Bankaltimtara

Kelompok Tani di Kutai Timur Minta Kepastian Ganti Rugi Lahan, Nilai Terjadi Ketidakadilan Sejak 2010

Kelompok Tani di Kutai Timur Minta Kepastian Ganti Rugi Lahan, Nilai Terjadi Ketidakadilan Sejak 2010

Rapat dengar pendapat di ruang hearing DPRD Kutai Timur, kelompok tani dan pihak pemerintahan.-Sakiya Yusri/Nomorsatukaltim-

BACA JUGA: Mahyunadi Pilih KM 5 untuk TPA Baru Kutim, Dianggap Aman dan Bernilai Infrastruktur

‎Menurutnya, kanal dan badan jalan yang kini menjadi objek sengketa justru dibangun atas inisiatif kelompok tani, bukan oleh pemerintah.

“Kanal dan jalan itu bukan dibuat oleh pemerintah. Itu inisiatif kelompok tani sendiri, pemerintah tidak mengeluarkan anggaran,” tegasnya.

‎Para kelompok tani juga mempertanyakan ketidakkonsistenan kebijakan pemerintah daerah dalam pembayaran ganti rugi.

Ia menyebut pada 2005 dan 2010, lahan di segmen atas dan bawah kanal telah dibayarkan, sementara segmen tengah justru terhenti.

BACA JUGA: Pemkab Kutim Siapkan 3 Hektare Lahan untuk Pembangunan Gudang Bulog

Ia menyebut kondisi tersebut menimbulkan kerugian ekonomi bagi petani dan memicu keresahan sosial.

“Kami ini petani, lahan adalah sumber hidup. Kalau terus dibiarkan tanpa kejelasan, tentu berdampak ke kehidupan kami,” ungkapnya.

‎Dalam RDP tersebut, kelompok tani juga menyepakati pembatalan 4 surat perorangan yang sebelumnya digunakan sebagai dasar pengukuran.

‎“Empat surat itu hanya dipakai agar pengukuran bisa berjalan. Hari ini kami sepakat, itu dianulir,” ujarnya.

BACA JUGA: Tempati Posisi Kedua Pengangguran Tertinggi di Kaltim, Ini Kata Bupati Kutim

Sket tahun 2008 yang dijadikan dasar dinas pertanahan tidak dibenarkan dan dianggap sket ilegal karena tidak ditandatangani oleh kepala dusun dan juga kepala desa.

Dan, ukuran lahannya yakni 50 meter lebar dan 1.600 meter panjangnya dengan rincian parit dan Jalan Sawito Pinrang 25 meter, 20 meter kanal 3 dan 5 meter Jalan Angin Mamiri, jadi total lebarnya yakni 50 meter.

‎Sebagai gantinya, kelompok tani meminta pemerintah daerah kembali menggunakan Surat Induk Kelompok Tani yang terbit pada 1989 sebagai dasar penyelesaian.

Ia menyebut luas lahan dalam Surat Induk Kelompok Tani mencapai sekitar 300 hektare dan telah menjadi dasar pembayaran pada tahun-tahun sebelumnya.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait