Bankaltimtara

Krisis Fokus Anak di Era Digital, Saat Otak Kelelahan oleh Konten Instan

 Krisis Fokus Anak di Era Digital, Saat Otak Kelelahan oleh Konten Instan

Caption foto : Dr. Wahyu Nhira Utami, Psikolog Klinis di RSUD Abdul Wahab Sjahranie, Samarinda menjelaskan dampak bahaya paparan gadget dan mabuk dopamin dari konten terhadap anak-anak. -Mayang Sari-nomorsatukaltim.disway.id

SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM -Kemajuan teknologi dan dominasi media sosial telah menyatu dalam kehidupan anak-anak masa kini. Dari bangun tidur hingga menjelang tidur malam, layar gadget menjadi teman yang nyaris tak terpisahkan.

Namun di balik kemudahan akses informasi dan hiburan, tersimpan ancaman serius: penurunan kemampuan fokus dan konsentrasi pada anak-anak, atau istilah lain sering disebut dengan Brain rot

Istilah ini yang menggambarkan penurunan kemampuan kognitif, terutama penurunan kemampuan berpikir kritis, daya ingat, dan fungsi eksekutif, akibat paparan konten media sosial yang berlebihan dan cenderung dangkal.

Sejatinya, penamaan ini tidak ditemukan dalam terminologi psikologi resmi, tetapi telah menjadi populer untuk menggambarkan dampak negatif dari gaya hidup digital modern.

BACA JUGA: Tegas, Hadis Nabi Muhammad Ini Ikut Perangi Praktik Jual Beli Anak

Hal ini disampaikan oleh Dr. Wahyu Nhira Utami, Psikolog Klinis di RSUD Abdul Wahab Sjahranie, Samarinda. Menurutnya, fenomena ini mulai menjadi perhatian di kalangan ahli saraf dan pendidik, meskipun kajian ilmiahnya masih tergolong baru.

"Fenomena ini memang baru, jadi kajian ilmiahnya belum terlalu banyak. Tapi para neurolog sudah mulai mencatat ada perubahan signifikan, terutama dalam penurunan kemampuan fokus dan konsentrasi anak-anak," ungkapnya.

Brain rot bukanlah penyakit klinis, melainkan sebuah fenomena yang muncul akibat gaya hidup digital yang didominasi oleh konsumsi konten media sosial yang cepat, pendek, dan minim informasi.

Ia menjelaskan, bahwa pada dasarnya, anak-anak memang memiliki rentang perhatian yang lebih pendek dibanding orang dewasa. Namun, perkembangan teknologi seharusnya menjadi alat bantu untuk mendongkrak performa kognitif mereka. Sayangnya, justru terjadi sebaliknya. Untuk itu, resiko paparan Brain rot terhadap anak-anak tergolong tinggi.

BACA JUGA: Kasus Kekerasan Anak di Samarinda Terus Meningkat, DPRD Soroti Minimnya Eksekusi dan Anggaran Pemerintah

"Dengan fasilitas yang semakin canggih, seharusnya performa anak lebih baik. Tapi sekarang mereka justru mudah tantrum, tidak sabaran, dan cenderung mencari hal-hal yang serba instan,"katanya.

Fokus yang lemah bukan hanya membuat anak sulit duduk tenang saat belajar, tapi juga berdampak pada kemampuan menyerap informasi dan menyimpan ingatan. Nhira menekankan bahwa fokus adalah fondasi utama dari semua proses berpikir.

"Kalau anak tidak bisa fokus saat belajar, bagaimana dia bisa memahami penjumlahan atau pengurangan? Apalagi materi yang lebih kompleks seperti logika atau analisa. Ini akan menghambat proses belajar dalam jangka panjang," jelasnya.

Ia juga menyebut bahwa gangguan fokus erat kaitannya dengan menurunnya memori jangka pendek. Anak menjadi sulit mengingat instruksi sederhana, rencana kegiatan, atau bahkan informasi dasar yang baru saja dipelajari.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: