Serapan APBD Kaltim Rendah, Pengamat: Pemerintah dan DPRD Tak Profesional, Masyarakat Dirugikan
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Mulawarman Samarinda, Saiful Bachtiar-Mayang Sari/ Nomorsatukaltim-
BACA JUGA: DPMPD Kaltim Pastikan Tidak Ada Pemangkasan Dana Desa, Serapan Perlu Dibenahi
"Masyarakat dirugikan karena manfaat dari APBD itu tertahan. Sekolah yang seharusnya sudah diperbaiki, rumah sakit yang mestinya direnovasi, jalan dan jembatan yang harusnya dibangun, semuanya tertunda," tegasnya.
Ia mencontohkan program Beasiswa Gratis Pol pendidikan yang hingga kini belum seluruhnya dibayarkan.
"Mahasiswa sudah kadung membayar UKT ke kampus, tapi belum diganti oleh pemerintah. Ini contoh konkret dampak buruk dari ketidakmampuan birokrasi mengelola anggaran," kata Saiful.
Menurut dia, kondisi seperti ini menunjukkan kelalaian pemerintah dan DPRD sebagai lembaga pengawas.
BACA JUGA: Mensesneg Sebut Gubernur sudah Diberi Penjelasan Soal Pemangkasan TKD, Skema Transfer Sekarang Ada 2
"Mestinya, manfaat APBD itu bisa langsung dirasakan masyarakat. Tapi karena tidak profesional, manfaatnya justru hilang," imbuhnya.
Data DJPK menunjukkan bahwa belanja modal, yang menjadi unsur penting dalam pengadaan pembangunan fisik, merupakan komponen dengan realisasi paling rendah.
Dari pagu Rp4,6 triliun, baru terealisasi Rp1,68 triliun atau 36,19 persen. Padahal, komponen ini menyangkut pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan, gedung sekolah, hingga fasilitas kesehatan yang berdampak langsung ke masyarakat.
Sementara itu, belanja pegawai mencapai Rp2,4 triliun dari Rp3,7 triliun (66,36 persen), belanja barang dan jasa Rp2,68 triliun dari Rp4,91 triliun (54,54 persen), dan belanja lain-lain Rp5,1 triliun dari Rp7,61 triliun (67,17 persen).
Adapun belanja bagi hasil mencapai Rp2,9 triliun dari Rp4,6 triliun (63,75 persen), dan bantuan keuangan Rp1,6 triliun dari Rp2 triliun (78,61 persen).
Selain itu, belanja subsidi dan belanja tidak terduga belum ada realisasi sama sekali sepanjang tahun ini. Untuk hibah dan bantuan sosial, masing-masing mencapai Rp506 miliar dari Rp695 miliar (72,75 persen) dan Rp22 miliar dari Rp27 miliar (81,74 persen).
Jika kondisi ini tidak segera diperbaiki, Saiful memperingatkan kemungkinan adanya sanksi administratif dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Punishment bisa saja diberikan, misalnya dalam bentuk pembatasan transfer dana pusat. Pemerintah daerah yang tidak mampu menyerap anggaran akan dinilai tidak layak menerima tambahan alokasi," katanya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
