Opini Pajak: Transfer Pricing Dilihat dari Aspek Perpajakan Indonesia

Opini Pajak: Transfer Pricing Dilihat dari Aspek Perpajakan Indonesia

Oleh: Andi Murni Ratna, Konsultan Pajak 

 

Sebelum membahas mengenai apa transfer pricing/penetapan harga transfer.  Ada baiknya kita mengerti mengenai arti transfer pricing dari sisi perpajakan.

Transfer pricing adalah suatu kebijakan perusahaan dalam menentukan harga transfer suatu transaksi baik itu barang, jasa, harta tak berwujud, atau pun transaksi finansial yang dilakukan oleh perusahaan.

Terdapat dua kelompok transaksi dalam transfer pricing, yaitu intra-company dan inter-company transfer pricing. Intra-company transfer pricing merupakan transfer pricing antar divisi dalam satu perusahaan. Sementara Intercompany transfer pricing merupakan transfer pricing antara dua perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa.

Transaksinya sendiri bisa dilakukan dalam satu negara (domestic transfer pricing), maupun dengan negara yang berbeda (international transfer pricing).

Penetapan harga yang dapat dilakukan dengan transfer pricing antara lain manipulasi pada: harga penjualan, harga pembelian, alokasi biaya administrasi dan umum atau pun pada biaya overhead.

Lalu, pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang saham (shareholder loan). Pembayaran komisi, lisensi, franchise, sewa, royalti, imbalan atas jasa manajemen, imbalan atas jasa teknik, dan imbalan atas jasa lainnya. Pembelian harta perusahaan oleh pemegang saham (pemilik) atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa yang lebih rendah dari harga pasar. Penjualan kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang kurang/tidak mempunyai substansi usaha (seperti: dummy company, letter box company atau reinvoicing center).

Sebenarnya praktik transfer pricing ini sudah banyak dilakukan oleh banyak perusahaan. Hanya saja, tidak terlalu terasa efek pengurangan pajaknya apabila dilakukan antar divisi dalam satu perusahaan yang sama. Lain halnya apabila transfer pricing itu digunakan untuk menilai kinerja divisi. Hal ini disebabkan karena praktik transfer pricing akan memberikan hasil maksimal dalam hal ini meminimalkan jumlah pajak yang terutang, apabila adanya hubungan istimewa merupakan faktor penyebab utama timbulnya praktik transfer pricing.

Hubungan istimewa adalah hubungan kepemilikan antara satu perusahaan dengan perusahaan lain. Hubungan ini terjadi karena adanya keterkaitan, pertalian atau ketergantungan satu pihak dengan pihak yang lain yang tidak terdapat pada hubungan biasa, faktor kepemilikan atau penyertaan, adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi, adanya hubungan darah atau karena perkawinan merupakan faktor penyebab utama timbulnya hubungan istimewa.

Oleh karena itu faktor hubungan istimewa akan menjadi penting dalam menentukan besarnya penghasilan dan/atau biaya yang akan dibebankan untuk menghitung penghasilan kena pajak.

Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Perpajakan No. 10 Tahun 1994 menyebutkan bahwa hubungan istimewa ada apabila:

  1. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih pada wajib pajak lain, atau hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan 25% (dua puluh lima persen) atau lebih pada dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir; atau
  2. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya, atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
  3. Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau kesamping satu derajat.

Praktik transfer pricing ini dapat mengakibatkan terjadinya pengalihan penghasilan atau dasar pengenaan pajak dan/atau biaya dari satu wajib pajak ke wajib pajak yang lainnya, yang dapat direkayasa untuk menekan keseluruhan jumlah pajak terutang atas wajib pajak-wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut.

Sebenarnya kekurang-wajaran yang bisa timbul karena adanya praktik transfer pricing dapat terjadi antar wajib p dalam negeri atau antara wajib pajak dalam negeri dengan pihak luar negeri. Terutama yang berkedudukan di Tax Haven Countries (negara yang tidak memungut/memungut pajak lebih rendah dari Indonesia).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: