Catatan Pilkada 2020

Catatan Pilkada 2020

Drama kembali terjadi, kurang sebulan mendekati hari pencoblosan. Timbul surat rekomendasi dari Bawaslu RI. Meminta Edi Damansyah yang saat itu masih sebagai calon bupati, untuk didiskualifikasi. Alasannya karena melanggar aturan pilkada. Intinya diduga menyalahgunakan kekuasaannya untuk menolong start kampanye. Ini hasil dari aduan relawan Kolom Kosong

Tentu ini membuat situasi menjadi gaduh. Bahkan timbul dua kelompok. Mendukung dan menolak rekomendasi tersebut.

Setelah melewati berbagai proses. Berbagai tahapan dan berbagai kajian. Lebih dari sepekan, akhirnya surat rekomendasi tersebut tidak menghasilkan keputusan besar. KPU sudah menjalankan isi rekomendasi, tapi memutuskan tak mendiskualifikasi Edi.

Proses tahapan pilkada pun terus berlanjut. Hingga proses pilkada mencapai klimaksnya. Yakni hari pencoblosan.

Dan kata-kata dari petahana yang mendeklarasikan kemenangan yang cukup diapresiasi dan harus dikerjakan seluruh masyarakat Kukar. "Pilkada usai, mari kita rajut kebersamaan demi Kukar yang lebih baik. Usai pilkada, usai juga perselisihan". (Penulis adalah jurnalis Disway Kaltim wilayah Kukar-ava)

*

Mencari Pemimpin Hijau

pilkada

Oleh: Hafidz Prasetiyo

PEMILIHAN Kepala Daerah (Pilkada) adalah momentum mencari sosok pemimpin. Sosok yang bisa mengatasi tiap masalah di suatu daerah. Kutai Timur (Kutim) salah satu daerah yang menggelar Pilkada Serentak 2020. Lalu timbul sebuah harapan, sang pemenang bakal memiliki cara baru untuk memimpin Kutim nantinya.

Sangat disayangkan, tiga kontestan Pilkada Kutim tak satu pun yang mengangkat persoalan lingkungan. Kalau pun ada, tidak tuntas. Hanya seujung kuku pembahasannya di visi-misi kandidat. Padahal visi-misi ini adalah bentuk gambaran masa depan daerah.

Dalam pilkada, perubahan kepemimpinan adalah keniscayaan. Begitu juga perubahan strategi pembangunan lokal. Semua itu diusung melalui visi-misi setiap calon kepala daerah. Semuanya dikontestasikan di ruang publik. Sampai akhirnya dipertemukan di bilik suara. Tawaran visi-misi para calon ini bentuk harapan masa depan. Sebagai janji untuk dicapai demi kemajuan daerah.

Di Kutim permasalahan lingkungan tidak melulu soal sampah dan limbah semata. Terancamnya ruang hidup masyarakat adat, degradasi hutan hingga ancaman bencana menghantui. Suku Dayak Basap harus terus menyingkir akibat desakan kebun sawit. Kejadian banjir di Karangan yang merendam 4 desa juga jadi pertanda. Kutim harus waspada, bencana ekologis bakal meledak.

Konsesi menyerbu hingga menguasai jutaan hektar lahan. Jelas sudah menjadi ancaman bagi kelestarian hutan. Maka kondisi seperti ini juga layak jadi perhatian. Meski pertumbuhan ekonomi dan infrastruktur dasar tak bisa ditinggalkan begitu saja.

Saya berharap mendapat gambaran dari calon kepala daerah tentang isu lingkungan hidup. Apakah mengikuti pandangan bahwa lingkungan hidup harus dipertahankan kelestariannya. Dengan menyesuaikan aktivitas ekonomi yang masih dirasa cocok. Atau sebaliknya, mendahulukan pertumbuhan ekonomi dengan meminimalkan dampak lingkungannya.

Tak ada pula dari kandidat yang mampu menterjemahkan kebijakan yang bakal diambil secara terstruktur. Pembahasan lingkungan terbatas pada isu-isu bersifat umum. Tidak ada penjabaran pembangunan berkelanjutan dalam rencana kebijakannya.

Padahal isu lingkungan ini masih seksi. Bahkan sudah menjadi bahan kampanye di negara-negara Eropa dan Amerika. Pada tahun 70-an, isu populis soal lingkungan adalah polusi. Kini isu utamanya adalah perubahan iklim dan penurunan emisi gas rumah kaca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: