Kelas Digital di Balikpapan Terkendala Sarana

Kelas Digital di Balikpapan Terkendala Sarana

Sistem pembelajaran online menjadi konsekuensi logis bagi sekolah masa kini. Balikpapan mencoba menjawab tantangan zaman itu. (Ryan/Disway) -- Disdikbud Balikpapan meluncurkan program kelas digital sejak akhir tahun lalu. SMP 1 Balikpapan menjadi pilot project. Namun tak semua SMP ikut terlibat. Bahkan ada sekolah yang melarang muridnya menggunakan smartphone.   JEMARI Arintoko menari-nari di atas tuts laptop menyusun beberapa paragraf tulisan. Irama ketikannya berderap, mengiringi lamat-lamat suara guru yang mengajar di siang yang hening, Rabu (26/2) lalu. Gawai kepala SMP 1 Balikpapan itu seketika berdenting. Sebuah notifikasi YouTube tentang pendidikan muncul di beranda. Sebagai orang nomor satu di sekolah unggulan, perkembangan teknologi memang cukup akrab dengan dirinya. "SMP 1 Balikpapan sudah menerapkan kelas digital. Semua murid kelas VII kami fasilitasi tablet. Jumlahnya ada 372 tablet," ujar Arintoko. Sebelum kelas digital diluncurkan, sekolahnya sudah menerapkan smart school. Yakni program melek teknologi. Anak didik bisa memanfaatkan internet untuk kegiatan belajar. Sehingga sekolahnya tidak melarang murid membawa gadget. "Bukan hanya anak didik, penerapan sistem ini juga membuat para guru harus bisa memanfaatkan teknologi. Guru kami beri pelatihan," ujarnya. Untuk menerapkan kelas digital, menurutnya, sekolah tersebut harus memiliki sarana dan prasarana yang memadai. Mulai dari access point internet, hingga aplikasi penunjang yang bisa diakses untuk keperluan belajar mengajar. "Semua kelas sudah ada wifi. Berbayar Rp 3 ribu per hari. Karena internet itu berkaitan dengan data, maka kami ajak pihak ketiga. Kalau ada kuota dari rumah, tidak perlu beli," jelasnya. Arintoko tak khawatir anak didiknya mengakses dunia maya. Sebab sekolah favorit ini punya batasan-batasan yang didampingi guru. "Selama di sekolah, guru yang mengawasi anak didik. Tidak akan kami biarkan kalau anak menonton YouTube atau main game terus. Pasti ditegur," tegasnya. SMP 1 ini punya aplikasi dari pihak ketiga, namanya Bimasoft. Aplikasi ini berisi segala keperluan sekolah. Mulai dari buku induk hingga data murid. Bahkan selama ini dimanfaatkan untuk uji coba UNBK. "Kami beli, dan sudah dimanfaatkan," ucapnya. Meski telah menyandang gelar smart school, Arintoko menilai buku itu punya nilai literasi dan sejarah. "Kami punya banyak buku yang disusun di pojok lorong. Biar anak-anak membaca, tidak melulu main ponsel," ucapnya. SMP 1 Balikpapan boleh jadi memiliki kemampuan menjalankan kelas digital. Namun berbeda kondisi dengan SMP 4 Balikpapan. Kepala SMP 4 Balikpapan Afandi mengaku belum menerapkan sistem kelas digital. Selain karena fasilitasnya belum ada, dirinya juga menilai belum waktunya. Ia menyebut, sekolah di pinggiran kota masih fokus pada pembentukan karakter anak didik. Belum lagi kendala ekonomi yang dirasa memberatkan wali murid. "Kami belum punya fasilitas. Kalau anak-anak diminta bawa handphone atau laptop nanti orangtua pasti ada yang merasa berat," ujar Afandi. Bahkan saat ini, ia punya kebijakan agar setiap murid menitipkan ponselnya kepada pihak sekolah. Sebab dianggap dapat mengganggu konsentrasi proses belajar mengajar di kelas. "Kami tidak melarang, tapi harus dititipkan. Sebab kami juga tidak bisa mengawasi mereka membuka konten apa di internet," pungkasnya. Meski sarana dan prasarana SMP 1 dan SMP 4 berbeda, namun pimpinannya tetap memiliki satu kesamaan dalam menilai fungsi buku yang tak akan terganti meski zaman berubah. Afandi menyebut ada mata pelajaran yang tidak bisa dipahami hanya dengan menonton YouTube. "Matematika misalnya. Tidak langsung bisa. Perlu guru dan buku untuk menjelaskan prosesnya sampai ketemu hasil," imbuhnya. Kepala Disdikbud Balikpapan Muhaimin mengatakan program kelas digital sudah berjalan di 12 SMP di Balikpapan. SMP yang ditunjuk itu adalah SMP 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 14, 18, 21, dan SMP 22. Dari 12 sekolah itu disdikbud akan menilai, apakah program ini sudah bisa diterapkan di seluruh SMP atau belum. "Ini masih proses. Kami evaluasi setelah satu semester," ujarnya, Rabu (26/2). Menurutnya, SMP yang ditunjuk itu adalah sekolah yang sudah siap sarana dan prasarananya. Karena yang namanya digital, memerlukan alat dan kelengkapan penunjang. "Harus ada akses internet. Melibatkan pihak ketiga. Sementara ini gadgetnya milik pribadi siswa. Makanya program ini tidak dilakukan di semua SMP," katanya. Menurutnya, banyak pro dan kontra mengenai penerapan kelas digital. Sebab selain sarana dan prasarana, ia harus gencar menyosialisasikan kepada khalayak. Supaya wali murid mengerti betapa pentingnya teknologi dalam proses belajar mengajar di sekolah. "Harapan kami semua sekolah di Balikpapan bisa menerapkan program ini seperti di Jawa," kata dia. (ryn/hdd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: