Dulu Menolak, Kini Mahasiswa Malah Minta Kampanye Politik Digelar di Kampus
Spanduk penolakan kampanye politik yang dipasang oleh aktivis mahasiswa di masa lalu.-(Foto/Istimewa)-
BALIKPAPAN, NOMORSATUKALTIM - Di masa lalu, kampus dianggap sebagai cawan suci yang harus bebas dari politik praktis. Aktivis mahasiswa selalu berupaya menggagalkan rencana legalisasi kampanye politik di kampus, karena dinilai berpotensi mendistorsi netralitas perjuangan agen pembaharu.
Berkampanye di institusi pendidikan seperti sekolah lanjutan dan universitas selalu ditolak, karena disinyalir rawan transaksi politik, termasuk potensi bagi-bagi jatah kursi ke sejumlah petinggi kampus.
Namun, dua mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Sandy Yudha Pratama Hulu dan Stefanie Gloria, justru mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Pilkada dengan permintaan agar kampanye politik diperbolehkan di lingkungan kampus.
BACA JUGA: Pj Gubernur Akmal Malik: Pejabat Fungsional Bukan Bawahan ASN Struktural
Gugatan ini diajukan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menguji materi Pasal 69 huruf i Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 yang melarang penggunaan tempat ibadah dan tempat pendidikan untuk kampanye pemilihan kepala daerah.
Pasal 69 huruf i Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 menyatakan bahwa tempat pendidikan tidak boleh digunakan untuk kampanye.
Namun, Sandy dan Stefanie berpendapat bahwa frasa "tempat pendidikan" bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
BACA JUGA: Golkar Siapkan Kader Untuk Bertarung dalam Pilkada Berau 2024
Mereka meminta agar frasa ini diganti sehingga kampanye di perguruan tinggi dapat diizinkan dengan persyaratan tertentu.
“Sepanjang frasa ‘tempat pendidikan’ bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Sandy saat membacakan petitum pada sidang pemeriksaan pendahuluan di Ruang Sidang Pleno MK RI, Jakarta, Jumat (12/7/2024).
Sandy dan Stefanie berargumen bahwa perguruan tinggi adalah ruang akademis yang ideal untuk menguji gagasan yang ditawarkan oleh kandidat pilkada dalam kampanye politik.
Mereka berpendapat bahwa kehadiran kampanye politik di kampus bisa memberikan ruang untuk eksaminasi ide, kebenaran, objektivitas, dan moralitas yang sejalan dengan kepentingan publik.
BACA JUGA: Divonis 10 Tahun, Begini Ucapan Terima Kasih SYL pada Presiden, Ketum NasDem dan Pendukungnya
“Hal ini bukan untuk mempolitisasi perguruan tinggi. Namun, justru untuk memberdayakan perguruan tinggi sebagai institusi demokrasi yang netral dalam ilmu pengetahuan yang dibutuhkan untuk menguji dan melahirkan calon pemimpin yang benar-benar dibutuhkan,” tutur Stefanie.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: