BERAU, NOMORSATUKALTIM - Pemerintah Kabupaten Berau merespons Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Timur terkait dugaan maladministrasi pemberian Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi CPNS formasi 2024 Jabatan Fungsional Tenaga Kesehatan di lingkungan Dinas Kesehatan Berau.
Dalam laporan itu, Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Timur menemukan adanya kekurangan pembayaran TPP terhadap 126 CPNS jabatan fungsional tenaga kesehatan di Kabupaten Berau.
Selisih kurang bayar tersebut mencapai Rp2,016 miliar yang terjadi selama 7 bulan, sejak Juni hingga Desember 2025.
Menanggapi hal tersebut, Asisten III Bidang Administrasi Umum Setda Berau, Maulidiyah memastikan laporan Ombudsman tersebut telah diterima dan akan segera ditindaklanjuti sesuai ketentuan yang berlaku.
BACA JUGA: CPNS Formasi 2024 Nakes Berau Perjuangkan Pembayaran TPP Sesuai Aturan, Ombudsman RI Turun Tangan
“LHP Ombudsman sudah kami terima, tertanggal 9 Desember. Sesuai aturan, ada batas waktu 30 hari untuk menindaklanjuti dan ini akan saya sampaikan kepada Ibu Bupati,” kata Maulidiyah saat dikonfirmasi belum lama ini.
Ia menjelaskan, Pemkab Berau tidak akan gegabah dalam mengambil keputusan dan akan terlebih dahulu melakukan kajian teknis secara menyeluruh.
Langkah awal yang akan dilakukan, kata Maulidiyah adalah koordinasi internal serta konsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai pihak yang menetapkan regulasi terkait TPP.
“Secara teknis, kami akan mengkaji kembali dan berkonsultasi ke Kemendagri. Regulasi ini kan dibuat oleh pemerintah pusat, jadi perlu kejelasan agar kebijakan yang diambil tidak keliru,” ujarnya.
BACA JUGA: Bupati Berau Respons Tuntutan PNS Baru soal TPP, Regulasi Daerah Disesuaikan
BACA JUGA: Buntut Ketidakjelasan TPP Bikin 2 Dokter di Berau Mundur, RSUD Abdul Rivai Minta Nakes Bertahan
Maulidiyah menegaskan, Pemkab Berau juga harus mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah serta asas keadilan dalam mengambil kebijakan lanjutan.
Menurutnya, jabatan fungsional tidak hanya ada di Dinas Kesehatan, melainkan tersebar di berbagai perangkat daerah.
“Jabatan fungsional itu tidak hanya di Dinkes. Ada di dinas-dinas lain juga. Kalau nanti kebijakannya diberlakukan, harus adil dan dirasakan semua jabatan fungsional, tidak bisa parsial,” jelasnya.