Mengejawantahkan Rahmat untuk Alam Semesta

Mengejawantahkan Rahmat untuk Alam Semesta

OLEH: HARTONO*

Surah al-Anbiya ayat 107 berbunyi, “Dan tidaklah kami (Allah) mengutus engkau (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi semesta alam”. Ayat ini mengabarkan bahwa Allah telah menjadikan Muhammad SAW sebagai rahmat semesta alam untuk kalian semua. Barang siapa yang menerima rahmat itu, maka dijanjikan mendapatkan kebahagiaan. Baik di dunia maupun di akhirat. Untuk menjabarkan rahmat, setidaknya ada tiga pendekatan kontekstual yang mesti mampu kita hadirkan dalam kehidupan ini.

Pertama, rahmat untuk sesama muslim. Rasa saling mengasihi, saling menyayangi dan saling menghormati sudah semestinya mampu kita hadirkan dalah kehidupan sehari-hari. Lebih-lebih di masa pandemi COVID-19 ini. Di masa pandemi, sungguh kita sedang diuji oleh Allah. Yakni seberapa kuat iman kita dan seberapa banyak usaha yang telah dilakukan untuk tetap sehat. Menjaga diri di tengan berbagai macam ketidakpastian ini.

Di tengan situasi tersebut, apa pun pilihan kata, pilihan ideologi, pilihan aliran politik, pilihan ormas dan seterusnya, sudah semestinya mampu menghadirkan kedamain di atas segala perbedaan. Jangan selalu memperuncing perbedaan. Namun mari kita cari simpul-simpul persamaan.

Dalam banyak kesempatan, penulis juga sering menyampaikan, pelangi itu nampah indah nan cantik manakala semuanya mampu diramu dan ditampilkan sedemikian rupa. Pun salah satu wujud tampilan-tampilan keindahan persamaan itu yakni manakala setiap kita mampu menahan diri, menahan jari jemari kita untuk berpuasa agar tidak menyinggung sana-sini, meyebarkan berita hoaks, atau buru-buru meyebarkan informasi yang sumber dan validitasnya masih belum bisa dipastikan kebenarannya.

Kedua, rahmat untuk sesama manusia. Dalam Alquran disebutkan, “Sungguh aku muliakan anak cucu bani Adam.” Artinya, kita sudah semestinya mampu tampil untuk semua golongan, suku bangsa, agama dan budaya. Di mana kesemuanya menjadi satu kesatuan yang indah untuk kita bangun. Dalam ikatan-ikatan sosial yang majemuk. Jika penekanannya pada sisi akidah, bolehlah mungkin Islam berbeda dengan agama yang lain. Namun yakinlah, kita tetap sama. Yakni sama-sama manusia di hadapan-Nya. Jika konsepsi dan paradigma kesamaan ini yang kita bangun dan hadirkan dalam kehidupan ini, penulis yakin kehidupan ini akan baik, mapan dan toleran.

Ketiga, rahmat untuk alam semesta. Dalam Maqosid As-syariah yang digagas oleh Imam As-Saytibi disebutkan ada lima konsepsi tujuan umum syariah. Yakni menjaga agama (khifduddin), menjaga akal (khifdul aqel), menjaga jiwa (khifdunnafes), menjaga keturunan (khifdul ‘asel) dan menjaga harta (khifdul mal).

Karena itu, sudahkah kita menjaga alam semesta ini termasuk isi di dalamnya? Pendapat pertama menyebut, menjaga alam sudah masuk pada wilayah menjaga harta (khifdul mal). Sedangkan pendapat kedua menegaskan, butuh cara pandang yang lebih luas lagi. Sebab menjaga alam menjadi bagian sangat penting dalam kehidupan ini. Alam, bumi, kerusakan ekologi, global warming saat ini menjadi perhatian bersama. Tak terkecuali kalangan agamawan. Mereka mesti turut serta menyuarakan hal ini. Ia tak boleh abai. Apalagi alpa. Sebab, tanpa ada fatwa, gerakan dan tindakan nyata secara kolektif dari segala unsur semuanya mustahil dapat dilakukan.

Untuk merealisasikan pemahaman di atas, maka setidaknya ada dua pendekatan yang mesti dilakukan secara bersama-sama: pertama, membangun pola pikir. Menanamkan pikiran-pikiran bahwa menjaga alam begitu penting untuk dilakukan oleh semua pihak. Hal ini merupakan keniscayaan. Sebab dengan menjaga alam, sama saja setiap kita taat, tunduk dan menghamba pada Sang Pencipta alam ini.

Kedua, tindakan nyata. Jika ulama, habaib, tuan guru, cendekiawan hadir dengan fatwa-fatwanya, dengan dalil-dalilnya, maka itulah posisi dan porsi yang sudah semestinya ia emban. Sedangkan bagi pemerintah mulai dari tingkat bawah RT, RW, lurah, camat, bupati-wali kota, gubernur, menteri sampai presiden, sudah semestinya menjadi yang terdepan. Untuk memberi contoh riil. Dalam menjaga alam ini.

Berbagai kerusakan alam sudah semestinya mampu dicegah dengan menyediakan fasilitas publik untuk kebersihan serta penghijauan. Masih banyak lagi yang mampu diperbuat oleh pemerintah. Tinggal ada kemauan dan kemampuan atau tidak.

Sedangkan untuk civil soceity, masyarakat luas, NGO, Ormas, LSM tak boleh berpangku tangan dengan menyerahkan semuanya kepada ulama dan pemerintah semata. Tapi harus terjun langsung untuk terus mengedukasi dan mengadvokasi masyarakat.

Inilah pesan kenabian yang begitu mulia. Rahmatnya mampu menembus segala lapisan dalam ruang dan waktu. Ia hadir bukan untuk merahmati Islam semata. Namun untuk merahmati semua manusia dan alam semesta ini. (*Dosen STAIS Kutai Timur/Direktur Lingkar Masyarakat Madani)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: