Bankaltimtara

Krisis Fokus Anak di Era Digital, Saat Otak Kelelahan oleh Konten Instan

 Krisis Fokus Anak di Era Digital, Saat Otak Kelelahan oleh Konten Instan

Caption foto : Dr. Wahyu Nhira Utami, Psikolog Klinis di RSUD Abdul Wahab Sjahranie, Samarinda menjelaskan dampak bahaya paparan gadget dan mabuk dopamin dari konten terhadap anak-anak. -Mayang Sari-nomorsatukaltim.disway.id

BACA JUGA: Coba Selamatkan Anaknya, Seorang Ibu juga Ikut Tenggelam di Sungai Mahakam

"Disuruh baca buku, apalagi yang hitam putih dan tebal, langsung menolak. Mereka terbiasa dengan stimulasi visual yang cepat dan menarik," tambahnya.

Bukan hanya anak-anak yang terdampak. Nhira mengakui bahwa ia pun merasakan penurunan konsentrasi akibat paparan teknologi.

"Saya sendiri seorang pembaca aktif. Tapi sekarang, baru satu halaman baca jurnal rasanya ingin buka HP. Kayaknya ini sudah jadi gejala umum di semua usia,"akunya.

Mabuk Dopamin dari Konten Instan

Salah satu akar permasalahan ini, menurut Nhira, adalah pola konsumsi media yang sangat cepat dan penuh distraksi. Konten-konten seperti video pendek, reels, dan meme lucu dirancang untuk memberi efek senang secara instan.

Ini memicu pelepasan hormon dopamin secara terus-menerus di otak.

"Jadi otak kita seperti terus-menerus dimanjakan. Lama-lama kita seperti ‘mabuk dopamin’. Sensasi senang yang instan itu membuat otak jadi malas terhadap proses belajar yang membutuhkan usaha," jelasnya.

Masalahnya, kata dia, Otak manusia perlu waktu untuk mencerna dan mengorganisir informasi. Ketika anak terpapar ratusan video dalam waktu singkat, yang masuk ke otaknya bukanlah pengetahuan, melainkan ‘sampah data’.

BACA JUGA: Wujudkan Bontang Sebagai Kota Layak Anak, Polres: Jangan Ragu Lapor ke PPA

"Otak kita tidak sempat mencerna. Kita hanya menumpuk konten tanpa makna. Efeknya, jadi cetek dalam berpikir dan mudah lupa," ujarnya.

Untuk mengatasi persoalan ini, Nhira menyarankan agar orang tua mulai membangun kembali rutinitas yang melatih konsentrasi anak. Hal-hal sederhana seperti membaca buku fisik, bermain permainan papan, atau beraktivitas di luar ruangan bisa menjadi solusi praktis.

"Tidak harus langsung memutus gadget. Tapi perlahan, arahkan mereka ke aktivitas yang merangsang kognisi dengan cara alami,” ucapnya.

Orang tua juga diajak untuk memberi contoh dalam manajemen penggunaan teknologi. Ketika anak melihat orang dewasa mampu menikmati waktu tanpa gadget, mereka akan belajar meniru.

BACA JUGA: 80 Persen Anak di Kutai Timur Gunakan Internet, Waspada Pengaruh Konten Berbahaya

"Kalau kita sendiri tidak bisa lepas dari layar, bagaimana anak-anak bisa? Anak belajar dari apa yang dia lihat,"tandasnya.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: