67 Kasus Kekerasan terhadap Anak Terjadi di Berau, Didominasi Kekerasan Seksual
Kepala UPT Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) DPPKBP3A Berau, Yusran-Maulida Azwini-
BERAU, NOMORSATUKALTIM - Kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di Kabupaten Berau menunjukkan angka yang mengkhawatirkan.
Sepanjang tahun ini, tercatat 67 kasus kekerasan yang melibatkan anak di bawah usia 18 tahun, di mana 56 diantaranya merupakan kasus kekerasan seksual.
Kepala UPT Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) DPPKBP3A Berau, Yusran, mengatakan dominasi kekerasan seksual menjadi perhatian serius karena masih banyak masyarakat yang keliru memahami bentuk kekerasan seksual terhadap anak.
“Banyak yang mengira kekerasan seksual itu harus sampai terjadi persetubuhan. Padahal, disentuh, dicium, atau perlakuan fisik lain yang membuat anak atau orang tuanya keberatan, itu sudah masuk kategori kekerasan seksual,” ujar Yusran, saat ditemui belum lama ini.
BACA JUGA: Pembangunan Jalan ke Merabu Terhambat, Padahal Pemkab Berau Sudah Siapkan Anggaran Rp 60 Miliar
Menurut Yusran, salah satu kendala utama dalam penanganan kasus tersebut adalah rendahnya pelaporan dari pihak keluarga.
Tidak sedikit orang tua yang memilih diam karena merasa malu atau takut diketahui lingkungan sekitar, sehingga korban akhirnya tidak mendapatkan pendampingan yang semestinya.
“Kadang anaknya sudah keberatan, tapi orang tuanya justru malu melaporkan. Ini yang menjadi kendala kami, karena korban akhirnya tidak bisa mendapatkan pendampingan psikologis dan perlindungan yang optimal,” katanya.
Padahal, kata Yusran, pendampingan sangat penting untuk mencegah dampak trauma berkepanjangan pada korban. Ia menegaskan, trauma yang tidak ditangani dengan baik berpotensi menimbulkan masalah serius di kemudian hari.
BACA JUGA: Gagalkan Peredaran 2,8 Kilogram Sabu, Berau jadi Jalur Emas Sindikat Narkoba dari Malaysia
“Yang kami khawatirkan, ketika korban tumbuh dewasa tanpa penanganan, ada risiko trauma itu berlanjut dan bahkan bisa membuat korban menjadi pelaku di masa depan,” ujarnya.
Yusran menambahkan, dari 56 kasus kekerasan seksual yang ditangani, UPT PPA melakukan pendampingan secara bertahap sesuai SOP. Namun, tidak semua kasus bisa diselesaikan dalam satu kali pendampingan.
“Beberapa kasus itu ada yang berkaitan dengan hak asuh, karena orang tua berebut hak asuh anak. Penyelesaiannya lebih ke mediasi. Tapi kalau untuk kekerasan seksual, pendampingannya bersifat berkelanjutan, tidak bisa sekali lalu selesai,” jelas Yusran.
Ia menambahkan, pendampingan terhadap korban tidak memiliki batas akhir yang mutlak. Dalam praktiknya, terdapat tahapan yang disebut terminasi, yakni penghentian pendampingan berdasarkan pertimbangan psikolog, termasuk ketika korban menolak untuk didampingi lebih lanjut.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:

