Kandasnya Calon Perseorangan di Pilkada

Senin 03-08-2020,09:18 WIB
Reporter : Y Samuel Laurens
Editor : Y Samuel Laurens

PELUANG CALON PERSEORANGAN

Namun, berdasarkan catatan pelaksanaan pilkada di Indonesia, kandidat perseorangan yang berhasil menang pada pilkada terbilang kecil.

Berdasarkan data yang dihimpun, baru ada satu kandidat yang bisa menang pilkada dari jalur perseorangan: Irwandi Yusuf-M Nazar pada Pilkada Aceh 2006.

Pengamat Politik Universitas Andalas (Unand) Padang Edi Indrizal menilai, saat ini secara aturan untuk calon perseorangan jauh lebih berat daripada pelaksanaan pilkada sebelumnya.

Ia memberi contoh untuk verifikasi faktual bukti dukungan saat ini yang dilakukan secara sensus dengan mendatangi semua pemilik KTP.

“Sedangkan sebelumnya hanya diambil sampel. Ini membuat calon perseorangan jika mengumpulkan dukungan KTP dengan cara lama akan berat,” tuturnya.

Kemudian kegagalan pasangan Fakhrizal-Genius mesti menjadi introspeksi bagaimana strategi pengumpulan dukungan KTP tidak bisa menggunakan cara lama.

“Misalnya, dengan mengumpulkan KTP bekas dukungan calon DPD RI. Sehingga mempertanggungjawabkan dukungan juga sulit,” ujarnya.

Berikutnya, setelah dilakukan verifikasi faktual dukungan dengan metode sensus, jika ada kekurangan, maka calon harus menyiapkan ganti dua kali lipat dari jumlah yang kurang. “Istilahnya lebih banyak nasi tambah daripada santapan nasi pertama,” katanya.

Dengan kondisi tersebut, maka akan sulit bagi calon perseorangan lolos verifikasi faktual. Apalagi jika tidak mempunyai metode yang tepat dalam mengumpulkan dukungan.

Ditinjau dari perspektif politik semakin sempitnya ruang calon perseorangan dengan beratnya persyaratan, Edi menilai, UU ini dibentuk oleh partai politik melalui wakil mereka di DPR.

“Jadi ada semangat partai politik untuk memperkuat peran mereka. Padahal dari sisi demokrasi, seharusnya tetap harus ada ruang,” imbuhnya.

Sementara dari sisi masyarakat, tidak ada persoalan apakah kepala daerah dari partai atau calon perseorangan. Ia memberikan contoh Wali Kota Bukittinggi Ramlan Nurmatias. Ia merupakan figur yang berhasil menang pada pilkada dari jalur perseorangan.

Terkait dari sisi biaya, memang ada asumsi bahwa calon yang maju dari jalur perseorangan, jika menggunakan partai politik, akan mengeluarkan biaya yang lebih besar.

Padahal kenyataan saat ini dibandingkan lima tahun lalu berbeda. Saat ini partai politik sudah mulai berbenah dan tidak terlalu menonjol soal biaya yang harus disiapkan calon.

Oleh sebab itu, jika ada yang berpikir biaya politik maju di pilkada lewat jalur perseorangan lebih murah tidak sepenuhnya benar. (an/qn)

Tags :
Kategori :

Terkait