Profesi PNS dalam Persepsi dan Realita

Profesi PNS dalam Persepsi dan Realita

OLEH: M FADHOL TAMIMY*

Dahulu sempat berpikir bahwasanya menjadi PNS itu pekerjaan yang santai dan bergaji besar. Saking istimewanya, saya selalu mengamini bahwasanya dengan menjadi PNS memilih pasangan hidup itu akan selalu mudah. Terlebih karena calon mertua akan menganggap kita mantu idamannya. Selain urusan jodoh, yang lebih penting adalah pekerjaannya yang tidak ngoyo. Ongkang-ongkang kaki. Lalu dapat gaji rutin setiap bulan.

Indah nian memang hingga akhirnya membuat haluan impian saya berputar 180o. Dari yang awalnya ingin menjadi seorang psikolog sekaligus menekuni full dunia menulis saja, akhirnya beralih untuk berjibaku di tengah lautan manusia mendaftar menjadi PNS. Saking niatnya menjadi PNS, segala usaha saya lakukan. Mulai dari belajar materi CAT sampai meminum segala ramuan vitamin. Agar otak gampang ingat. Susah lupa. Mulai dari cara fisik sampai dengan cara goib (salat dan berdoa) pun saya tempuh dengan kesungguhan.

Segala pengamalan motivasi pun saya lahab hingga mungkin saya akan percaya diri jika diberikan tantangan menjadi motivasi ala “salam supernya” Mario Teguh dadakan, saya pun dapat melakukannya. Semua demi menjaga keyakinan dan good performance saat tes. Hingga akhirnya usaha yang dilakukan berbuah manis. Saya pun diterima menjadi PNS di Kementerian Hukum dan HAM. Penempatannya di Lapas Kelas IIA Tenggarong.

Di awal bekerja, rasa-rasanya hal tersebut seperti menjadi kenyataan. Manakala lamaran saya diterima dan pekerjaan yang saya kerjakan bisa dilakukan dengan baik. Namun, setelah beberapa hari, tepatnya setelah masa-masa orientasi, dinamika pekerjaan pun terlihat dengan jelas.

Semua itu diawali dengan kegiatan kedinasan di luar daripada jam kerja. Karena saya bekerja sebagai penjaga tahanan. Sehingga sistem kerjanya pun sift. Hingga kesiap-siagaan untuk diperbantukan manakala dibutuhkan untuk mengawal kegiatan pembinaan dan pelayanan. Asumsi bekerja menjadi PNS yang dahulu saya anggap santai dan gampang semakin ambyar. Manakala saya harus diminta untuk membantu mengurusi hal-hal lain di luar dari tupoksi saya.

Terlebih lagi saat saya ditugaskan untuk mengisi posisi sebagai staf. Realita menjadi PNS itu santai seketika sirna. Saat saya melihat setumpuk berkas menggunug untuk segera diselesaikan. Makin terasa berat lagi saat momen pengiriman tahanan baru yang harus disertai pengecekan fisik dan registrasi berkas. Tak jarang ada beberapa momen dalam pekerjaan yang membuat saya harus berangkat setengah 7 pagi dan pulang hingga jam 2 pagi. Dan apa yang saya rasakan pun tak disangka juga dirasakan oleh para senior. Bahkan hal ini telah terjadi turun-temurun dalam momen tertentu.

Saya pun mencoba untuk tetap mempertahankan asumsi saya. Bahwasanya menjadi PNS itu enak, santai, gaji gede, dan menunjang penampilan parlente. Saya berbincang dengan teman tentang dinamika menjadi PNS. Dan tak dinyana, ia pun mengisahkan saudarinya yang menjadi PNS di pemprov. Di mana ia harus rela lembur tanpa ada jatah uang tambahan. Plus pekerjaan administratif yang tumpukannya segede gaban. Setelah perbincangan tersebut, saya menemukan notifikasi dari situs tanya jawab yang pas sekali pembahasannya mengenai pekerjaan ini. Sang penulis adalah seorang PNS yang mengalami nasib serupa. Di mana jam kerja yang telah ditentukan namun tidak bisa serta-merta pulang begitu saja. Sebelum menyelesaikan setumpuk berkas lain di luar dari tupoksi yang seharusnya bukan tanggung jawabnya.

Di luar dari dinamika tersebut, saya tidak menampik bahwa mungkin saja masih ada PNS yang kerjaannya memang santai, gaji konstan lancar jaya dibarengi dengan tunjangan yang subhanallah besar. Akan tetapi itu tidak semuanya. Itu hanyalah “wang sinawang” semata. Di mana segala yang kita lihat belum tentu seperti apa yang kita pikirkan.

Dari sana saya belajar, ternyata menjadi seorang PNS itu tidak hanya berbicara mengenai simbol pekerjaan, kondisi sosial, hingga nilai SK yang bisa dipakai untuk utang saja. Namun menjadi PNS ternyata melampaui dari makna sederhana keduniawian semata. Ia juga melingkupi urusan nasionalisme, keagamaan, dan juga kemanusiaan. Ada pengorbanan yang harus siap kita lakukan.

Nilai tersebut termaktub dalam kesiap-siagaan dalam bentuk pelayanan, dan kekikhlasan melayani masyarakat dalam kondisi apa pun. Siap untuk tidak dipuji saat Anda baik dalam bekerja dan siap pula untuk menerima komplain saat Anda tidak maksimal bekerja. Hingga stigma negatif di tengah masyarakat. Keprofesionalan dalam bekerja hingga loyalitas untuk siap sedia ditempatkan di mana saja dan di segala waktu yang dibutuhkan. Demi berjalannya roda keorganisasian. Ini adalah hal mutlak yang akan ditemui PNS.

Tak sedikit pula mereka yang harus rela berjauhan dengan keluarganya. Manakala mereka ditempatkan atau dimutasi di luar dari daerah asalnya. Itu semua adalah sebuah dinamika serta konsekuensi yang harus dialami PNS.

Lewat tulisan ini penulis mengajak adik-adik yang baru lulus kuliah atau teman-teman yang sedang berjuang atau bahkan telah berhasil sebagai pejuang NIP, guna menata kembali tujuan sebagai PNS.

Membahagiakan orang tua atau orang yang dicintai tak melulu menjadi PNS. Namun berprofesi apa pun sejatinya juga bisa membanggakan dan membahagiakan mereka. Karena menjadi PNS itu tidak hanya kebahagiaan keluarga saja. Namun kebahagiaan masyarakat juga menjadi tanggungan sebagai seorang abdi negara.

Jika berprofesi sebagai PNS untuk menjadi kaya, sebaiknya diurungkan dahulu niatnya. Karena jika patokannya kekayaan, tidak akan ada PNS yang rela menyekolahkan SK ke bank untuk mencari utang. Memang profesi PNS tidak akan membuat Anda kaya raya. Untuk hidup cukup saja mungkin masih bisa. PNS kaya yang Anda lihat dengan gaya hidup parlente itu sejatinya terselip usaha sampingan yang menyertainya. Kekayaannya tidak sepenuhnya berasal dari gajinya. Jika ia kaya raya dengan gaya hidup bak artis yang mengandalkan gaji saja, percayalah itu tidak akan lama. Karena akan ada KPK yang mengintainya. Wallahua’lam bishowab. (*PNS di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Tenggarong)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: