Menggali Potensi Ekonomi Alternatif Kaltim
OLEH: M. RAFLI LUBIS*
Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan provinsi terbesar kedua di Indonesia yang memiliki luas sekitar 20.865.774 hektare. Kaltim dikenal dengan kekayaan alamnya yang berlimpah. Salah satunya migas yang menjadi sumber daya alam paling berpengaruh setelah batu bara dan sumber daya alam lainnya seperti non-migas.
Kaltim sangat berpengaruh dalam meningkatkan penghasilan devisa bagi Indonesia. Khususnya sektor migas. Meski begitu, provinsi ini masih terbilang kurang optimal dalam mengelola sumber daya alamnya. Walaupun sudah dibantu oleh perusahaan asing yang berdiri sejak lama.
Setiap tahun, jumlah penduduk Kaltim terus bertambah. Namun diperkirakan 80 persen perekonomiannya bergantung terhadap sumber daya alam.
Sebagai provinsi yang kaya dengan migas, Kaltim memiliki tujuan utama yaitu mengekspor migasnya ke Tiongkok. Dalam beberapa kurun waktu, presentase ekspor Kaltim setiap bulan ke Tiongkok semakin meningkat. Pada April 2020 naik sebesar 341,53 persen atau setara dengan US$ 47,93 juta. Lalu diiringi dengan negara tujuan lainnya seperti Jepang dan Taiwan yang masing-masing mecapai US$ 24,33 juta. Hal ini tentu sangat membantu dalam penambahan devisi negara dari sektor migas.
Dilihat dari kacamata global, Kaltim banyak dilirik oleh perusahaan-perusahaan multinasional untuk berinvestasi serta ikut andil dalam pengelolaan migas di Kaltim. Apalagi hal ini dapat menjadi potensi untuk meningkatkan pendapatan negara mereka. Karena terlibat dalam pengelolaan migas.
Tidak selamanya migas menjadi andalan sebagai pendongkrak ekonomi daerah. Pada masa pandemi COVID-19, semua aktivitas harus dilakukan di rumah. Ini menyebabkan ekspor migas terhenti. Sehingga membuat nasib sektor migas semakin gelap.
Pemerintah harus segera mengambil kebijakan atas harga minyak mentah Indonesia yang anjlok. Hal ini berdampak bagi perekonomian negara dan daerah.
Jumlah pasien positif yang terus meningkat setiap hari membuat sebagian negara pengimpor melakukan kebijakan lockdown pada jalur transportasi darat, laut, dan udara. Sehingga hal ini membuat perekonomian terhenti sementara.
Mantan Sekretaris Provinsi Kaltim, Rusmadi mengatakan, kegiatan ekspor sangat berpengaruh untuk menggerakkan perekonomian Kaltim yang dapat mencapai 50 persen dari semua aspek kegiatan untuk pendapatan daerah. Apabila terjadi hambatan ekspor di Kaltim, maka akan berakibat terhadap kondisi perekonomian global. Juga akan terjadi konstraksi bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Apalagi Kaltim sangat bergantung pada migas dan batu bara untuk meningkatkan perekonomian.
Dilihat dari kegiatan ekspor yang terhenti sementara di masa pandemi ini, pemerintah Kaltim terlihat kurang mampu beradaptasi. Akibat sistem yang selalu bergantung pada hasil migas. Tanpa mengembangkan potensi-potensi lainnya. Berdasarkan teori ketergantungan, suatu daerah yang bergantung terhadap hasil alamnya mendapatkan nilai positif dan negatif.
Nilai positif didapatkan jika daerah tersebut menjalankan ekonomi global dengan mengikuti arus globalisasi. Sedangkan nilai negatif yang didapatkan jika daerah tersebut tidak menjalankan ekonomi global dengan mengikuti arus globalisasi.
Kaltim akan mendapatkan kecaman jika tidak dapat beradaptasi dan tidak mendapat perubahan yang signifikan dalam menghadapi permasalahan tersebut. Apalagi arus globalisasi ini mempengaruhi seluruh aktivitas manusia yang dapat berubah secara cepat jika tidak segera diatasi.
Kaltim memiliki potensi dari aspek-aspek lain untuk melancarkan perekonomian di masa pandemi ini. Pada era globalisasi ini, pemerintah daerah seharusnya dapat memanfaatkan teknologi untuk menggerakkan potensi budaya. Seperti kegiatan-kegiatan Erau yang memperkenalkan budaya khas Kaltim. Yang dapat dibantu media massa. Untuk menampilkan budaya tersebut. Sehingga dapat dinikmati khalayak banyak untuk memperkenalkan Indonesia. Khususnya Kaltim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: