Disebabkan Pola Hidup
MENGACU pada data Organisasi Kesehatan Dunia atau Word Health Organization (WHO), global TB Report 2020, terdapat 10 juta orang di dunia mengidap penyakit TBC, dan menyebabkan 1,2 juta orang meninggal dunia per tahunnya.
Indonesia sendiri, termasuk 8 negara yang menyumbang 2/3 kasus TBC di seluruh dunia. Indonesia menempati posisi kedua setelah India, dengan 845 ribu kasus positif dan 98 ribu kasus kematian. Selain itu, 8,2 persen pengidap tuberkulosis di Indonesia, yakni anak usia di bawah 15 tahun. Atau sekira 70 ribu kasus per tahunnya. “Kaltara juga masih menyumbang cukup besar untuk kasus TBC. Ini bukan prestasi, tapi persoalan yang harus segera dituntaskan,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Kaltara, Usman, Rabu (24/3). Namun dari data pihaknya pada 2020 lalu, case detection rate (CDR) sebanyak 913 orang atau 33 persen dari target penelusuran 2.762 kasus. Sementara, sebelum pandemik COVID-19, CDR TB 2019 lalu, disebut Usman, mencapai 67 persen atau 1.845 kasus. “Ini masih kami dalami terus kenapa bisa menurun. Ada dua kemungkinan sekarang, screening kami yang lemah, atau memang kasus TBC di Kaltara sudah benar-benar turun,” ujarnya. Berdasarkan jenis kelamin, Usman mengatakan, laki-laki paling banyak terpapar. Yaitu 62 persen. Ini disebabkan pola hidup yang tidak sehat. Misal, merokok, kurang beristirahat, dan kerap mengonsumsi minuman beralkohol. “Kebiasaan kaum pria itu menjadi salah satu penyebab tingginya angka kasus TBC di Indonesia, tidak terkecuali di Kaltara,” katanya. Untuk data keberhasilan pengobatan atau success rate (SR) TBC 2019 lalu, sebanyak 1.206 atau 75 persen dari jumlah kasus. Sementara, 2020 lalu, SR mencapai 908 kasus atau 49 persen. “Persentase kesembuhan juga berpengaruh, akibat turunnya jumlah kasus itu,” ujar Usman. “Sebenarnya, kalau memang kasus itu turun, adalah hal yang bagus. Tapi itu jika benar-benar semua pasien TB sudah terjaring. Kalau belum, itu bahaya,” lanjutnya. Adapun program yang telah dilakukan dalam rangka penanggulangan TBC di Kaltara, di antaranya menyediakan mesin tes cepat molekuler (TCM)/gen expert di kabupaten/kota untuk melakukan pemeriksaan. Alat-alat itu, kata Usman, di Tarakan sebanyak tiga unit, Bulungan 1 unit, Nunukan 2 unit, serta masing-masing 1 unit di Malinau dan Tana Tidung. Selain itu, lanjut Usman, menyediakan logistik tuberkulosis dan bahan medis pemeriksaan TBC, melakukan pengambilan sampel bagi terduga TBC, melakukan pemeriksaan terhadap kontak erat (tracing) dengan penderita TBC, dan meningkatkan kualitas SDM kesehatan untuk penanggulangan TBC. Dikutip dari Antara, Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengatakan, penyakit tuberkulosis berdampak pada berkurangnya tingkat produktivitas di Indonesia. Karena kelompok usia produktif paling banyak terdampak penyakit menular tersebut. Menurutnya, penyakit TBC tidak mudah diselesaikan. Karena penyakit tersebut, disebabkan oleh berbagai faktor sosial. Seperti kepadatan penduduk, permasalahan gizi, kemiskinan, dan kesadaran masyarakat untuk hidup sehat. "Dampak akibat tingginya kasus tuberkulosis di Indonesia, jauh lebih besar daripada beban akibat biaya pengobatan TB itu sendiri," ujar Ma’ruf Amin saat memberikan arahan pada puncak peringatan Hari Tuberkulosis Sedunia 2021 secara daring, kemarin. Ia juga mengatakan, perkiraan WHO, kematian akibat TBC akan bertambah 400.000 di seluruh dunia, atau setiap jamnya bertambah sekitar 46 orang meninggal, jika keberlangsungan layanan TBC esensial terganggu selama pandemik COVID-19. */FST/REICek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: