Bekerja Sama Membangun Kampung
MENGAPA Kabupaten Berau berhasil mencapai kemajuan signifikan dalam pembangunan desa dalam waktu yang relatif singkat? Ini terbukti dengan dicapainya kenaikan Indeks Desa Membangun (IDM). Hingga tahun 2017, jumlah desa sangat tertinggal dan tertinggal masih dominan (91 dari 100 kampung), tetapi di tahun 2018 jumlah desa tertinggal hanya 20 kampung, sedangkan selebihnya berkembang dan maju (78 kampung), dan satu desa mandiri yaitu kampung Labanan Makmur. Memajukan desa tidak semudah membalik telapak tangan, perlu upaya keras dan kerja sama erat seluruh pihak berkepentingan. Ada beberapa faktor yang memengaruhi keberhasilan. Pertama, kebijakan pemerintah Kabupaten Berau sebagai wujud pemenuhan janji kampanye bupati dan wakil bupati untuk memajukan desa dengan menganggarkan alokasi dana kampung (ADK) dua sampai lima miliar rupiah bagi setiap kampung. Ketersediaan dana merupakan faktor penting dalam melaksanakan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Sudah tiga tahun terakhir ini (2017-2019) pemerintah kabupaten meningkatkan ADK dalam APBD. Kedua, setiap tahun diterbitkan peraturan bupati yang memberikan arahan dan penjelasan tata laksana pengelolaan ADK sehingga aparat desa memiliki panduan menterjemahkannya ke dalam APBK (anggaran pendapatan belanja kampung) secara tepat. Peraturan bupati tersebut, merinci tata cara pengalokasian dana desa dalam anggaran pendapatan dan belanja kampung sehingga aparat desa memiliki dasar yang jelas dalam merancang pengeluaran atau belanja. Ketiga, pendampingan intensif di setiap kampung. Selain pendamping desa yang pendanaannya bersumber dari dana desa (DD) berasal dari Kementerian Desa Tertinggal, Berau juga memiliki tambahan pendamping desa lain, yakni LSM pendamping yang memiliki program berbasis kampung dan para Pejuang SIGAP Sejahtera. Para pendamping berperan mendampingi desa secara intensif. Program Pejuang SIGAP merupakan program kolaborasi antara Pemerintah Kabupaten Berau dalam hal ini Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung (DPMK) bekerja sama dengan PT. Berau Coal sebagai bentuk implementasi corporate social responsibility (CSR) dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN). Program dikelola oleh Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Program ini mengusung tiga prioritas; perbaikan tata kelola pemerintahan desa, pengelolaan sumber daya alam secara lestari dan pengembangan ekonomi masyarakat. Keberhasilan Pejuang SIGAP ditentukan oleh bagaimana membangun komunikasi dan komitmen seluruh stakeholder yang ada di kampung. Ini adalah keberhasilan bersama, tidak bisa hanya mengandalkan salah satu pihak saja. Keempat, peran dari pemerintah kabupaten dalam hal ini DPMK menggalang dukungan jaringan LSM yang memiliki basis kerja di kampung-kampung dan melakukan koordinasi dengan semua lembaga terkait mengintegrasikan perencanaan memajukan desa secara bersama-sama. Semua pihak berkoordinasi erat, masing-masing lembaga tidak bekerja sendiri-sendiri. Contohnya dalam meningkatkan IDM, dari ketiga komponen indeks ketahanan (sosial, ekonomi, lingkungan), komponen ketahanan ekonomi paling susah ditingkatkan, khususnya pada kampung-kampung dengan aksesabilitas rendah, karena sulit dijangkau (terisolir). Begitu banyak upaya yang mesti dilakukan dan diperlukan kerja sama banyak lembaga. Pelibatan peran semua stakeholder – OPD (organisasi perangkat daerah), LSM, dan perusahaan –untuk bekerja sama merupakan prasayarat mencapai keberhasilan. * *) Penulis adalah staf dosen STIE Muhammadiyah, Tanjung Redeb dan Berau Government Relation Manager Yayasan Konservasi Alam Nusantara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: