Gerak Cepat Memulihkan Pariwisata

Gerak Cepat Memulihkan Pariwisata

Samarinda, nomorsatukaltim.com – Pemerintah pusat, melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) terus mengupayakan pemulihan ekonomi sektor pariwisata. Dengan cara program sertifikasi Clean, Health, Safety and Environment (CHSE).

Pemberian sertifikasi nantinya diperuntukkan kepada usaha pariwisata serta fasilitas terkait. Kemudian, untuk lingkungan masyarakat dan destinasi wisata. Pemerintah daerah diminta untuk segera mendaftarkan sertifikasi kesehatan tersebut. Tak terkecuali Bumi Etam. Kepala Bidang Konsultasi dan Pengujian PT Sucofindo (Persero) Cabang Balikpapan Muhammad Yazid mengatakan, sebanyak 104 pelaku usaha sektor wisata telah mendaftar. Diterangkan oleh Muhammad Yazid, jumlah itu akan bertambah. "Data hingga hari ini segitu, ke depan kita siap audit (ulang)," jelasnya kepada wartawan Disway Kaltim, Kamis (26/11). Dua kota industri di Bumi Mulawarman mendominasi pendaftaran. Yakni Samarinda dan Balikpapan. Di mana, Kota Tepian sudah memiliki 42 pendaftar. Dan Kota Minyak sudah ada 38 peserta. Namun, untuk kota-kota lainnya di Kaltim enggan disebutkan oleh Muhammad Yazid. Dirinya hanya memastikan sebanyak 104 pelaku usaha telah mendaftar untuk mengikuti sertifikasi tersebut. "Sisanya tersebar di Berau, Penajam dan juga Bontang," lanjutnya. Yazid, panggilannya, menjelaskan, kuota yang tersedia masih ada. Bumi Etam mendapatkan jatah 229 pelaku usaha yang mendaftar secara gratis hingga akhir November ini. "Tapi hingga saat ini belum terpenuhi, kami mengimbau pelaku usaha untuk segera mendaftar. Perlu diingat pendaftarannya gratis," tegas Yazid. Yazid menambahkan, objek sertifikasi tidak hanya hotel, untuk sektor yang berkaitan wisata lainya bisa mendaftar. Seperti halnya restoran, lapangan golf, Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE), dan bidang lainnya. Yang tentu saja memiliki daya tarik untuk wisatawan luar daerah.   Beberapa kendala sertifikasi di Kaltim dibeberkan Yazid, terkait legalitas perusahaan. Yazid mengakui, banyak perusahaan di Bumi Etam yang secara legalitas belum pasti. Atau belum jelas. Ia pun menyayangkan hal tersebut. Kendala lainnya, terang Yazid ialah ketidakpastian destinasi wisata utama di Indonesia. Menjadikan pelaku usaha tempat wisata di Kaltim tidak banyak yang mendaftar. Dan memang, kata Yazid, mapping harus dilakukan. "Kaltim bukan tujuan utama wisata seperti Bali dan NTB. Jadi tidak begitu banyak yang mendaftar. Kalau di daerah tujuan wisata (seperti Bali dan NTB) memang lagi digencarkan," terangnya. Kendati demikian, Yazid menyatakan, sertifikasi CHSE sangatlah penting untuk pelaku usaha. Program dari Kemenparegraf ini merupakan jaminan untuk konsumen terhadap penerapan protokol kesehatan Covid-19. "Dari C-nya kebersihannya seperti apa, kemudian H kesehatannya, seperti apa S-nya safety-nya keselamatannya dan environment sustainable lingkungannya juga terjamin. Semoga saja, terjamin kalau sudah sertifikasi," ucap Yazid. Sekadar informasi, Sucofindo bersama TUV Rheinland dan PT Mutu Agung Lestari dipercaya Kemenparekraf melakukan audit Sertifikasi CHSE. Nantinya, ketika hasil angka audit mencapai 85 persen keatas, seluruh peserta dinyatakan lolos. Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kaltim Muhammad Zulkifli memberikan komentar. Menurutnya, sertifikasi ini tidak menjamin terjadinya peningkatan ekonomi sektor wisata di Kaltim. Baginya, banyak upaya untuk kembali meningkatkan geliat wisata di Kaltim. Terutama untuk perhotelan dan resort. Rasa aman dan nyaman dengan sertifikasi tersebut dirasa Zulkifli, sapaannya, tidak cukup. Pemerintah dirasa perlu mengupayakan dan ikut dalam membantu memberikan keyakinan kepada wisatawan. "Aksesnya seperti apa, kalau misal di daerah tersebut usahanya sudah bersertifikasi, tapi ternyata zona merah, gimana kesannya? Pasti diperketat," katanya. Zulkifli menilai, akses tersebut yang harus dipertimbangkan dengan teliti. Jangan sampai pelaku usaha yang sudah mendaftarkan sertifikasi terkesan percuma. Karena tetap sepi. Pengamat Ekonomi Purwadi juga ikut memberikan tanggapan. Purwadi menilai, kebijakan ini cenderung sia-sia. Dan tidak memberikan daya dorong yang kuat. Khususnya untuk pemulihan pariwisata pasca pandemi. "Lah kan tidak wajib kebijakan ini walau pun gratis. Silakan pelaku usaha memiliki" sindirnya. Pengawasan terkait pelaku usaha lebih utama. Pria yang juga merupakan dosen Unmul tersebut menuturkan, sumber daya manusia (SDM) yang mengawasi berjalannya sertifikasi ini setelahnya nanti tidak akan banyak. Dan kata Purwadi, ini tidak akan mudah. "Apalagi destinasi wisata kita kan jauh, di Berau, PPU (Penajam Paser Utara) misalnya. Kendaraan jauh, akses juga susah. Sebagus apa pun kebijakannya kalau pengawasanya lemah ya sama aja," celetuk Purwadi. Selain itu, transparansi wilayah hotel dan wisata yang ada di Kaltim juga tidak ada. Bagaimana bisa memetakan wilayah mana saja yang harus bersertifikasi jika transparansi kejelasan mapping tidak ada. Dipertegas lagi oleh Purwadi, kebijakan ini tidak akan berpengaruh terhadap sektor wisata.  "Malah terlihat menghabiskan anggaran di akhir tahun," pungkasnya. (nad/eny)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: