Sejarah Konflik Palestina dan Israel
Tuntutan utama warga Palestina dalam perundingan damai adalah “hak untuk kembali” bagi para keturunan ini ke rumah-rumah yang ditinggalkan keluarga mereka pada 1948.
Ada perang besar lain di 1967. Di mana Israel mengalahkan pasukan Mesir, Suriah, dan Yordania. Dalam konflik yang berlangsung hanya enam hari, dan mengakibatkan Israel merebut Tepi Barat dan Yerusalem Timur dari Yordania. Mereka telah mengendalikan wilayah-wilayah ini sejak saat itu.
Wilayah tersebut dianggap oleh PBB sebagai wilayah Palestina. Banyak negara lain menganggapnya sebagai tanah “pendudukan”. Sementara Israel menganggapnya sebagai wilayah “yang disengketakan” dan ingin statusnya diselesaikan dalam negosiasi perdamaian.
UPAYA PERDAMAIAN
Setelah bertahun-tahun konflik yang diwarnai kekerasan, kedua belah pihak mencapai kesepakatan pada 1993. Palestina akan mengakui negara Israel dan Israel akan mengakui Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Sebagai perwakilan sah rakyat Palestina. Disebut Perjanjian Oslo, kesepakatan itu juga menciptakan Otoritas Palestina. Yang memiliki beberapa kekuasaan pemerintahan sendiri yang terbatas di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Itu adalah kesepakatan sementara. Sebelum apa yang seharusnya menjadi perjanjian damai komprehensif dalam lima tahun. Itu tidak terjadi. Ada KTT perdamaian yang gagal diselenggarakan oleh AS pada 2000.
Kunjungan Ariel Sharon, pria yang saat itu akan menjadi Perdana Menteri Israel, ke Kuil Mount di Yerusalem Timur yang dilihat oleh Palestina sebagai penegasan kedaulatan Israel atas Masjid Al-Aqṣa (situs tersuci ketiga Islam), merupakan salah satu alasan utama yang mengarah pada intifada kedua (pemberontakan dengan kekerasan) warga Palestina.
Selama lima tahun berikutnya, ada sekitar 3.000 korban dari warga Palestina dan 1.000 korban Israel. Banyak warga sipil Israel tewas. Karena aksi bom bunuh diri.
Konsekuensinya sangat besar. Israel mundur dari Gaza. Pada pertengahan 2000-an, Hamas, sebuah faksi fundamentalis Sunni Palestina yang dianggap sebagai organisasi teroris oleh banyak negara, mengambil alih wilayah pesisir.
Fatah, organisasi Palestina yang lebih umum, tetap mengendalikan Otoritas Palestina yang diakui secara eksternal, yang berbasis di Tepi Barat.
Hamas menggunakan Gaza sebagai landasan untuk serangan roket atau mortir yang sesekali melintasi perbatasan, yang memperkuat pandangan publik Israel. “Itu membuat warga Yahudi Israel semakin menentang segala bentuk perjanjian dengan Palestina,” kata Merom.
“Logikanya adalah: jika kita memberi mereka sebuah wilayah dan yang mereka lakukan hanyalah menjadikannya basis untuk menyerang permukiman Israel, maka kesepakatan seperti apa itu?” lanjutnya.
Karenanya, Gaza ditempatkan di bawah blokade militer Israel yang membatasi pasokan makanan, air, dan energi untuk 1,8 juta penduduknya. Kondisi hidup masyarakat Palestina ini telah digambarkan sebagai penjara terbuka terbesar di dunia.
Israel menjadi kekuatan nuklir yang tidak diumumkan pada pertengahan 1980-an. Dengan dukungan Amerika Serikat (AS), Israel membangun salah satu pasukan pertahanan paling tangguh di dunia.
Asisten Profesor Maha Nassar, dari Sekolah Studi Timur Tengah dan Afrika Utara di University of Arizona, berpendapat, dukungan AS terhadap Israel telah menjadi salah satu alasan utama mengapa konflik ini sangat sulit untuk diselesaikan.
“Pihak paling kuat yang terlibat, Amerika Serikat, telah secara konsisten memihak Israel atas Palestina, dan telah menekan Palestina untuk melepaskan hak dasar mereka untuk menentukan nasib sendiri,” katanya kepada SBS News.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: