Perang Dagang Kian Memanas, AS-China Saling Berbalas Kenaikan Tarif Impor

Perang Dagang Kian Memanas, AS-China Saling Berbalas Kenaikan Tarif Impor

Presiden AS, Donal Trump dan Presiden China, Xi Jinping saling berbalas kenaikan tarif impor.-(Foto/ Reuters)-

BEIJING, NOMORSATUKALTIM - Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China kembali meningkat setelah Donald Trump resmi menjabat sebagai Presiden. Kedua negara saling menerapkan kebijakan kenaikan tarif impor. 

Pemerintah China mengumumkan bahwa mulai 10 Februari, mereka akan mengenakan tarif sebesar 15 persen terhadap impor batu bara dan gas alam cair (LNG) dari AS. 

Selain itu, bea masuk sebesar 10 persen juga akan diterapkan terhadap minyak mentah, mesin pertanian, kendaraan besar, dan truk pikap asal AS.

Langkah ini merupakan respons langsung terhadap kebijakan Trump yang sebelumnya, pada Sabtu, 1 Februari 2025, menandatangani perintah eksekutif untuk memberlakukan tarif sebesar 10 persen terhadap barang-barang yang berasal dari China. 

BACA JUGA: Pemasangan Jembatan Bailey untuk Akses Sementara Kaltim-Kalsel Sudah Mulai Dikerjakan

BACA JUGA: Apa itu USAID, Lembaga Donatur Amerika yang Dibekukan Presiden Donald Trump?

Selain itu, Kanada dan Mexico dikenakan tarif sebesar 25 persen. 

Namun pada akhirnya, Trump menunda kenaikan tarif impor barang dari Kanada dan Mexico. Tapi tidak untuk China.

China langsung bereaksi dan mengancam akan melakukan tindakan balasan untuk melindungi kepentingan ekonominya. 

Beijing juga akan mengajukan gugatan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) guna menentang kebijakan tarif yang diterapkan AS.

BACA JUGA: Tebak-tebakan Hasil Akhir Sidang Pilkada Kukar 2024 di MK

BACA JUGA: Pangkalan Resmi Gas LPG di Balikpapan Kehabisan Stock, Pasca Aturan Baru dari ESDM

Pembatasan Ekspor Logam Langka oleh China

Sebagai bagian dari strategi perdagangan balasan, pada Selasa (4/2/2025), Kementerian Perdagangan China mengumumkan pembatasan ekspor barang yang berkaitan dengan logam langka seperti tungsten, telurium, bismut, molibdenum, dan indium. 

Pembatasan ini diperkirakan akan berdampak besar terhadap berbagai industri di AS yang bergantung pada pasokan logam tersebut untuk produksi teknologi dan manufaktur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: