Cawapres Amerika Pertama Keturunan India
Setelah menjabat tahun berikutnya, dia menunjukkan kemerdekaan politik. Barack Obama pun meminta dia menyelesaikan gugatan nasional terhadap pemberi pinjaman hipotek. Karena praktik yang tidak adil.
Buku Harris, Smart on Crime (2009, ditulis bersama Joan O’C. Hamilton), dianggap sebuah model untuk menangani masalah residivisme kriminal.
ANTEK POLISI?
Tak lama setelah Biden mengumumkan Harris sebagai cawapresnya, sejumlah kritik dilayangkan oleh kelompok kiri dan progresif Demokrat. Rekam jejak Harris yang keras sebagai jaksa dinilai kurang tepat. Untuk mewakili bangsa yang tengah bergairah memprotes ketidakadilan oleh aparat penegak hukum. Terlebih terhadap komunitas orang kulit hitam dan berwarna.
Akibatnya, gelar “polisi” kerap disematkan pada Harris. Terutama setelah ia ikut terjun memperebutkan kursi kandidat capres Demokrat sejak awal 2019. Menariknya, sebelum seruan “Kamala Harris is a cop” ramai dikicaukan, Harris tampak sesumbar mengaku sebagai top cop atau “polisi terbaik” ketika memberi sambutan pada Democratic National Convention tahun 2016. Beberapa bulan sebelum ia terpilih sebagai senator.
Briahna Joy Gray, mantan staf kampanye Bernie Sanders, berkicau bahwa penunjukkan Harris sebagai cawapres adalah penghinaan bagi kubu Demokrat. Selain itu, think tank, Gravel Institute mengungkapkan, “Joe Biden telah memilih seorang polisi.”
Democratic Socialists of America cabang Los Angeles melihat Harris sebagai polisi. Kemudian menekankan organisasi mereka akan selalu berpijak pada pendirian. Untuk menghapuskan polisi. Sebagai jaksa, Harris memang pernah menorehkan jejak-jejak kontroversial. Yang membuatnya kurang disukai oleh kalangan Demokrat progresif.
Sebelum dikenal sebagai Jaksa Penuntut Umum (JPU) di wilayah San Francisco selama 2 periode (2004-2011), Harris bekerja di kantor jaksa wilayah Alameda County. Untuk memproses kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak, pembunuhan, dan perampokan. Selang beberapa tahun, ia pindah ke kantor jaksa wilayah San Francisco dan dipasrahi tanggung jawab mengurus tuntutan kasus-kasus kriminal, serta membawahi divisi keluarga dan anak.
Tahun 2003, Harris mencalonkan diri sebagai JPU San Francisco. Ia bertarung melawan mantan atasannya, JPU progresif Terence Hallinan, yang dikenal berani melawan polisi dan mempunyai angka putusan bersalah (conviction rate) rendah di daerahnya. Menurut investigasi The Intercept, Harris menyudutkan Hallinan dengan tuduhan terlalu lembek dalam penegakan hukum.
Berbekal iklan kampanye bernada tough-on-crime,Harris berjanji akan menjadi jaksa yang smart dalam menindak kejahatan. Ia pun berhasil melengserkan Hallinan. Berkat donasi dari para elite sosialita. Termasuk dukungan suara dari asosiasi polisi yang pada waktu itu bermusuhan dengan Hallinan. Karena kantor jaksa pernah menuntut sejumlah anggota serta petinggi kepolisian atas tindakan pelanggaran.
Dalam kurun waktu 3 tahun sejak Harris diangkat sebagai JPU, angka putusan bersalah di San Francisco mengalami peningkatan. Lebih dari 200 anggota geng ditahan dan 40 persen lebih banyak pelaku kejahatan luar biasa dikirim ke penjara negara bagian. Contoh lain dari ketegasan hukum Harris terwujud dalam program anti-bolos sekolah sejak 2008. Yang bertujuan menuntut orang tua apabila anak mereka absen dari sekolah.
Menjelang akhir jabatan periode kedua Harris, tepatnya 2010, kredibilitas Harris sebagai jaksa dipertanyakan. Hal ini bermula dari skandal seorang teknisi lab kepolisian yang diduga mengambil barang bukti kokain untuk konsumsi pribadi. Pelanggaran ini berpotensi mengakibatkan analisis dan testimoni darinya tidak bisa diandalkan. Dalam ratusan kasus dakwaan narkoba.
Namun, Harris, termasuk jaksa-jaksa yang bekerja bersamanya, tidak menyampaikan informasi tersebut kepada pengacara pembela. San Francisco Gate mengkritik kantor jaksa Harris telah menyalahi hak-hak publik. Untuk mendapatkan pengadilan yang adil. Dengan menyembunyikan keterangan krusial.
Meski demikian, di balik langkah-langkahnya yang terlihat keras dengan dukungan solid polisi, Harris perlahan juga mendorong sejumlah langkah hukum reformis. Hal ini diawali dengan kandasnya kemesraan Harris dengan kepolisian ketika ia tidak bersedia menjatuhkan hukuman mati kepada anggota geng. Yang membunuh aparat polisi Isaac Espinoza tahun 2004.
Selain itu, terdapat program dari Harris yang sukses dijadikan percontohan nasional: “Back on Track”. Sejak 2005, program ini memberikan kesempatan bagi dewasa muda usia 18-30 tahun yang pertama kali melakukan penyalahgunaan obat-obatan. Untuk menyelesaikan pendidikan SMA sekaligus mendapatkan pekerjaan. Sebagai pengganti hukuman penjara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: