Mengokohkan Pondasi Demokrasi Tanpa Anarki
OLEH: ADITYA PRASTIAN S*
Demokrasi tanpa anarki nyatanya hanya menjadi idealisme belaka. Karena memiliki paradoks dengan fakta. Hakikat demokrasi tentang kebebasan berpendapat telah tereduksi. Fenomena tersebut bisa dilihat dari kondisi yang baru-baru ini terjadi di Indonesia. Kerusuhan dalam aksi penolakan RUU Ciptaker yang terjadi di lapangan menjadi perhatian bagi publik secara nasional. Terlepas ada spekulasi oknum-oknum tertentu penunggang aksi yang berujung anarki, tindakan tersebut sangat tidak dibenarkan. Karena sangat merugikan masyarakat.
Viralnya berbagai video aksi kerusahan di jagat media sosial seolah-olah ada sebuah adu domba di masyarakat. Bagaimana tidak, setiap akun di media sosial telah mempublikasikan berbagai adegan kekerasan antara demonstran dan aparat hukum. Mulai dari video oknum demonstran yang merusak berbagai fasilitas umum, intimidasi aparat polisi kepada demonstran dan sebaliknya. Semua itu bisa dilihat oleh sepasang mata di media elektronik.
Akibat kerusuhan aksi demokrasi tersebut, sebanyak 131 demonstran telah ditetapkan sebagai tersangka. Negara juga mengalami kerugian yang cukup besar akibat fasilitas-faslitas umum yang ikut rusak. Apalagi kondisi saat ini sedang pandemi. Indonesia yang sedang mengolah keuangan untuk pemulihan ekonomi nasional akan teralihkan sebagai perbaikan kerusakan yang seharusnya tidak dilakukan.
Fenomena tersebut sungguh mencoreng nama baik Indonesia. Hal tersebut bisa memunculkan spekulasi internasional tentang stereotipe budaya demokrasi Indonesia yang tidak lepas dari anarki. Secara hukum memang benar bahwa aksi kerusuhan harus ditindak secara tegas. Akan tetapi hakikat hukum secara fundamental adalah sebagai alat pencegah. Dalam hal ini perlu dianalisis problematika yang menjadi sumber kekacauan. Agar ada solusi. Dalam rangka penyelenggaraan demokrasi kondusif tanpa anarki.
PENYEBAB ANARKI
Demokrasi tidak kondusif bisa terjadi akibat pengaruh konfrontasi dari watak anti-demokrasi. Watak ini muncul karena pengaruh eksternal. Filsuf kenamaan asal Amerika, John Dewey, memahami betul bahwa kemunculan watak anti-demokrasi akibat bayang-bayang intervensi dari pemodal. Politik bisa muncul akibat pengaruh swasta. Dalam demokrasi, pengaruh tersebut harus disingkirkan. Bukan saja karena dominasinya atas arena politik. Namun karena institusi kekuasaan swasta yang dapat meruntuhkan demokrasi.
UU Ciptaker yang mengatur ranah ekonomi sangat sarat sebagai produk yang anti-demokrasi. Seperti pendapat Chomsky dalam esainya, Democracy and Education, kekuasaan terletak pada kontrol produksi, perniagaan, media massa, transportasi dan perangkat demokratik (legislatif, eksekutif, dan yudikatif). Siapa pun yang memiliki semua itu, maka ia bisa menguasai negeri di balik layar dalam sistem demokrasi. Nuansa politis yang sangat kental pada UU Ciptaker menjadi pembuka celah bagi kalangan oligarki untuk berpartisipasi dalam mengambil bagian. Maka tidak heran di masa depan UU Ciptaker bisa menjadi kekuasaan terpusat demokrasi yang dipegang segelintir kelompok tertentu. Apabila tidak ada transparansi dalam pembuatan aturan tersebut.
Agar transparan, UU Ciptaker harus bisa diakses. Perlu ada ruang demokrasi untuk melihat tujuan hakiki dari UU tersebut. Jangan sampai UU Ciptaker menjadi kontrol oligarki untuk keuntungan kepentingan pribadi. Ruang demokrasi akan menjadi dialog semua pihak. Dalam membahas kepentingan bersama dalam aturan tersebut. Ruang demokrasi akan menjadi benteng penghalang bagi oknum pembawa paham anti-demokrasi.
EVALUASI BESAR-BESARAN
Peristiwa anarkis yang telah terjadi dalam sepekan ini perlu dievaluasi secara serius. Evaluasi tidak dilakukan oleh satu elemen. Namun seluruh elemen. Etika dan hukum dalam menyampaikan pendapat harus dijunjung tinggi. Itu berlaku bagi semua kalangan. Baik bagi aparat polisi, pemangku kepentingan maupun para demonstran.
Kebersamaan untuk merapatkan barisan perlu diperkuat oleh para demonstran. Untuk mencegah oknum anarkis. Agar tetap sesuai koridor. Bagi aparat hokum, etika profesi dan hukum juga perlu dijunjung tinggi. Ketentuan hukum pembatasan aparat untuk tidak berbuat kekerasan kepada demonstran harus diawasi dengan baik oleh institusi. Kemudian bagi para pemangku kepentingan perlu membuka ruang dialog yang seluas-luasnya. Agar bisa menampung segala aspirasi dari masyarakat.
Perlu melihat fakta bahwa ruang diskusi UU Ciptaker oleh negara yang tertutup rapat sebenarnya menjadi pemicu utama timbulnya aksi-aksi anarki. Wajar emosi para demonstran tersulut. Karena ruang demokrasi yang seharusnya menjadi ruang komunikasi transparansi pembuatan aturan sangat minim. Padahal, apabila para petinggi negara dengan tanggap membuka ruang dialog intensif, maka aksi-aksi anarkis yang bisa berakibat kerugian besar secara materil dan in-materil di masyarakat bisa dihindari.
Negara harus bisa menjalin hubungan yang harmonis dengan warganya. Bahwa lahirnya demokrasi atas dasar perjuangan revolusi melawan penindasan. Namun di era modern negara yang merdeka, demokrasi menjadi ruang kontrol negara dari masyarakat. Apabila ruang demokrasi tidak bisa dirawat bersama, maka bukan hal yang tidak pasti fungsi demokrasi akan kembali terdegradasi sebagai alat revolusi.
KAWAL DEMOKRASI
Menjaga keutuhan dan harmonisasi negara adalah satu tugas seluruh warga. Artinya, seluruh warga Indonesia tidak boleh apatis terhadap isu yang terjadi di Indonesia. Awareness perlu ditanamkan kepada masyarakat. Untuk bisa merespons isu nasional. Dalam hal ini perlu untuk memahami konstekstualisasi makna demokrasi. Yang sudah menjadi bagian dari negara ini. Tujuannya, ruang demokrasi bisa diterapkan secara etis. Tanpa merugikan masyarakat.
Seperti yang dikatakan Mahfud MD, negara tanpa demokrasi bisa berujung anarki. Hukum memiliki peran penting sebagai kontrol. Agar demokrasi tetap sesuai koridor. Akan tetapi, apabila tidak diimbangi dengan kesadaran terhadap demokrasi yang kondusif, hukum akan selalu bersifat represif. J.J. Rousseau mengatakan, perkembangan demokrasi sangat dipengaruhi oleh faktor budaya sebuah negara. Indonesia sebenarnya mempunyai modal besar. Dalam menegakkan demokrasi yang kondusif. Hal ini karena Indonesia memiliki etika, moral, kesopanan, kesusilaan yang bisa mendukung terwujudnya demokrasi tersebut.
Mengawal demokrasi melalui budaya akan memperkuat identitas dan keutuhan negara. Sehingga mari kita bersama-sama untuk belajar dan berbagi tentang makna demokrasi yang dilihat dari segi budaya bangsa. Tujuannya, merawat negara untuk secara bersama-sama menghindarikan anarki pada demokrasi. Apabila hal tersebut bisa dijalankan secara maksimal, sudah pasti idealisme demokrasi yang kondusif bukan hanya menjadi cita-cita. Akan tetapi bisa terwujud. (*Pemerhati Hukum)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: