Dampingi Korban Kasus Pelecehan Seksual di Tenggarong, LBH JKN: Ini Kejahatan Luar Biasa!
Tim kuasa hukum korban pelecehan seksual di Tenggarong dari LBH JKN.-Ari Rachiem/Nomorsatukaltim-
KUTAI KARTANEGARA, NOMORSATUKALTIM – Lembaga Bantuan Hukum Jaringan Keadilan Nusantara (LBH JKN) menerima kuasa hukum dari 9 keluarga korban dugaan pelecehan seksual di lingkungan sekolah di Kecamatan Tenggarong, Kutai Kartanegara.
LBH JKN menyebut, kejadian ini sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. Diketahui, kasus ini mencuat ke publik sejak 6 September 2025.
Saat ini kasus tersebut menjadi sorotan serius karena jumlah korbannya 10 anak (sebelumnya wali murid sebut 11 anak), yang sebagian besar masih berada di usia sekolah dasar.
“Peristiwa ini sangat miris dan menjadi perhatian kami sebagai darurat perlindungan anak. Anak-anak berhak untuk hidup aman, tentram, dan terlindungi. Sayangnya, kasus ini justru terjadi di lingkungan sekolah,” ujar Wijianto Esa, Ketua LBH JKN dalam konferensi pers di Tenggarong pada Rabu 1 Oktober 2025.
BACA JUGA: Polres Kukar Selidiki Dugaan Pelecehan Seksual terhadap 11 Anak di Tenggarong
Ia menegaskan, bahwa kejahatan ini tergolong sebagai kejahatan luar biasa karena bukan hanya menyisakan trauma psikologis yang mendalam, tetapi juga mengancam masa depan para korban.
Menurutnya, proses hukum harus ditegakkan secara serius sesuai dengan UU Perlindungan Anak dan peraturan yang berlaku.
“Ini bukan kejahatan biasa. Negara harus hadir untuk memberi perlindungan maksimal bagi korban. Kami meminta semua pihak, terutama penegak hukum dan instansi pendidikan, tidak menyepelekan kasus ini,” lanjutnya.
Dari hasil pendampingan, LBH JKN mencatat bahwa lokasi kejadian bukan hanya di dalam lingkungan sekolah, tetapi juga di luar sekolah, termasuk pada jam belajar mengajar.
BACA JUGA: Siswi SMK Dicabuli Ayah Tiri Sejak SD, Terungkap setelah Korban Cerita ke Gurunya
Ironisnya, sekolah tempat kejadian tidak memiliki pagar pengaman, tidak ada petugas penjaga, dan pengawasan terhadap aktivitas anak-anak sangat minim.
“Kami juga mendesak Dinas Pendidikan Kutai Kartanegara untuk meningkatkan pengawasan di sekolah-sekolah. Jangan sampai ruang pendidikan berubah menjadi ruang ancaman bagi anak-anak,” tambah Wijianto.
LBH JKN mengungkapkan, bahwa dari 10 korban, dua anak mengalami trauma berat hingga tidak mau bersekolah lagi.
Sementara beberapa anak lainnya merasa cemas setiap kali bertemu pelaku, apalagi pelaku masih tinggal di desa yang sama dan sering berkeliaran bebas.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:

