PPKM Balikpapan Tak Membendung Wabah COVID-19
OLEH: JANUARDI SANDRIA*
Sudah hampir setahun pademi COVID-19 membebani masyarakat Indonesia. Tidak hanya memberatkan. Tapi virus ini juga terus menghantui publik dalam kegiatan sosial dan ekonomi. Hal ini memaksa masyarakat harus memutar otak untuk bertahan hidup di Bumi Pertiwi. Terkhususnya di Kota Balikpapan.
Apalagi sejak Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). PPKM merupakan kebijakan yang muncul pasca hebohnya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Meski begitu, kedua peraturan tersebut tetap berlaku secara masif dalam mengatur dan menghentikan penyebaran virus corona. Dilansir dari Kompas, perbedaan dua peraturan tersebut terletak dari skala penerapan dalam lingkungan masyarakat. PPKM mengatur kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat dalam bentuk pembatasan jumlah pekerja dalam kantor sebesar 25 persen. Begitu juga dalam kegiatan belajar secara daring, pembatasan jam operasional, kapasitas pembeli dan penerapan protokol kesehatan secara ketat bagi pelaksana kegiatan jual beli di tengah masyarakat. Sedangkan PSSB membatasi kegiatan masyarakat dalam melakukan segala kegiatan di dalam rumah. Baik itu kerja, sosial, pendidikan, dan moda transportasi pun dibatasi jumlah penumpangnya. Kegiatan jual beli juga dilakukan secara online. Meskipun terdapat beberapa pengecualian seperti minimarket dan pasar. PPKM harus dievaluasi keberlangsungannya sebagai chek and balance terhadap realisasi kontrol sosial masyarakat dan dampak angka kemiskinan di musim pandemi. Metode chek and balance dilihat dari segi perencanaan dan hasil penerapannya. Selama seminggu berlalu, pemberlakuan PPKM di tengah masyarakat tidak memiliki keseimbangan dalam kontrol sosial dan ekonomi. Banyak peraturan dan pembatasan. Tetapi dalam penerapannya tak berjalan maksimal. Terlebih kebijakan ini tidak sepenuhnya menurunkan angka positif COVID-19. Terbukti di Balikpapan. Angka kasus positif COVID-19 meningkat. Bahkan mencapai puncaknya sebesar 206 kasus dalam sehari. Tidak adanya penurunan kasus saat pemberlakuan dan penerapan peraturan tersebut menandakan kebijakan tersebut tidak efektif dalam memutus mata rantai penyebaran virus corona di masyarakat. Mirisnya, sejak PPKM berlaku, angka kemiskinan Kota Balikpapan menunjukkan peningkatan sebesar 2,5 persen. Kota yang memberikan kontribusi penduduk miskin terendah se-Kalimanta Timur ini akhirnya “tumbang”. Menurut data BPS Kota Balikpapan, angka kemiskinan naik lebih dari 1.000 jiwa. Dari 15.000 ribu jiwa menjadi 17.020 jiwa. Hal ini menjadi salah satu indikator ketidakberhasilan PPKM dalam memutus rantai penyebaran virus corona. Tetapi justru menjadi buah simalakama bagi perekonomian Balikpapan. Penerapan razia di malam hari dan pembatasan kegiatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) harus dihentikan. Karena hal itu tidak selaras dengan kebebasan masyarakat dalam memenuhi haknya sebagai warga negara. Negara seharusnya sadar dalam melaksanakan tujuannya. Yakni melindungi hak asasi manusia warga negaranya. Sebelum hidup bernegara atau dalam keadaan alamiah (status naturalis) manusia telah hidup damai dengan haknya masing-masing. Yaitu hak untuk hidup, hak atas kemerdekaan dan hak atas penghormatan terhadap harta miliknya. Baik itu pencarian, penyebaran maupun pemanfaatannya (Dewa Gede, 2003). Membatasi jam operasional kegiatan UMKM yang beroperasi di malam hari merupakan salah satu kebijakan tidak efisien PPKM dan sebagai bentuk pelanggaran atas hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Dalam hukum, hak asasi meletakkan kewajiban pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya pada negara. Secara tidak langsung negara berkewajiban memenuhi hak-hak warganya dari segi ekonomi, sosial dan budaya. Ketika negara gagal memenuhi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya terhadap masyarakat, maka telah terjadi pelanggaran atas hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (Patrika, 2008). Yang dimaksud dengan hak dalam artikel ini adalah hak asasi manusia sebagai suatu lingkungan keadaan atau daerah kebebasan bertindak. Pemerintah tidak berhak mengadakan pembatasan maupun pengaturan dalam kegiatan perekonomian masyarakat. Baik itu melakukan pembatasan dalam kegiatan usaha masyarakat untuk memenuhi kebutuhan materi, hajat dan kesejahteraan individu maupun kelompok individu-individu. Singkatnya, berikanlah kebebasan kepada individu atau perseorangan untuk memilih jalannya sendiri. Meski begitu, negara memilik kewenangan untuk membuat metode kontrol sosial dan ekonomi selama masa pandemi. Sesuai Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014. Namun sebaiknya hal itu diiringi dengan pemberian serta pemenuhan segala hak-hak dasar warga negara saat menerapkan pemberlakuan status kedaruratan kesehatan masyarakat. Baik itu pembatasan kegiatan sosial maupun ekonomi masyarakat. Agar terdapat keselarasan dalam penerapan peraturan dengan kesejateraan masyarakat. Merujuk pada ketentuan Pasal 7, Pasal 8, Pasal 39, Pasal 52, Pasal 55 dan Pasal 79 Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan Tahun 2018, serta Pasal 8 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Bahwa selama pemerintah melakukan pembatasan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat, warga negara memiliki hak yang wajib dipenuhi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Seperti hak mendapatkan pemenuhan kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak, serta hak mendapatkan ganti rugi akibat kerugian harta benda yang disebabkan oleh upaya penanggulangan wabah. (*Kabid Pemberdayaan Umat HMI Cabang Balikpapan)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: