Durian Nitrogen

Sabtu 24-04-2021,06:30 WIB
Reporter : Disway Kaltim Group
Editor : Disway Kaltim Group

“Dapat bibitnya ya Bawor itu,” jawabnya. “Musangkingnya hanya dapat dua pohon,” tambahnya.

Yanto sudah panen 4 kali. Termasuk yang Musangking. Harga jual Bawor Rp 300.000/kg. Musangking Rp 450.000/kg.

Meski hanya tamatan SD, Yanto pintar berhitung bisnis. Bawor adalah durian lokal termahal. Ia tidak mau tanam Montong. Yang harga jualnya hanya Rp 130.000/kg.

Saya jadi ingin tahu seperti apa jenis Bawor itu. Tapi tidak dijual di Rodjo Durian. Musimnya sudah lewat.

Dari pengalaman Yanto itu kita menjadi tahu: kita punya problem bibit dan problem musim. Di samping banyak problem lainnya.

Yanto berumur 40 tahun. Begitu tamat SD ia merantau ke Jakarta. Jualan koran. Lalu jualan sandal murah. Bertahun-tahun. Akhirnya punya toko sandal. Kian tahun toko sandalnya kian banyak.

“Berarti sudah punya tabungan? Sudah bisa beli rumah?” tanya saya.

“Saya belum pernah bisa beli rumah,” jawabnya.

Hah?

“Mertua sudah membelikan rumah,” jawabnya.

Tabungan yang punya: cukup untuk membeli tanah 1.600 m2 dan bibit durian 80 batang. “Saya tidak membayangkan kalau masih perlu biaya pemeliharaan. Ternyata mahal,” katanya.

Yanto mempekerjakan 10 orang untuk 80 batang itu. Untuk gaji mereka saja sudah Rp 20 juta sebulan. Belum pupuknya.

Kita masih begitu jauh dari yang harus kita kejar: Malaysia. Apalagi durian kita terlalu banyak ragamnya. Pembeli masih harus berjudi: dapat enak atau tidak.

Padahal yang kita kejar juga terus berlari. Mereka terus menemukan penyempurnaan jenis Musangking yang ada sekarang. Bukan hanya bibitnya tapi juga teknologi pasca panennya.

Teknologi itu disebut nitrogen. Itulah yang ingin saya lihat. Tapi saat berbuka puasa kemarin yang disajikan lebih dulu adalah Musangking yang segar. Artinya: durian yang dikirim langsung dari kebun. Baik lewat kapal maupun pesawat.

Tidak perlu saya ceritakan enaknya. Anda lebih tahu dari saya.

Tags :
Kategori :

Terkait