Pembangunan Ekonomi Kaltim Hanya Menguntungkan Konglomerat, Purwadi : Masyarakat Banyak Menanggung Kerugian
Pengamat Ekonomi Pembangunan Unmul, Purwadi Purwoharsojo -istimewa-
SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM - Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman, Purwadi, mengkritik arah pembangunan ekonomi di Kalimantan Timur (Kaltim).
Menurutnya, sistem ekonomi yang diterapkan saat ini cenderung lebih berpihak kepada para konglomerat, sementara masyarakat justru menanggung beban dampak lingkungan dan sosial yang semakin berat.
Ia menekankan bahwa Kaltim masih terkunci dalam pola ekonomi berbasis pada ekstraksi sumber daya alam, yang hanya mengutamakan keuntungan bagi para pemilik modal besar, tanpa memperhatikan keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat lokal.
“Kita mungkin sudah berhenti mengandalkan sektor kayu dan beralih ke eksploitasi batu bara, tetapi dampak yang dirasakan masyarakat tetap saja merusak lingkungan secara masif. Banjir, udara yang semakin kotor, dan lubang tambang yang membahayakan kini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat di sini,” ungkapnya pada Rabu (30/10/2024).
Ia juga mengingatkan bahwa peralihan sektor ekonomi tersebut seharusnya diiringi dengan upaya mitigasi dampak lingkungan yang serius agar masyarakat tidak terus-menerus menanggung akibat dari kebijakan ekonomi yang hanya berpihak pada keuntungan jangka pendek.
BACA JUGA : Inflasi Kabupaten Berau Mencapai 3,34 Persen Diakibatkan Tidak Stabilnya Harga Sayur di Pasar
Purwadi turut menyoroti kebanggaan pemerintah daerah terhadap Dana Bagi Hasil (DBH), yang sering dianggap sebagai sebuah capaian besar, namun menurutnya tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan dan sosial yang terjadi.
“Para pejabat sering membanggakan DBH yang besar, padahal itu hanya seperti gula-gula semata. Kenyataannya, lingkungan kita justru semakin rusak parah,” tambahnya.
Lebih lanjut, Purwadi juga mengkritik lemahnya kontribusi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yang sebenarnya memiliki peran penting untuk mengelola sumber daya lokal demi kesejahteraan masyarakat setempat.
Menurutnya, BUMD seringkali hanya berfungsi sebagai “ATM” bagi sejumlah pejabat, tanpa memberi manfaat yang signifikan bagi masyarakat luas.
“Ada BUMD yang keuntungannya hanya sekitar Rp 6 juta, tetapi gaji direkturnya mencapai Rp 40 juta per bulan. Dari mana logika seperti ini bisa diterima?” ujarnya.
BACA JUGA : Pastikan Keamanan Kampanye, Polisi Kawal Mobilitas Konvoi Kampanye Paslon di Kaltim
Selain itu, ia mendorong agar pemerintah daerah lebih transparan dalam membuka akses informasi terkait anggaran dan pengalokasiannya.
“APBD kita sudah mencapai angka triliunan, tetapi siapa yang tahu ke mana sebenarnya dana ini dialokasikan? Masyarakat seharusnya memiliki akses untuk mengetahui informasi ini sebagai bagian dari bentuk akuntabilitas pejabat publik,” tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: