Serapan APBD Kaltim Rendah, Pengamat: Pemerintah dan DPRD Tak Profesional, Masyarakat Dirugikan
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Mulawarman Samarinda, Saiful Bachtiar-Mayang Sari/ Nomorsatukaltim-
BACA JUGA: Silpa Kaltim 2024 Rp 2,5 Triliun, Pemprov Jelaskan Penyebabnya
Tahun anggaran 2025 memang menjadi masa transisi di Kaltim. Dari penjabat gubernur (PJ) kini telah beralih ke gubernur definitif.
Namun, menurut Saiful, perubahan kepemimpinan tidak semestinya berdampak besar pada kinerja APBD.
"Dalam mekanisme pemerintahan, transisi itu hal biasa. Tapi birokrasi harus tetap berjalan karena program sudah disusun sebelumnya. Kepala daerah baru hanya bisa melakukan penyesuaian pada saat pembahasan APBD Perubahan, bukan di tengah jalan," jelasnya.
Ia mengingatkan, APBD adalah instrumen publik yang tunduk pada siklus anggaran, bukan anggaran pribadi yang bisa diubah sewaktu-waktu.
BACA JUGA: TKD Kaltim Dipangkas, Rudy Mas’ud Ingin Pemda Dilibatkan dalam Pembahasan APBN
"Mekanisme yang benar itu, gubernur baru masuk dulu dalam sistem, pelajari, lalu jalankan program yang sudah ada. Kalau mau ubah, baru nanti saat APBD Perubahan. Tidak boleh potong kompas," tegasnya.
Saiful menyebutkan, secara teori, keterlambatan serapan APBD disebabkan oleh dua faktor utama, yakni perencanaan yang tidak efektif dan lemahnya koordinasi pelaksanaan program.
"Kalau dari awal penyusunan programnya tidak berbasis data yang valid, hasilnya pasti gagal di lapangan. Artinya, perencanaannya tidak profesional," bebernya.
Ia mencontohkan, dalam sektor pendidikan dan kesehatan, pemerintah daerah seharusnya memiliki data jelas tentang jumlah sekolah atau rumah sakit yang perlu dibangun atau direhabilitasi.
BACA JUGA: TKD Dipangkas 73 Persen, DPRD Kaltim Siap Bongkar Ulang APBD 2026
"Kalau data dasarnya salah atau tidak diperbarui, maka anggarannya tidak akan terserap. Padahal di lapangan kebutuhan nyata masyarakat besar sekali," ujar Saiful.
Selain itu, perbedaan cara pandang antara kepala daerah lama dan baru juga sering memicu ketidaksinkronan.
"Kalau gubernur baru langsung ingin menyesuaikan anggaran dengan visi misinya tanpa mengikuti prosedur, itu akan menghambat jalannya program," tuturnya.
Saiful menegaskan, dampak terbesar dari rendahnya serapan APBD adalah masyarakat. Banyak program yang seharusnya sudah dinikmati publik kini tertunda.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
