Mufakat Kanjeng Sinuhun (11): Penangguhan

Mufakat Kanjeng Sinuhun (11): Penangguhan

*****

Keesokan harinya. Sultan diburu Kaum Hermes. Mereka ingin menanyakan perihal status tersangka empat aparat pemangku kota itu. Sebenarnya Sultan ingin menghindar. Menahan diri untuk tidak keluar ruangannya. Namun, Kaum Hermes sudah menunggunya di depan pintu ruangan. Mereka duduk lesehan persis disamping-samping pintu itu. Mereka tahu bahwa Sultan ada di dalam ruangan. Identifikasinya mudah. Mobil dinasnya masih terparkir. Sang ajudan juga masih terlihat lalu lalang di lobi kantor pemangku kota.

Sultan keluar ruangannya. Brakkk…Pintu ruangan itu tertutup sendiri dengan keras. Sultan tak sempat menahannya, ia keburu kaget, melihat Kaum Hermes yang sudah menantinya. Pintu tersebut memang didesain seperti itu, jika dibuka akan menutup sendiri. Sengaja, karena banyak tamu yang lupa menutup pintu ruangan. Sementara ruangan itu ber-AC. Sehingga mudah rusak. Beberapa kali pemangku kota harus memperbaiki alat pendingan di ruangan tersebut. 

“Aduh. Ada apa ini, tidak jual sembako disini,” seloroh Sultan. Masih bisa bercanda seperti biasanya. Para Hermes pun tertawa mendengar ucapan itu.

Abe dan Henry Natan ada bersama rombongan Kaum Hermes. Mereka langsung mencecar dengan pertanyaan soal nama-nama tersangka yang sudah diumumkan Punggawa Militer Besar. Sehari sebelumnya.

Dengan santai Sultan menyampaikan bahwa Pemangku Kota akan mengikuti semua proses hukum yang berlaku. Namun, sebagai pimpinan, ia tetap akan mengedepankan praduga tak bersalah. Karenanya ia sudah meminta penangguhan penahanan dan akan menyiapkan tim bantuan hukum kepada bawahannya yang terjerat kasus tersebut.

Mendengar jawaban itu, para jurnalis tersebut langsung “beringas” menghujani Sultan dengan pertanyaan susulan. Kenapa seorang kepala pemangku kota malah mengajukan penangguhan penahanan? Kenapa pula sibuk menyiapkan bantuan hukum? Kenapa tidak diserahkan saja kepada penegak hukum yang ada untuk memprosesnya. Ini kan kasus korupsi.

Nalar Kaum Hermes mulai bermain. Jangan-jangan pemangku kota juga terlibat. Sampai-sampai lembaga pemerintah itu turun tangan untuk membantu bawahannya yang sudah ditetapkan tersangka. Gawat…ini.

“Iya kan baru tersangka. Tapi, nanti dibuktikan di pengadilan kan? Mereka juga rakyat kita seperti kalian,” kata Sultan, sambil berjalan menuruni tangga.

Kaum Hermes belum puas. Tetap menghadang di depan. Sambil berjalan mundur. Sebagian lainnya mengiringi di samping dan belakang Sultan.

“Pak, kemarin kan dipanggil juga ya,” tanya Henry Natan.

“Iya, sudah dua kali”.

“Apa saja yang ditanyakan?” Henry coba untuk memancing dengan pertanyaan. Namun Sultan tak mau terperangkap. Sudah lama ia mengenal Kaum Hermes. Menjebak dengan pertanyaan-pertanyaan. Kali ini tidak akan terjadi. Ia coba ubah fokusnya.

“Aduh..lupa ya apa saja yang ditanyakan,” selorohnya.

“Masa lupa, Pak?”.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: