Pilkada di Masa The New Normal

Pilkada di Masa The New Normal

OLEH: EBIN MARWI* Penundaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2020 telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pilkada. Sedianya dilaksanakan pada 23 September tahun ini. Namun diubah menjadi Desember 2020. Tentu sangat berisiko apabila Pilkada tetap digelar di tengah pendemi COVID-19. Jika mengacu pada draf Peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang Tahapan Pilkada, pemungutan suara akan dilangsungkan pada 9 Desember 2020. Tahapannya akan dimulai Juni 2020. Artinya, berbagai tahapan seperti pelantikan Panitia Pemungutan Suara (PPS), verifikasi faktual daftar dukungan calon perseorangan dan pemutakhiran data pemilih, penyusunan daftar pemilih, serta kampanye harus dilaksanakan. Konklusinya, pandemi berakhir di bulan Juni 2020. Seriously? Ini bulan Mei. Beberapa jengkal lagi telah memasuki bulan Juni. Sementara “hilal” kehidupan normal sedia kala masih belum terpantau dengan jelas. Tak perlu panjang lebar menjelaskan situasinya. Pengumuman pemerintah tak menunjukkan melandainya kurva pandemi. Optimis boleh. Tapi juga dengan perhitungan yang matang. Taruhlah pandemi segera berakhir di bulan Juni ini, dan kita memasuki kondisi pasca pandemi. Bukan tidak mungkin protokol kesehatan tetap harus dijalankan. Karena kita tidak dapat memprediksi akan adanya gelombang kedua serangan virus corona. Sebagaimana neraga lain. Seperti Tiongkok dan Korea Selatan. Memang dalam Pasal 201A Perppu Nomor 2/2020 membuka opsi penundaan berikutnya jika tidak dapat dilangsungkan pemungutan suara di bulan Desember 2020 hingga bencana non alam berakhir. Tentu ketidakpastian tahapan akan menjadikan Pilkada ambyar, anggaran membengkak, partisipasi rendah, dan kualitas demokrasi anjlok. Kondisi sekarang bukan lagi abnormal. Melainkan the new normal. Pandemi COVID-19 menuntut keadaan menjadi nomal baru. Asumsinya, pelaksanaan Pilkada menuntut pergerakan manusia sekaligus menjadi pergerakan virus corona. Terkait dengan itu, Pilkada tak boleh menjadi penyambung rantai penyebaran virus. Karena pada tahapan Pilkada berikutnya sangat identik dengan tatap muka. Pengumpulan massa pun harus berubah menjadi kondisi yang berbeda dan baru. Dalam kondisi normal baru pun Pilkada harus berlangsung secara demokratis dan meningkat kualitasnya. Namun pada saat yang sama protokol kesehatan harus dijalankan. Sehingga aturan tentang cuci tangan, masker, jaga jarak dan penggunaan media digital harus dituangkan dalam PKPU secara jelas dan konkret. Tahapan-tahapan di atas seperti pelantikan, pelatihan, dan rapat koodinasi dapat dilakukan secara virtual. Verifikasi dukungan calon perseorangan yang harus dilaksanakan dengan tatap muka wajib menggunakan metode terbatas, jaga jarak, cuci tangan dan masker. Bahkan dalam kampanye, PKPU wajib membatasi metode kampanye tatap muka dengan memperbanyak jadwal kampanye virtual. Guna memikat pemilih mengikuti kampanye, kandidat dan tim suksesnya dapat menyiapkan giveaway yang ditentukan batasannya secara gamblang. Singkatnya, payung hukum tentang kondisi bencana non-alam harus jelas dan tidak multi tafsir. Jika melanggar jelas pula ancaman dan sanksinya. Puncaknya, pemungutan suara dan perhitungan surat suara tatap mengikuti protokol kesehatan pencegahan COVID-19. Masyarakat Indonesia belum dapat dikatakan disiplin dalam menjaga jarak aman. Sehingga harus memperketat dan mendapat langkah ekstraordanary dalam membuat aturan hukum. Bisa jadi diperlukan anggaran besar dalam menerapkan prosedur pencegahan COVID-19 pada Pilkada 2020. Jika prasyarat di atas sulit diterapkan pada masa normal baru ini, perlu kebijaksaanan dan kearifan agar Pilkada ditunda hingga benar-benar siap dilaksanakan demi keselamatan jiwa manusia. Masih segar dalam ingatan kita banyaknya korban pada Pemilu 2019. Kita berharap Pilkada 2020 berjalan aman dan membawa kesejahteraan, serta keselamatan bagi bangsa. (*Anggota Bawaslu Provinsi Kaltim)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: