Royalti Batu Bara Tak Dihapus

Royalti Batu Bara Tak Dihapus

Memang miris. Kukar memiliki ratusan tambang batu bara. Tetapi sebagian warganya belum menikmati listrik dari PLN. Ada warga yang sejak masa kemerdekaan Indonesia hingga saat ini belum menikmati listrik. Ada pula yang sudah mendapatkan listrik. Tetapi dari hasil swadaya masyarakat. Itu pun hanya di waktu-waktu tertentu. Sementara setiap waktu batu bara di kabupaten itu dikeruk dan dieksploitasi habis-habisan.

Di lain sisi, sektor batu mendapatkan pukulan seiring penurunan harga batu bara karena turunnya permintaan dari China. Beberapa tahun terakhir, memang Negeri Tirai Bambu menurunkan permintaan batu bara dari Indonesia. Merosotnya permintaan emas hitam itu membawa imbas negatif bagi perusahaan-perusahaan batu bara di Kaltim. Sejumlah perusahaan menekan produksi. Lalu merumahkan bahkan memberhentikan sebagian karyawannya. Pengangguran di Kaltim pun bertambah.

Karena itu, pemerintah mendorong hilirisasi. Agar batu bara tak dijual secara mentah dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pasar domestik. Ketika industri hilir berhasil didorong, maka penggunaan batu bara akan lebih efisien. Umur pemanfaatannya pun akan lebih panjang. Di lain sisi, serapan tenaga kerja lokal akan lebih banyak. Karena ada industri hilir batu bara.

URGENTI INSENTIF

Undang-Undang Minerba sejatinya telah mengatur kewajiban perusahaan batu bara melakukan hilirisasi. Tetapi undang-undang ini memiliki kelemahan. Tidak ada sanksi yang jelas bagi perusahaan yang tidak menciptakan nilai tambah bagi batu bara. Tak ada pula insentif fiskal maupun non-fiskal yang diberikan bagi perusahaan yang berhasil melaksanakannya. Perusahaan pun acuh tak acuh menjalankan aturan itu karena bergerak di sektor hilir sama saja masuk dalam bisnis dengan investasi super jumbo, pasar yang belum jelas, dan return yang membutuhkan waktu bertahun-tahun.

Celah ini yang barangkali dilihat oleh DPR dan pemerintah pusat. Pemerintah memberikan insentif royalti 0 persen bagi perusahaan yang melakukan hilirisasi. Dengan begitu, perusahaan-perusahaan tergerak untuk memanfaatkannya demi menghasilkan nilai tambah bagi komoditas batu bara.

Bagi pemegang PKP2B, royalti yang besarannya 13,5 persen itu bisa digunakan untuk berinvestasi dan berbisnis di sektor hilir. Sementara bagi pemegang IUP tambang batu bara terbuka yang besaran royaltinya 3-7 persen itu bisa digunakan untuk berinvestasi dalam pengolahan emas hitam. Begitu pula bagi pemegang IUP tambang batu bara yang royaltinya 2-6 persen itu. Dengan begitu, keterbatasan biaya dalam investasi di bisnis hilir batu bara bisa terselesaikan.

MANFAAT BAGI DAERAH

Hilirisasi tentu saja tidak akan menurunkan pendapatan daerah dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka pendek, daerah masih bisa menerima DBH dari sektor batu bara. Karena hilirisasi membutuhkan waktu yang relatif panjang. Sementara dalam jangka panjang, setelah hilirisasi berhasil dilakukan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan menerima multiplier effect.

Bagi Kaltim, jika perusahaan batu bara dapat membangun PLTU di mulut tambang yang listriknya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar perusahaan, maka rasio elektrifikasi akan meningkat. Warga yang tak pernah mendapatkan pasokan listrik bisa mendapatkannya dari PLTU yang dibangun perusahaan.

Efek positif lainnya, tenaga kerja lokal akan terserap di industri hilir. Pekerja yang selama ini diberhentikan atau dirumahkan bisa direkrut dalam perusahaan yang bergerak di sektor hilir itu. Pengangguran pun berkurang. Akibatnya, kesejahteraan masyarakat meningkat.

Pemerintah juga bisa mengantongi pendapatan tambahan dari sektor hilir. Salah satunya bisa dalam bentuk pajak. Daerah pun akan mendapatkan imbas positifnya. Minimal bertambahnya DBH dari pemerintah pusat.

Lebih jauh, apabila semua skema hilirisasi batu bara bisa dikembangkan oleh pemerintah, maka lebih banyak lagi efeknya bagi pusat dan daerah. Skema hilirisasi itu meliputi gasifikasi batu bara, pembuatan kokas (cokes making), underground coal gasification, pencairan batu bara, peningkatan mutu batu bara, pembuatan briket, dan coal slurry/coal water mixture.

Contoh lainnya, PT Bakrie Capital Indonesia (BCI), PT Ithaca Resources, dan Air Products yang akan memproduksi metanol di Bengalon, Kutai Timur. Pabrik yang dibangun dari hasil investasi tiga perusahaan itu akan mulai beroperasi tahun 2024. Dengan estimasi produksi 1,8 juta ton metanol per tahun. Jika beroperasi, hal ini bisa menekan impor Bahan Bakar Minyak (BBM).

Meski begitu, kebijakan pemerintah ini tetap perlu pengawasan, kritik dan koreksi dari semua pihak, dan masukan-masukan yang produktif untuk menyempurnakan aturan dan pelaksanaannya. Supaya ke depan Kaltim tidak hanya menerima efek negatifnya belaka. Tetapi juga bisa membawa kesejateraan bagi masyarakat Kaltim. Semoga. (*Wartawan Disway Kaltim)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: