Memanfaatkan Lahan Tidur, Wujudkan Warga Makmur
Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan salah satu daerah dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terbesar di Indonesia. Penyokong utama kekayaan mereka berasal dari bagi hasil pertambangan dan minyak bumi. Daerah ini punya wilayah konsesi lahan pertambangan terluas di Provinsi Kalimantan Timur. Dengan luas wilayah mencapai 27 ribu kilometer persegi, calon ibu kota negara baru itu juga menjadi lumbung pangan bagi 4 juta penduduk Banua Etam.
KUTAI KARTANEGARA, nomorsatukaltim.com – Potensi Kabupaten Kutai Kartanegara sebagai penyedia pangan utama Kaltim, bukan semata-mata luas lahan yang dimiliki. Melainkan didukung kontur tanah, lahan yang subur, dan curah hujan cukup. Inilah yang membuat Kota Raja menjadi penghasil utama pertanian, selain tambang dan penggalian. Sejak 7 tahun silam, Pemprov Kaltim berupaya melindungi lahan pertanian dari ancaman pertambangan. Aturan dikeluarkan dalam bentuk Perda Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Dalam regulasi itu, luas Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang ditetapkan mencapai 438.198 hektare. Peluang ini ditangkap Paiman, warga Desa Bukit Pariaman, Dusun Sukasari, Kecamatan Tenggarong Seberang. Perantau asal Blitar, Jawa Timur itu, berhasil memotori warga desanya untuk mengembangkan pertanian dan lingkungan. Terutama memanfaatkan lahan pekarangan dan lahan tidur. Belakangan, pemanfaatan lahan dari warga desa itu meluas mencapai 11 hektare. Paiman tidak hanya memelopori warga memanfaatkan lahan milik warga di kampung itu, ia juga menjadikan Desa Bukit Pariaman sebagai penghasil sayur-mayur. Bahkan, desa itu sudah diakui sebagai Kampung Proklim, dan kini menuju desa wisata. Tahun ini, Desa Pariaman ditetapkan sebagai Kampung Berseri Astra.BERHENTI KERJA
Kemajuan Desa Bukit Pariaman tak lepas dari peran Paiman. Ia adalah salah satu dari korban krisis ekonomi yang berhasil bangkit. Perantau asal Blitar, Jawa Timur itu mulai menggarap pekarangan rumahnya, selepas berhenti kerja dari sebuah perusahaan tambang. Keputusan mundur dari perusahaan dilakukan saat resesi menerjang Kaltim pada akhir 2014. Saat itu, harga komoditas runtuh, mencapai titik terendah. Selepas berhenti bekerja, tak ada yang ia lakukan, kecuali kembali menekuni keahliannya: bertani. “Awalnya cuma menanam di sisa lahan sekitar rumah dengan cabai, kangkung, sawi dan tomat,” cerita Paiman. Tanaman itulah, yang menurut pria 37 tahun itu, menghidupi keluarganya sejak berhenti bekerja di perusahaan. Karena cukup menggiurkan, bapak tiga anak itu menyewa lahan tak jauh dari rumahnya. Lagi-lagi, usaha itu mengalami kemajuan. Dari cabai, tomat, sawi, kangkung, sampai terong, tumbuh subur. Melihat potensi yang besar, ditambah banyaknya lahan milik tetangga yang tak tergarap, Paiman memberanikan diri mengajak mereka memanfaatkan lahan tak produktif. “Tujuannya supaya kami mudah memasarkan ke luar wilayah,” kata pria yang pernah menduduki jabatan bergengsi ini. Meski begitu, tidak mudah meyakinkan warga yang memang pekerjaan sehari-hari bertani. Mereka umumnya lebih berkonsentrasi merawat ladang, daripada pekarangan. Tapi Paiman tak putus asa, sedikit demi sedikit ia berhasil mengajak para tetangganya. “Jadi, lahan yang tak produktif menjadi produktif, kampung kami jadi lebih rapi,” kata pria yang pernah tinggal di Balikpapan itu.KAMPUNG PRO IKLIM
Peluang menghampiri Desa Bukit Pariaman. Pada 2017, Kementerian Lingkungan Hidup menggelar program Kampung Pro Iklim (Proklim). Ini merupakan gerakan nasional perubahan iklim berbasis komunitas. Ada 4 komponen utama dalam program ini, yaitu pengendalian kekeringan dan banjir, ketahanan pangan, penanganan atau antisipasi muka air rob, dan pengendalian penyakit terkait iklim. Desa Bukit Pariaman termasuk dalam kriteria sebagai daerah dengan ketahanan pangan. Ketika sosialisasi dilakukan oleh pemerintah setempat, masyarakat belum aware terhadap program ini. “Akhirnya saya tangkap peluang itu, dan berusaha mengumpulkan masyarakat agar kita ikut serta dalam program ini,” ujar Paiman. Ia menganggap program ini penting untuk mendapatkan akses yang lebih baik kepada pemerintah dan perusahaan. Tantangan yang dihadapi Paiman, program ini membutuhkan partisipasi seluruh masyarakat karena lingkungan mereka akan dikelola untuk menjadi satu kesatuan. “Saya yakinkan bahwa ini untuk masa depan anak-anak kita nanti.” Setelah melakukan pertemuan belasan kali, masyarakat akhirnya bersedia menyerahkan lahan yang tidak tergarap, dikelola bersama. Persetujuan itu dituangkan di atas kesepakatan bermeterai. Warga setempat mulai menentukan karakter desa itu. Selain mengembangkan pertanian di pekarangan, mereka juga mempercantik lingkungan, membuat fasilitas bermain untuk anak, sampai sarana rekreasi. “Dari 11 hektare luas lahan yang masuk kawasan permukiman, pekarangan rumah kami garap untuk program kampung iklim,” kata Paiman. Apa yang dijanjikan Paiman terwujud. Setidaknya ada tiga perusahaan yang berpartisipasi mendukung inisiatif warga. Mereka menyediakan perlengkapan berupa alat-alat berat untuk membersihkan sekitar pemukiman. Tidak hanya itu, pemerintah juga menerbitkan menjadi ruang terbuka hijau. Pemerintah melalui Dinas Pariwisata, dan Lingkungan Hidup setempat juga turun tangan. “Kemudian terbitlah status lahan menjadi ruang terbuka hijau.” Dengan status lahan seperti itu, warga kemudian berinisiatif membangun jogging track, menanam bibit buah, taman edukasi dan sebagainya. “Ada 1.600 pohon kami tanam di pekarangan rumah warga,” kata Paiman. Namun karena ada wabah COVID-19, kegiatan terhenti. “Target kami, 10 tahun lagi akan menjadi desa wisata, pertanian dan lingkungan yang asri,” kata Paiman optimistis. Dalam waktu 10 tahun diperkirakan tanaman sudah berbuah, sehingga bisa menjadi salah satu daya tarik wisata. “Saat ini aspek yang kami utamakan ialah kebersihan lingkungan,” ujarnya. Salah satu fasilitas yang sempat menarik perhatian ialah trek sirkuit off road. Sirkuit itu dibuka memanfaatkan kawasan yang belum terbangun. “Waktu itu ada pengelolaan pertama dan antusiasnya luar biasa. Karena covid jadi berhenti,” imbuhnya. Sirkuit yang diberi nama Bukit-19 dimanfaatkan untuk trail atau gas trek. Sempat akan menggelar event namun batal karena pandemi. Kelak sirkuit ini bisa menjadi tempat latihan off road atau arena wisata ATV.KAMPUNG BERSERI
Melihat antusiasme masyarakat yang tinggi, warga Desa Pariaman berupaya mengembangkan wilayah mereka menjadi desa wisata. Peluang itu kembali muncul ketika terpilih sebagai Kampung Berseri Astra 2020. “Sesungguhnya jika kita membangun lingkungan, di situ kita punya peluang menjadi tujuan wisata,” kata Paiman yang kini terpilih sebagai Ketua Badan Permusyawaratan Desa. Untuk menuju desa wisata, masyarakat juga memberdayakan kelompok wanita tani. Mereka akan memiliki peran besar ketika desa wisata sudah beroperasi. Saat ini, masyarakat sedang mendesain kolam renang sebagai pelengkap kawasan. Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) ini berharap generasi muda desa mengelola sumber daya yang ada. “Jangan sampai generasi muda kita meninggalkan desa dan berkarya di kota, supaya desa kita maju,” ujar Pembina Bank Sampah ini. “Kita hidup jangan asal hidup. Mari mensyukuri anugerah Tuhan dengan menjaga lingkungan dengan sebaik-baiknya,” tutup Paiman. (fey/zul)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: