Mengayuh dalam Sistem Pendidikan Renyeh
OLEH: INKA KRISMA MELATI* Pendidikan adalah aset yang paling berharga. Baik bagi diri sendiri maupun bagi bangsa Indonesia. Dengan pendidikan yang tinggi, ilmu yang dimiliki juga akan bertambah. Seseorang dengan pendidikan yang tinggi akan disegani dan menjadi individu yang banyak dibutuhkan keahliannya. Namun, pendidikan yang tinggi juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Di Indonesia, sistem pendidikannya masih membutuhkan banyak pembenahan di berbagai aspek. Meskipun kita sadari pemerintah sudah berjuang sekuat tenaga untuk terus menyempurnakan sistem pendidikan di Indonesia. Sistem pendidikan di Indonesia yang kita ketahui masih tertinggal jauh dengan sistem pendidikan di negara maju. Semua itu terlihat jelas di tengah pandemi COVID-19 ini. Pemerintah dengan sangat terpaksa menetapkan physical distancing. Hal ini dilakukan guna mencegah ataupun menekan angka penyebaran COVID-19 di masyarakat. Physical distancing yang ditetapkan pemerintah membuat semua pelajar di Indonesia, baik PAUD, TK, SD, SMP, SMA, maupun mahasiswa, melakukan kegiatan pembelajaran secara daring. Kegiatan ini sudah berjalan hampir satu bulan lebih. Dengan keluh kesah yang turut menyertai kegiatan tersebut. Ketika pemerintah menetapkan peraturan tersebut, orang tua maupun siswa merasa keberatan. Namun, alangkah baiknya kita tetap mengikuti peraturan yang sudah ditetapkan pemerintah. Karena itu untuk kepentingan diri sendiri dan orang lain. Renyeknya sistem pendidikan di Indonesia sangat terlihat. Karena dengan kegiatan daring, banyak sekali siswa yang merasa kesulitan mengikuti kegiatan pembelajaran. Sistem pendidikan yang sudah dibiasakan secara verbal, guru menjelaskan materi dan siswa mencatat materi ataupun siswa hanya menghafal materi tanpa memahami apa isi materi, tentu membuat siswa tersebut bingung dalam menghadapi pembelajaran daring ini. Selain itu, kehadiran COVID-19 sangat menguji kemampuan Indonesia maupun negara-negara di dunia. Terutama pada pendidikan. Kita mempertanyakan ulang sistem pendidikan yang selama ini dijalankan. Apakah sudah layak? Apakah semua pihak mampu mengikutinya? Masyarakat di perkotaan mungkin masih bisa mengikuti kegiatan pembelajaran dengan baik. Namun tidak dapat dikatakan maksimal. Masyarakat yang tinggal di perkotaan dengan fasilitas lengkap seperti listrik, sinyal internet, dan televisi saja masih memiliki keluhan karena dikejar waktu pengumpulan tugas. Lalu bagaimana dengan masyarakat di daerah tertinggal atau daerah pelosok? Untuk memasak satu piring nasi saja mereka harus bekerja keras. Lalu bagaimana dengan pembayaran listrik dan pembelian kuota yang cukup mahal tersebut? Di saat pendidikan formal tidak melakukan physical distancing saja, mereka sangat sulit mengenyam pendidikan. Bagaimana dengan kondisi seperti saat ini? Proses pemerataan yang dilakukan pemerintah harus berjalan dengan maksimal. Agar semua pelajar di Indonesia tak tertinggal dalam pendidikannya. Menurut riset Hootsuite, penggunaan internet di Indonesia mencapai 64 persen dari total populasi keseluruhan. Setara 175 juta jiwa tahun ini. Namun, tetap saja masalah pendidikan yang timpang ini masih terus terjadi di Indonesia. Terutama pendidikan untuk daerah tertinggal atau pelosok. Memang sulit menjangkau dan menyetarakan pendidikan di daerah tertinggal dengan pendidikan di perkotaan atau daerah pusat. Karena banyaknya guru honorer maupun PNS yang enggan mengajar di daerah pelosok akibat upah yang tidak mencukupi kebutuhan hidupnya. Ada juga yang mau menjadi relawan. Mengajar tanpa meminta bayaran sepeser pun. Hal ini tentu menjadi tamparan keras bagi pemerintah di Indonesia. Mulai dari sistem pendidikan yang harus segera disempurnakan dan pemerataan pendidikan. Baik secara finansial maupun material. Yang harus diberikan kepada pelajar di daerah tertinggal. Pemerintah mesti mengupayakan agar guru mendapatkan upah setara dengan pengabdiannya juga perlu ditinjau kembali. Renyeknya pendidikan di tengah pandemik COVID-19 tentu juga membuat semuanya resah. Tidak perlu menyalahkan pihak mana pun. Karena dengan adanya COVID-19 ini, kita diajarkan lebih menekan ego yang kita miliki dan bersatu dengan kompak agar virus corona dapat teratasi, serta pendidikan di Indonesia berjalan lebih baik dari sebelumnya. Belajar memang tidak selalu mudah. Dengan pembelajaran daring ini siswa harus mampu berinovasi, berkreasi dan bereksperimen agar tidak terjadi kebobrokan sistem pendidikan. Guru, siswa, dan orang tua harus sadar dan saling bekerja sama. Pendidikan yang efektif bukan hanya di sekolah. Melainkan bisa di rumah. Tapi pendidikan yang efektif adalah pendidikan yang berasal dari kolaborasi ketiga elemen tersebut. Tanpa adanya kolaborasi yang maksimal dari ketiga elemen tersebut, pendidikan tidak akan berjalan secara efektif. Dengan kolaborasi tersebut, orang tua juga akan menyadari bahwa tugas seorang guru sangat sulit. Guru pun akan lebih mengerti kondisi muridnya saat tidak diberikan penjelasan secara verbal. Pendidikan di tengah pandemi COVID-19 ini mengajarkan siswa, guru, maupun orang tua untuk saling memiliki rasa empati dan saling menghargai antar sesama. Selain itu, penetapan waktu pengumpulan tugas membuat siswa dan orang tua belajar mengatur waktu, displin dan tanggung jawab. Kegiatan pembelajaran daring tidak boleh memberatkan siswa dalam belajar. Sebisa mungkin kegiatan pembelajaran di tengah pandemi COVID-19 ini memunculkan sifat-sifat yang lebih baik yang akan dimiliki siswa. Walaupun kabarnya libur diperpanjang sampai akhir tahun, kita semua harus tetap semangat dan patuh pada aturan-aturan yang dikeluarkan pemerintah. Karena mematuhi aturan pemerintah untuk tidak keluar rumah, bekerja di rumah dan belajar di rumah akan sangat menekan angka penyebaran COVID-19, serta ikut meringkankan tugas pasukan garda terdepan dalam penanganan virus mematikan tersebut. (*Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: