Penetapan APBD Penajam Terlambat karena Bahas Utang

Penetapan APBD Penajam Terlambat karena Bahas Utang

SAMARINDA, nomorsatukaltim.com - Satu per satu misteri keterlambatan penetapan APBD Kabupaten Penajam Paser Utara akhirnya terungkap. Selain tarik menarik kepentingan antara bupati dengan anggota dewan, juga akibat beban masa lalu. Kewajiban membayar utang rupanya menjadi alasan berlarutnya pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) PPU tahun 2022. Alasan ini dikemukakan langsung Bupati PPU, Abdul Gafur Mas’ud, menjawab alotnya penetapan anggaran belanja daerah. AGM menyebut utang pemerintahan masa lalu menjadi prioritasnya. Meski begitu, Bupati PPU, Abdul Gafur Mas’ud optimistis pengesahan APBD Tahun Anggaran 2022 diketok sebelum 15 Desember 2021. Pernyataan itu disampaikan Ketua DPC Demokrat Balikpapan usai menerima Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), serta rincian alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) dari Gubernur Isran Noor, Senin (6/12). AGM menyatakan pihaknya masih berdiskusi dengan DPRD terkait ketentuan – ketentuan yang perlu disepakati.  Pemkab, kata AGM, menginginkan alokasi APBD 2022 berfokus kepada pelunasan hutang yang mencapai Rp 290 miliar. Utang tersebut berasal dari uutang proyek di tahun sebelumnya yang dimiliki oleh bupati sebelum AGM, yaitu Yusran Aspar. “Jadi memang selama saya menjabat itu hanya membayar utang-utang saja. Jadi utang Pak Bupati yang dulu menjadi prioritas karena kami meyakini hutang itu harus dibayar dulu supaya program-program tetap berlanjut,” jelas AGM. Apalagi, Pemkab PPU memang mempunyai kewajiban untuk melunasi hutang sesuai dengan surat edaran KPK kepada 10 kabupaten-kota di Kaltim untuk memprioritaskan anggaran untuk pelunasan hutang daerah. Namun, AGM optimis Pemkab PPU dan DPRD PPU akan mengesahkan APBD Tahun 2022 sesuai target. “Insyaallah bisa, saya rasa teman-teman dewan juga bisa melihat situasi dan kondisi,” tegasnya. Kemarin, Pemkab dan DPRD kembali melanjutkan pembahasan APBD. Kedua pihak optimistis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah bisa disepakati sebelum pertengahan bulan ini. Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) kembali membahas kelanjutan APBD Tahun 2022, pada Senin (6/12). Rapat anggaran yang berlangsung sepanjang siang sampai sore, menyepakati terbitnya Peraturan Daerah (Perda) APBD, sebelum 15 Desember. Pertemuan eksekutif dan legislatif berlangsung dengan formasi lengkap, sehingga menepis isu mundurnya anggota TAPD. Senada dengan AGM, Anggota Banggar DPRD PPU, Zainal Arifin, mengatakan keyakinannya dalam pembahasan APBD. "Tim TAPD datang lengkap. Kita buka rapat untuk bersama-sama mencari solusi soal situasi saat ini," kata Anggota Banggar DPRD PPU, Zainal Arifin, ditemui usai rapat. Menurut agenda rapat, sebenarnya saat ini sudah masuk dalam pembahasan dan penjabaran pengalokasian anggaran, usai disepakatinya nota penjelasan APBD PPU 2022 senilai Rp 1,16 triliun dalam paripurna, Sabtu (27/12). Namun karena adanya tarik menarik kepentingan antara Pemkab dan DPRD hingga batas normal pengesahan 30 November, gagal disahkan. "Selama 4 bulan pembahasan anggaran ini, baru kali ini rapat berjalan dengan sangat cair. Kedua belah pihak sudah mau menurunkan tensi dalam pembahasan," jelas Ketua Fraksi Gabungan DPRD PPU ini. Zainal Arifin mengatakan, masih ada tarik-menarik kepentingan antar keutuhan anggaran program pembangunan Tower Penajam dan pembangunan Anjungan Penajam. Satu sisi, anggota dewan tetap memertahankan aspirasi masyarakat tetap diakomodir. Apalagi, kata Zainal, Pemkab PPU juga masih memiliki kewajiban membayar utang pembiayaan sejak 2020 lalu hingga 2021 yang diprediksi senilai Rp 290 miliar. Di sisi lain, proyeksi anggaran yang ada, digunakan untuk kebutuhan belanja rutin pegawai, program kesehatan, pendidikan dan pertanian yang masuk skala prioritas. Apalagi, ada rencana tambahan kebutuhan dana untuk mengakomodir gaji Rp 3,4 juta kepada seluruh tenaga harian lepas (THL) di lingkungan Pemkab PPU. Meski sudah melewati jadwal seharusnya, Pemkab PPU dan DPRD PPU kini telah bersedia untuk menerima semua konsekuensinya. Dan sudah mau duduk bersama untuk menemukan solusinya. "Kami optimis masalah ini bisa terselesaikan segera. Sebelum tutup tahun 2021," kata Zainal kepada Disway Kaltim. Anggota Banggar DPRD PPU lainnya, Thohiron menegaskan optimismenya usai rapat kali ini. Menurutnya, keterlambatan pembahasan ini masih bisa teratasi. Meski dalam pertemuan itu belum membahas secara detail skema pembiayaan yang akan diterapkan tahun depan, namun komunikasi yang lebih baik akan membantu pemecahan masalah. "Raperdanya baru diterima tanggal 30 November. Setelah itu baru tadi baru kita bahas. Benang kusutnya mulai diurai dalam pembahasan tersebut. Beri kami waktulah," ungkap politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini. Dalam pertemuan selanjutnya, Thohiron menyebut bakal membahas realisasi kebutuhan prioritas. Namun baik Banggar maupun TAPD belum dapat memastikan waktu pertemuan berikutnya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Tahap Pembahasan dan Persetujuan Rancangan APBD (RAPBD) dibahas oleh pemerintah daerah dengan usulan dari DPRD. Keputusan harus diambil selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang dibahas dilaksanakan. Jika rancangan disetujui DPRD, RAPBD akan ditetapkan sebagai APBD melalui peraturan daerah (Perda). Namun, apabila RAPBD tidak disetujui, pemerintah dapat melaksanakan pengeluaran tidak lebih besar daripada anggaran APBD di tahun sebelumnya. Menurut Peneliti Pusat Studi Otonomi Daerah (PSODD) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Warkhatun Najidah, jika APBD tidak menemui kesepakatan, penggunaan anggaran dapat ditetapkan melalui Peraturan Kepala Daerah (Perkada). Namun ada berbagai konsekuensi jika cara ini dipilih. Selain belanja yang tidak boleh melebihi APBD sebelumnya, juga kemungkinan program-program pemerintah yang sudah direncanakan tahun depan, tidak bisa terlaksana. “Memang, ada resiko yang akan diterima oleh Pemkab PPU dan DPRD PPU jika tidak mengesahkan APBD ini. Kedua belah pihak akan dikenai sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak keuangan,” imbuh Najidah. Berdasarkan  data pemerintah Kalimantan Timur, tinggal Kabupaten PPU yang belum menetapkan APBD 2022. Sementara 9 daerah lainnya telah menyepakati anggaran belanja mereka sebelum batas akhir. Kabupaten Kutai Kartanegara tercatat sebagai daerah dengan jumlah APBD paling gemuk, yakni mencapai Rp 5,2 triliun. Jumlah itu setara dengan APBD di dua daerah jika digabungkan yakni Kota Balikpapan (Rp 2,4 triliun), dan Kota Samarinda (Rp 2,6 triliun). Dari sepuluh daerah, APBD terkecil ada di Kabupaten Mahulu dengan nilai Rp 1,09 triliun, kemudian Kabupaten PPU Rp 1,16 triliun sesuai kesepakatan dalam Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara atau KUA PPAS sebagai dasar penetapan APBD.  (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: