Desa Kepung Ibu Kota
Oleh: Devi Alamsyah
PARA kepala desa kini mulai berani unjuk suara. Ini babak baru dalam percaturan politik pemerintahan di Indonesia. Mungkin baru pertama kalinya. Seperti yang terjadi beberapa hari lalu itu, para kepala desa dan perangkat desa bergantian demonstrasi di Senayan.
Pun berani bergaining. Mendesak dan mengancam jika tuntutannya tidak dipenuhi. Yang kepala desa (kades) menyuarakan keinginan untuk memperanjang masa jabatan menjadi 9 tahun. Dalam UU No 6 Tahun 2014, masa jabatan kades dibatasi 6 tahun. Yang perangkat desa juga meminta agar pemerintah memberikan kepastian dan tambahan pendapatan. Dalam tayangan video yang saya tonton, di antara kepala desa yang ikut demo itu, menyampaikan nada ancaman: Bagi partai politik dan anggota DPR yang tidak mendukung akan dihabisi saat pemilihan anggota legislatif. Pintar sekali. Siapa yang punya ide pertama melakukan aksi tersebut. Siapa yang melakukan konsolidasi sehingga mereka bisa kompak. Kini para kades itu sadar, mereka sebetulnya yang "punya" massa. Paling dekat dengan masyarakat. Mereka punya posisi strategis dalam menggalang suara di pemilu. Dan pintar sekali, mereka tahu parpol dan anggota DPR bahkan pemerintah butuh suara itu. Jadi teringat buku Mao Tze Tung- Desa Mengepung Kota yang ditulis Zen Po Ta. Bedanya yang dilakukan Mao dengan aksi boikot logistik, sehingga Pemerintahan Tiongkok ketika itu dipimpin Chiang Kai-shek sebagai presiden yang sah, kelabakan dan dipukul mundur oleh tentara revolusinya Mao. Sementara apa yang dilakukan kades ini dengan ancaman boikot suara. Saya penasaran, apakah tuntuan mereka akan dipenuhi? Bagaimana sikap pemerintah dan DPR menyikapi peristiwa ini? Seorang Fahri Hamzah, tentu Anda sudah tahu, politisi Partai Gelora yang belakangan kerap muncul dalam diskursus politik pemerintahan pun terlihat hati-hati. Saya menonton dalam sesi talkshow di TV One. Fahri, kendati secara umum dia tidak sependapat dengan gagasan perpanjangan masa jabatan kades, namun ia membuka dialog dengan kalimat peran strategis kades. Menurut Fahri gaji kepala desa dan perangkatnya perlu dinaikkan. Ia mendorong perubahan di desa. Dengan perbaikan pendapatan bisa menjadi magnet para generasi muda yang pintar-pintar untuk kembali membangun desa. Sampai disitu, saya sepakat dengan Bung Fahri. Bahwa desa harus diperhatikan. Selain memiliki peran strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan, juga sebagai langkah untuk pemerataan pembangunan. Utamanya di Kalimantan Timur dengan kondisi geografis yang sangat luas. Lihat saja infrastruktur di desa-desa di pelosok Kaltim masih banyak yang belum memadai. Terjadinya urbanisasi dari desa ke kota, antara lain lantaran di desa bisa disebut tidak ada apa-apa. Tidak cukup memberikan ruang khususnya bagi generasi muda yang ingin berkembang. Desa ya..begitu itu. Kini dengan adanya isu ketahanan pangan, maka sudah selayaknya desa diperhatikan. Antara lain dengan perbaikan struktur gaji kades dan perangkat desa. Lihat saja program alokasi dana desa (ADD). Mungkin ini satu-satunya program konkret saat ini dalam percepatan pembangunan desa. Kendati mulanya banyak yang meragukan bahwa desa tidak mampu mengelola keuangan, namun lihat hasilnya kini. Banyak perubahan-perubahan di desa utamanya dari sisi infrastruktur. Dulu, anggaran pembangunan daerah terkonsentrasi di kabupaten atau provinsi. Terhalang birokrasi. Pun pemerintah kabupaten punya skala prioritas programnya sendiri. Dan itu tidak serta-merta bicara soal desa. Akhirnya tidak semua desa tersentuh pembangunan. Kini, semua desa bisa membangun sendiri-sendiri desanya. Saya punya teman kades. Namanya Abdul Rasyid. Ia Kades Batuah, berada di Kabupaten Kutai Kartanegara. Masih muda, mungkin memasuki usia 40-an. Punya cukup banyak energi. Dalam beberapa kali pertemuan santai, Rasyid sering berkisah tentang ide-idenya membangun desa. Ia membangun pengelolaan air bersih bagi warganya. Pun kini mencanangkan lokasi-lokasi wisata untuk meraup pendapatan desa. Ia bangun kolam pemancingan ikan di desanya. Saya pernah sekali kesana. Dari Samarinda jaraknya sekitar 1 jam. Di sekitar lokasi pemancingan itu terdapat pohon buah elai--sejenis durian berwarna kuning. Ini salah satu buah khas di Kalimantan. Orang banyak menyebutnya durian elai. Sosok-sosok pemuda enerjik seperti Rasyid ini seharusnya diperbanyak dalam membangun desa. Itu terjadi jika skema pendapatan kades dan perangkatnya diperbaiki. Kemudian alokasi-alokasi dana desa ditambah. Kalau saya berpikir, ketimbang banyak anggaran yang ngendap di kabupaten atau provinsi, mending disalurkan untuk desa. Bagaimana dengan tuntutan perpanjangan jabatan kades, apa memang diperlukan? Ini yang perlu dicermati. Dalam sistem demokrasi memang mensyaratkan adanya pembatasan kekuasaan atau jabatan. Adanya sharing kekuasaan itu mutlak. Demokrasi sebagai anti tesis-nya sistem peodal. Ya, harus ada pembatasan jabatan. Pertanyaan berikutnya apakah 6 tahun masa menjabat itu tidak cukup? Ilustrasinya begini: Jika masa jabatan 9 tahun sesuai tuntuan dan boleh diperpanjang satu periode lagi, jadi 18 tahun. Menurut saya itu waktu yang terlampau lama. Bayangkan rentang waktu dari sejak lahir bayi hingga usia lulus SMA. Apalagi yang saya dengar tuntutannya minta diperpanjang hingga 2 kali. Berarti 27 tahun. Hampir mendekati masa pemerintahan orde baru. Itu dari lahir bayi sampai menikah dan bahkan punya bayi lagi. Justru masa jabatan yang terlalu lama menurut saya akan menghambat regenerasi kades. Itu juga bisa berdampak terhambatnya perkembangan desa. Jika kita meyakini ungkapan ini: Setiap masa ada generasinya dan setiap generasi ada masanya. Sepertinya masa periode 6 tahun dan perpanjangan 1 kali cukup untuk menelurkan generasi baru. Jika alasannya teknis bahwa 6 tahun tidak cukup, maka saya setuju saja jadi 9 tahun, asalkan hanya boleh satu periode. Tapi kenapa baru sekarang ya para kades menuntut? Kenapa tidak dari dulu-dulu?. Padahal kini kondisi kades sepertinya jauh lebih baik ketimbang yang dulu-dulu. Atau mungkin benar ya kata orang: Justru ketika orang marasa nyaman maka mereka berani bertahan. Melanggengkan kekuasaan. Bagaimana dengan Anda? (*/jurnalis)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: