Desa Babulu Laut: Benteng Terakhir Habitat Bekantan dan Budi Daya Mangrove
Potret bekantan di Desa Babulu Laut, Kecamatan Penajam Paser Utara. -istimewa-
“Kami juga mengintegrasikan mangrove dengan tambak melalui metode silvofishery,” tambah Mappaselle.
Tambak dan Silvofishery: Masa Depan Berkelanjutan
Tambak menjadi sumber penghidupan utama masyarakat Babulu Laut sejak dekade 1980-an. Namun, praktik tambak intensif tanpa kontrol telah membawa dampak buruk, seperti intrusi air laut yang merusak lahan dan menurunkan produktivitas tambak.
Silvofishery adalah metode budidaya tambak yang mengintegrasikan mangrove di dalamnya untuk menciptakan keseimbangan ekosistem.
Mangrove berfungsi sebagai pelindung alami dari abrasi, penyaring limbah organik, dan habitat biota laut, sehingga tambak tetap produktif tanpa merusak lingkungan. Di Babulu Laut, silvofishery diharapkan menjadi solusi untuk menjaga keberlanjutan tambak sekaligus memulihkan ekosistem mangrove yang kritis.
Were, seorang petambak lokal yang telah tinggal di Babulu Laut sejak 1972, menjadi salah satu warga yang mencoba metode silvofishery yang di gagas YPUI di Babulu Laut. Ia menanam seribu bibit mangrove di tambaknya seluas empat hektare.
“Dulu tambak kami alami saja, tanpa pupuk atau pakan tambahan. Sekarang, semuanya butuh biaya. Saya berharap metode ini bisa membuat tambak lebih ramah lingkungan dan produktif,” kata Were.
Silvofishery tidak hanya menjaga keseimbangan ekosistem, tetapi juga meningkatkan hasil tambak. Selain itu, warga diajarkan cara membuat pupuk cair alami untuk mendukung keberlanjutan tambak mereka.
Regulasi Melindungi Mangrove
Pemerintah Desa Babulu Laut juga mengambil langkah nyata dengan mengeluarkan Peraturan Desa (Perdes) Nomor 02 Tahun 2023 tentang pengelolaan ekosistem mangrove. Perdes ini mengatur pemeliharaan, pemanfaatan, serta sanksi bagi perusakan mangrove.
“Mereka yang merusak mangrove harus menanam kembali sepuluh kali lipat dari jumlah yang dirusak,” jelas Pirman, Sekretaris Desa Babulu Laut.
Selain itu, desa ini juga mendapatkan dukungan dari program Forest Carbon Partnership Facility Carbon Fund (FCPF-CF) yang didanai Bank Dunia. Dana sebesar Rp 240 juta digunakan untuk menanam 27 ribu bibit mangrove, memberikan pelatihan dan membeli alat penghijauan.
Benteng, rumah dan harapan
Di tengah ancaman abrasi dan fragmentasi habitat, Desa Babulu Laut berdiri sebagai simbol perjuangan manusia dan alam untuk saling menjaga. Rehabilitasi mangrove, perlindungan bekantan, serta inovasi silvofishery menjadi langkah nyata menuju masa depan yang lebih baik.
Seperti kata Fathurohmah dari YPUI, “Ini bukan sekadar soal menanam pohon, tapi bagaimana menjaga ekosistem dan kehidupan di dalamnya.”
“Mangrove bukan hanya pohon. Ia adalah benteng, rumah, dan harapan,” tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: