Tentara Menulis
Musuh pertama: terlalu banyak yang ingin ditulis. Semua hal mau dimasukkan dalam tulisan. Akhirnya tidak mulai-mulai. Tulisan pun jadi tidak fokus.
Musuh kedua: ingin menulis selengkap-lengkapnya. Akhirnya tulisan jadi ruwet.
Musuh ketiga: dikira ''penting'' itu pasti menarik. Maka tulisan menjadi sangat berat dan kaku.
Musuh keempat: dikira ''menarik'' itu penting. Hasilnya jadi tulisan tidak berbobot.
Musuh kelima: pidato pejabat yang panjang dan isinya tidak ada yang layak untuk dikutip sebagai bahan tulisan.
Saya tahu di antara peserta hari itu adalah staf yang pekerjaannya menyiapkan teks pidato pimpinan.
Maka soal pidato jadi topik bahasan yang menarik.
Saya heran masih banyak orang yang berpidato panjang. Tidak menarik pula. Padahal di zaman medsos ini semua orang ingin cepat-cepat. Tulisan panjang tidak dibaca. Video panjang tidak dilihat. Apalagi pidato panjang.
Orang sekarang ini hanya mau serba dua menit. Atau kurang. Video lebih dua menit saja malas menontonnya.
Maka, sekarang ini, antara yang berpidato dan yang mendengarkan jalan sendiri-sendiri. Yang berpidato terus berbicara, yang mendengarkan membuka HP. Sibuk dengan layar masing-masing.
Dulu, pidato yang panjang ditinggal ngobrol dengan yang duduk di sebelah. Sampai ada yang menegur: jangan berisik. Kini tidak ada lagi suara berisik yang perlu ditegur. Mereka ngobrol secara diam-diam: dengan HP masing-masing.
Mereka tidak memperhatikan pidato tapi lebih terlihat sopan.
Saya usul: para penulis teks pidato menyadari kenyataan baru itu. Lalu bisa meyakinkan pimpinan: di zaman sekarang pidato panjang tidak ada yang mendengarkan.
Sisi baiknya: semakin banyak pejabat yang memulai pidato dengan komunikatif. Ada yang memulai dengan melontarkan celetukan yang jenaka. Yang mendengarkan senang.
Yang juga ditanyakan: bagaimana menulis angka-angka dalam teks pidato.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: