Bingung Cari Penerima Bantuan

Bingung Cari Penerima Bantuan

-19OLEH: UCE PRASETYO Tinggal di rumah itu mudah bagi yang berpenghasilan tetap. Tapi tidak bagi pedagang kecil, kuli bangunan, sopir dan warga yang tidak tetap penghasilannya. Padahal kerja atau tidak, semua butuh makan. Maka mereka itu perlu dibantu. Dibantu apa? Sembako atau BLT untuk hidup. Kapan? Segera dan secepatnya. Pemikiran itulah yang jadi landasan bupati Kutim dan jajarannya. Segera mencari anggaran buat bantuan sembako. Pendataannya pun harus cepat. Data dikumpulkan dari para RT/desa. Tak lebih dari tiga hari. Apakah pendataan secepat itu baik? Tergantung situasinya. Tidak baik bila situasinya normal. Karena apapun program, apalagi yang melibatkan orang banyak, perlu komunikasi yang efektif. Itu perlu waktu dan proses. Komunikasi yang baik adalah kunci kesuksesan apapun. Baik saja bila situasinya tidak normal. Seperti sekarang. Perut harus segera diisi. Dan banyak orang yang menunggu bantuan itu. Isi perut banyak orang wajib didahulukan. Walau dengan risiko berpolemik di medsos. Maka segeralah bantuan diberikan. Di bulan ini juga. Rencana awalnya 14.000 paket. Bertambah jadi 18.000. Lalu jadi 20.000 paket. Proses rapat dan penyaluran transparan. Kejari ikut rapat penentuan anggaran dan program. TNI dan Polri mendampingi penyaluran di lapangan. Apakah cukup kuota itu? Belum. Kurang banyak bila untuk memenuhi semua warga yang diusulkan RT. Di sinilah masalahnya: kuota dan persepsi warga tidak sama. Apakah hanya yang miskin saja atau semua yang terdampak? Itu jadi gaduh dan bising di medsos. Para RT banyak jadi sasaran. Itu biasa. Bagaimana pun mereka adalah pejabat publik. Pejabat publik level apapun, dari RT hingga presiden, mentalnya harus siap di-bully dan dicaci. Berapa KK yang perlu dibantu? Ini sangat tergantung kesamaan persepsi atas siapa yang harus dibantu. Orang miskin sajakah? Tak mampu sajakah? Atau semua yang tak berpenghasilan tetap? Mari kita hitung secara garis besar. Dengan target sasaran warga tak berpenghasilan tetap. Saya segera tanya data-data dari berbagai instansi. Disdukcapil bilang, penduduk Kutim sekitar 422.905 jiwa atau 128.656 KK. Semua data hanyalah sekitar. Mengapa? Karena dinamis. Tiap hari bisa berubah. Data Disnaker, jumlah karyawan perusahaan sektor formal sekitar 105.000 karyawan. Sektor pemerintah, ASN, TNI dan Polri sekitar 7.500. Maka total warga yang berpenghasilan tetap adalah 112.500 KK. Tentu harus ada faktor pengurang. Karena ada suami istri yang sama-sama bekerja. Dan ada pekerja yang ber-KTP luar Kutim. Estimasi 4:1. Berarti faktor pengurangnya 20 persen. Itu sekitar 22.500 KK. Total warga yang berpenghasilan tetap sekitar 90.000 KK. Dengan itu bisa diketahui warga yang tidak berpenghasilan tetap alias bekerja di sektor non-formal. Sekitar 38.656 KK. Kita bulatkan saja 40.000 KK. Itu sasaran yang perlu dibantu. Kalau yang perlu dibantu 40.000 KK dan kuota bantuan hanya 20.000 KK, pasti kurang dan pasti ribut. Namun perlu diingat, bantuan pemerintah untuk warga bukan cuma paket sembako. Pemerintah di semua level, dari desa, kabupaten, provinsi dan pusat, memiliki program bantuan. Apa saja? Pertama, Program Keluarga Harapan (PKH). Ini mulai tahun 2013. Tiap penerima dapat duit. Langsung ditransfer. Tiap tiga bulan. Sejumlah 1,8 juta hinga 2,8 juta per tahun. Pendataan oleh petugas khusus dari Kemensos di masing-masing kecamatan. Di Kutim ada 8.080 KK penerima. Kedua, Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Dulu dikenal dengan raskin. Karena kualitas berasnya dulu memprihatinkan, sekarang diubah dengan voucher. Untuk beli sembako. Nilainya sekarang Rp 200 ribu/bulan/KK. Penerima di Kutim ada 14.000 KK. Semua PKH juga terima BPNT. Penerima BPNT non PKH adalah 5.910 KK. Program ini sudah berjalan. Sekarang program ini mau ditambah. Se-Indonesia lagi dicari sekitar 4,8 juta penerima lagi. Sedang berproses. Ketiga, BLT Dana Desa (DD). Tiap tahun desa dapat DD sekitar 800 juta sampai 1,5 miliar. Tiap desa tak sama. Untuk desa dengan DD kurang dari 1,2 miliar, 30 persennya wajib disalurkan untuk BLT warganya. Per KK dapat Rp 600 ribu selama tiga bulan. Tiap desa bisa membagikan sekitar 157-200 KK. Di Kutim ada 139 desa x 157 KK. Totalnya ada alokasi untuk 21.823 KK. Calon penerima BLT desa ini sedang berproses. Segeralah warga yang merasa perlu dan belum mendapat bantuan berkomunikasi di desa masing-masing. Keempat, BLT Bansosprov. Di Kutim dapat kuota 12.500 KK. Akan dapat dana tunai. Langsung ditransfer Rp 250 ribu untuk tiga bulan. Datanya sudah ada. By name by address. Di ambil dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Tapi harus dilengkapi lagi. Yaitu NIK dan nama ibu kandung calon penerima. Harus dilengkapi segera. Secepatnya. Kalau menggunakan birokrasi standar dan manual, ini bisa hangus. Tapi bila birokrasi digital, tak lebih dari seminggu. Data penerima bisa komplit oleh staf Dinsos. Perlu dipecah dalam Excel atau foto. Dipecah per RT atau desa. Kabupaten WA ke kecamatan. Kecamatan WA ke desa. Desa WA ke RT. Maka per RT bisa jadi hanya perlu mencari data untuk 15-30 KK. Itu bisa dalam beberapa hari. Datanya di WA kembali. Kelima, BLT pusat. Kutim dapat jatah 9.090 KK. Sudah diambil dari DTKS 5.509 KK. Sisa 3.581 KK. Ini sudah dibagi kuotanya. Khusus Sangatta kota dapat sekitar 1.000 KK lagi. Ini sedang berproses. Penerima dapat 600 ribu dalam tiga bulan. Total kelima program bantuan itu sekitar 57.413 KK calon penerima. Ditambah program sembako 20.000 KK. Maka totalnya 77.413 KK calon penerima. Sedangkan jumlah warga yang tidak berpenghasilan tetap 40.000 KK. Apakah itu berlebihan? Iya jika dihitung di atas kertas. Tapi belum tentu untuk daerah tertentu. Terutama kota kecamatan dan kabupaten. Satu desa di kota taruhlah Sangatta Utara itu penduduknya hampir sama dengan lima kecamatan di Sangsaka. Sedangkan anggaran DD-nya hampir sama dengan desa di pedalaman. Syarat mutlak untuk penerima bantuan di atas tidak boleh double program. Hanya penerima BPNT saja yang bisa double dengan penerima PKH. Karena syarat mutlak itu petugas sekarang lagi bingung. Bingung mencari data untuk menerima bantuan-bantuan itu. Karena program sembako itu sudah banyak menyebar di masyarakat. Ini harus ada solusi. Saya berharap Pemda bisa bersurat ke provinsi dan pusat. Minta izin agar penerima sembako dari Pemda juga bisa jadi penerima bantuan langsung itu. Bila tidak diizinkan, maka diutamakan untuk menyalurkan bantuan itu. Lalu program sembako dibagikan lagi untuk bulan Juli dan Agustus. Toh BLT itu cuma tiga bulan. Sementara corona ini sangat mungkin dampaknya lebih dari tiga bulan. Semoga bantuan-bantuan itu bisa terserap semua. Tepat sasaran. Petuga dan warga sama-sama proaktif. Proaktif berkomunikasi dengan RT dan desa. Pun aparatnya juga perlu proaktif berkomunikasi. Komunikasi bolak-balik. Lewat WA, lewat digital. Karena zaman ini adalah zaman digital. Birokrasi pun harus dengan digital. Bila tidak ada digital aplikasi khusus, WA pun sudah cukup memadai. Dan semoga yang sudah dan akan menerima bantuan tak lupa bersyukur. Karena dengan bersyukurlah kenikmatan dan kebahagiaan akan timbul. (*Anggota DPRD Kutim)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: