Bawaslu Kaltim Paparkan Kendala Penegakkan Hukum Selama Pemilu
Ketua Bawaslu Kaltim Hari Dermanto.-Mayang/Disway Kaltim-
BACA JUGA:Tito Masih Enggan Bocorkan Sikap Pemerintah soal Pemisahan Pemilu: Nanti Ditulis Lain
Hari menyinggung beberapa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membawa konsekuensi besar, seperti Putusan Nomor 135, 140, dan putusan terkait pembatasan pencalonan presiden.
Salah satu implikasi penting dari putusan itu adalah lahirnya perintah untuk menyusun Omnibus Law.
Aturan itu yang akan menggabungkan tiga undang-undang sekaligus. Yakni Undang-Undang Partai Politik, Pemilu, dan Pemilihan Kepala Daerah.
"Kalau itu benar-benar diwujudkan, maka pola penyelenggaraan di 2029 dan 2031 bisa sangat berbeda dengan 2024. Ada kemungkinan pemilu nasional dan lokal dipisahkan (split), sehingga otomatis akan ada undang-undang baru," papar Hari.
Ia menekankan, dalam proses legislasi baru itu, Bawaslu berharap kewenangan lembaga pengawas benar-benar diperkuat.
Khususnya setelah Putusan MK Nomor 140 menegaskan rekomendasi Bawaslu wajib langsung dijalankan, bukan sekadar dipertimbangkan lembaga lain.
"Kalau rekomendasi Bawaslu hanya jadi bahan pertimbangan, maka fungsi pengawasan berpotensi lumpuh. Putusan MK sudah jelas, tinggal bagaimana nanti diadopsi dalam undang-undang baru," tegasnya.
Hari mengakui, masih ada masyarakat pesimistis terhadap kinerja Bawaslu. Alasannya karena laporan mereka tidak ditindaklanjuti.
BACA JUGA:Hamas Sambut Putusan MK soal Pemisahan Pemilu, Ingatkan Potensi Ketimpangan Politik
Namun, hal itu bukan karena Bawaslu abai. Melainkan karena memang tidak ada fakta hukum yang cukup.
"Alat uji masyarakat terhadap kinerja kami itu jelas. Bisa melalui pemeriksaan internal berjenjang, atau lewat Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Jadi kalau ada yang tidak puas, silakan gunakan mekanisme itu. Kami tidak menutup diri," ujarnya.
Hari bahkan mengibaratkan proses penegakan hukum seperti membedakan antara gosip dan fakta. Pembuktiannlah yang akan mengubah gosip tersebut menjadi fakta hukum.
"Kalau tidak ada bukti, gosip tetap gosip. Nah, di sini seringkali publik tahu ada peristiwa, tapi tidak ada yang mau datang memberi keterangan," terangnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
