Mudyat Jadi Ketua Umum AKPSI, Serukan Perang Lawan Perkebunan Sawit yang Minim Kontribusi
Bupati PPU, Mudyat Noor (keempat kanan), terpilih menjadi Ketua Umum AKPSI periode 2025-2030.-ist--

banner ppu baru---
JAKARTA, NOMORSATUKALTIM - Bupati Penajam Paser Utara (PPU), Mudyat Noor, resmi terpilih sebagai Ketua Umum AKPSI periode 2025-2030 dalam Musyawarah Nasional (Munas) II di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa 18 November 2025.
AKPSI sendiri merupakan kependekan dari Asosiasi Kabupaten Penghasil Sawit Indonesia dan Kabupaten PPU merupakan daerah penghasil sawit di Kalimantan Timur.
Pada saat Munas itu, Mudyat mengungguli Bupati Luwu dan Bupati Mamuju Tengah. Dan mandat yang diterima Bupati Mudyat bukan sekadar pergantian pucuk pimpinan dari Yulhaidir, Bupati Seruyan, tapi lebih besar dari itu.
Perjuangan untuk menuntut keadilan bagi daerah penghasil sawit yang selama ini merasa dianaktirikan oleh minimnya kontribusi perusahaan perkebunan di daerah setempat.
Dalam pidato perdananya, Mudyat langsung menembak jantung persoalan. Ia menegaskan, AKPSI di bawah kepemimpinannya harus menjadi wadah perlawanan untuk memperjuangkan hak-hak daerah. Kritikan tajamnya diarahkan pada perusahaan sawit yang kontribusinya dinilai sangat minim.
"Selama ini kontribusi perusahaan sawit masih sangat kecil, bahkan banyak persoalan muncul mulai dari konflik sosial, persoalan pertanahan, kerusakan infrastruktur, hingga retribusi daerah yang belum kami terima satu rupiah pun," ucapnya.
Dirinya mengibaratkan fenomena ini sebagai situasi negara dalam negara. Di mana perusahaan menguasai ribuan hingga jutaan hektare wilayah, namun daerah tidak memiliki kendali maksimal atas dampak dan manfaat ekonominya.
Kerusakan lingkungan, seperti perubahan struktur tanah yang menghambat pertanian pangan di PPU, menjadi contoh nyata dampak negatif tanpa adanya kompensasi yang setimpal.
Ia mendorong lahirnya regulasi pusat yang memberikan pendapatan lebih adil bagi daerah penghasil sawit. Ia menyoroti perbedaan sawit dengan sektor lain, di mana luas lahan yang masif tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakat setempat.
Menurutnya, advokasi bersama adalah kunci untuk merebut kembali hak daerah, termasuk memperjuangkan alokasi retribusi Tandan Buah Segar (TBS) dan dana-dana yang dihimpun oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) agar lebih berpihak kepada daerah penghasil sawit.
"Ini bukan sekadar pemilihan ketua. Ini soal bagaimana AKPSI menjadi wadah efektif memperjuangkan hak-hak daerah penghasil sawit, agar sawit benar-benar untuk rakyat," tandasnya. (*)
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
