan Rendro, nongkrong di kafe atau kedai kopi telah menjadi tren. Gaya hidup. Setiap malam akhir pekan, nyaris coffe shop penuh akan pengunjung. "Jadi gaya hidup orang sini (Grogot, Red) sudah mulai seperti di Kota Balikpapan maupun Samarinda," akunya. Memfokuskan diri berkecimpung pada bisnis coffee shop di Kabupaten Paser, tidaklah mudah. Salah satunya perihal harga. Jika dibandingkan dengan Kota Balikpapan dan Kota Samarinda. Yang mana diakuinya, masyarakat dua kota itu, tak ragu mengeluarkan duit mulai Rp 30 ribu, Rp 50 ribu hingga Rp 60 ribu untuk satu gelas kopi. "Ya masih ada juga anggapan, ngapain ngopi di luar rumah, mahal. Di sini masih memikirkan nongkrong itu budget. Kalau di Balikpapan dan Samarinda orang tak lagi memikirkan berapa yang dibayar, pokoknya nongkrong dan pesan," sebutnya. Sebelum memulai bisnis coffee shop, sudah sepatutnya mengetahui pangsa pasar. Jauh-jauh hari telah survei. Mempertahankan pelanggan pun tidaklah mudah. Apalagi semakin menjamurnya coffee shop. Tentunya masalah rasa dan kualitas pelayanan tetap utama. "Sesuaikan lidah orang (Paser) sini. Bahkan pertama kami sempat dijuluki kafe gorengan. Ya karena itu bicara pasar. Bukan idealis apa maunya kita, belum tentu maunya pelanggan. Dan perlahan mulai ada burger serta steak, serta menambah varian kopi" ungkap lelaki hobi nongkrong itu. Menjamurnya coffee shop di Kabupaten Paser secara tak langsung mempromosikan atau mengenalkan wilayah ini bahwa tak sepi. Terlebih kerap datang wisatawan atau tamu dari luar daerah, tak lagi kesulitan mencari coffee shop. Namun ruangan rooftop sepertinya masih harus dipikirkan matang-mayang, andai mau diterapkan. "Terkait ruang private, dari beberapa tempat yang saya pelajari, malah sedikit yang datang. Hanya momen tertentu, tak bisa digunakan untuk umum," tutup Rendro. Selain menu kopi, juga ada yang menyediakan teh. Serta terdapat menu non kopi dan non teh, seperti red velvet maupun es cokelat. Dan camilannya pun bervarian, mulai pisang keju, kentang goreng, tempe mendoan, cireng hingga tahu bakso. Untuk beberapa kafe, ada yang menyajikan menu makan berat dan dessert (hidangan penutup). Guna menarik dan mempertahankan pelanggan. Kerap dihadirkan dengan perform dari stand up comedy dan live musik. Tentunya coffee shop ini jadi tempat bersantai dan menghilangkan penat. (asa/boy)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: