Keterbukaan Informasi Publik untuk Kaltim Berdaulat (2)

Keterbukaan Informasi Publik untuk Kaltim Berdaulat (2)

OLEH: IMRAN DUSE*
Sebagaimana diuraikan di bagian terdahulu, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) mewajibkan pemerintah (dan seluruh badan publik) tidak saja mengumumkan dan menyediakan informasi, tetapi juga memberikan kemudahan akses kepada publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya murah, dan cara sederhana.
Pasal 10 ayat (1) UU KIP mengatur kewajiban badan publik untuk “mengumumkan secara serta-merta suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum”. Sementara ayat (2) mengatur “kewajiban menyebarluaskan informasi publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami”.

Hal tersebut menampakkan, dibanding masa sebelumnya, rezim pengaturan keterbukaan informasi dewasa ini bukan alang kepalang selisihnya. Dulu, paradigma pengaturan informasi publik adalah “semua informasi bersifat tertutup, kecuali informasi yang dibuka”. Namun setelah UU KIP disahkan, lahir paradigma “semua informasi bersifat terbuka, kecuali yang dikecualikan”.

Bahkan, sifat pengecualiaan itu tidak absolut. Melainkan dibatasi oleh retensi atau waktu tertentu. Prosedur dalam menentukan informasi berkategori “dikecualikan” pun tidak mudah. Ia harus melalui proses pengujian konsekuensi.

UU KIP juga mengamanatkan tersedianya informasi secara terpusat pada PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi). Sehingga berbagai jenis informasi yang sebelumnya tersebar dan tidak tertata akan dikelola dengan efektif dan efisien, terklasifikasi, dan memudahkan akses bagi pengguna informasi.

Kemudahan akses itu pada gilirannya membuka pintu kebebasan memperoleh informasi (public access to information). Ini merupakan prasyarat ke arah terciptanya pemerintahan yang terbuka (open goverment). Di mana penyelenggaraan negara dikelola secara transparan dan partisipatoris.

Kondisi tersebut pada gilirannya akan menjadi pijakan dalam membangun tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Indikatornya antara lain adanya keterbukaan, partisipasi, akuntabilitas, efektivitas, dan koherensi.

Untuk maksud tersebut, UU KIP mengamanatkan dibentuknya lembaga negara independen yang disebut Komisi Informasi. Yakni lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi non-litigasi (Pasal 23 UU KIP).

Adapun Komisi Informasi Provinsi Kalimantan Timur (selanjutnya disingkat KIP Kaltim) terbentuk pada 2012 berdasarkan UU KIP dan Peraturan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 66 Tahun 2011 tentang Komisi Informasi Provinsi Kalimantan Timur.


Terbentuknya KIP Kaltim dengan segala tugas pokok, fungsi dan wewenangnya, sesungguhnya memiliki korelasi dan menopang upaya pencapaian visi RPJMD 2018-2023 Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim).

Visi “Berani untuk Kaltim Berdaulat” telah dijabarkan dalam lima misi Pemprov Kaltim. Pertama, berdaulat dalam pembangunan SDM yang berakhlak mulia dan berdaya saing. Kedua, berdaulat dalam pemberdayaan ekonomi wilayah dan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan. Ketiga, berdaulat memenuhi kebutuhan infrastruktur kewilayahan. Keempat, berdaulat dalam pengelolaan SDA yang berkelanjutan. Kelima, berdaulat mewujudkan birokrasi pemerintahan yang bersih, profesional, dan beorientasi pelayanan publik.

Hemat saya, pencapaian visi dan misi Pemprov Kaltim tersebut akan lebih cepat digapai bila implementasi pengaturan keterbukaan informasi publik dilaksanakan dengan efektif. Sesuai dengan UU KIP dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Sebagai tamsil, cita-cita mewujudkan pemerintahan yang bersih, profesional dan berorientasi pada pelayanan publik, sangat erat kaitannya dengan pelibatan warga (citizen engagement) dalam proses pengambilan kebijakan publik. Berbagai riset menunjukkan, partisipasi dan peran aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan publik berkorelasi dengan hadirnya tata kelola pemerintahan yang bersih dan profesional.

Ikhtiar memberi ruang bagi peran aktif dan partisipasi publik tersebut pada akhirnya menjadi jalan bagi terbentuknya masyarakat informasi di Kaltim. Hal ini ditandai dengan kian terjangkaunya sumber informasi serta meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap arti penting informasi dalam berbagai dimensi kehidupan.

Ciri berikut ialah terbukanya wawasan masyarakat memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara tepat guna. Pengelolaan informasi yang tertata baik, penyajian tepat waktu, yang kemudian dikemas memanfaatkan teknologi. Sehingga dapat dikembangkan menjadi komoditi bernilai ekonomis.
Dalam kaitan itu, kita mencatat perkembangan yang cukup baik dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini. Pandemi COVID-19 rupanya telah mendorong masyarakat menjadi semakin familiar dalam pemanfaatan internet. Akselerasi masyarakat informasi mendapatkan momen yang baik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: