“Pandemi, Investor Justru Meningkat”

“Pandemi, Investor Justru Meningkat”

Di masa pandemi COVID-19, investor pasar modal justru meningkat. Padahal dulunya, pandemi dikhawatirkan membawa dampak negatif di market pasar modal.

Samarinda, nomorsatukaltim.com - Saat awal Coronavirus Disease 19 mewabah di Tanah Air, indeks pasar modal Indonesia turun tajam. Nilai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot dari level 6.300 ke 3.911. Itu merupakan nilai terendahnya. Kondisi itu terjadi sekitar Maret 2020 lalu. Menurut Pengamat Pasar Modal Leo Herlambang, indikasi awal penurunan indeks pasar modal sudah terlihat. Tapi banyak orang yang tidak percaya. Dan faktanya memang benar. Turun. Bahkan jatuh. Ketika jatuh itu, secara umum ekonomi berhenti. Tapi bukan berhenti dengan arti sesungguhnya. Akibat dari kondisi di mana semua hal yang dikerjakan terhenti. Mulai dari sektor hotel, restoran, dan bermacam usaha lainnya. Terutama usaha yang dilarang oleh regulasi pemerintah. Karena pandemi COVID-19. Nah, saat itu ketakutan itu muncul. Direalisasikan dengan harga market yang turun tajam. Turunnya pun di atas 25 persen. Bahkan, ada beberapa saham yang turunnya di angka 60 persen lebih. Disaat itu, kata Direktur Utama PT Petrogas Jatim Utama (PJU) ini, orang mulai tidak bekerja. Bingung mencari apa usaha yang harus dilakukan dengan sisa uang yang mereka miliki. Karena usaha riil sudah tidak bisa lagi dijadikan patokan. Sehingga, sebagian besar para pelaku usaha ini mencari usaha yang tidak berbenturan dengan regulasi pemerintah. Di waktu yang bersamaan pula, terjadi perkembangan yang signifikan di teknologi trading. Sehingga, semua orang akhirnya beralih ke teknologi itu. Tidak harus keluar rumah. Teknologi itu dijadikan driver dari kenaikan jumlah investor. "Karenanya, usaha riil menurun, investor di pasar modal meningkat," ucapnya saat dihubungi melalui telepon seluler, Kamis (7/1). Saat itu, harga-harga saham memang turun tajam. Sehingga, banyak orang yang tertarik berinvestasi. Awalnya memutar uang di usaha riil. Sekarang pelaku usaha memutar uang mereka di pasar modal. Mereka memutar uangnya agar tetap menghasilkan. Tren baru yang terjadi ialah membuka rekening efek. Sehingga jumlah investor baru menjadi jutaan. “Inilah yang membuat market kita menjadi menarik. Nilai transaksi bukan lagi di angka Rp 2 sampai 3 triliun. Lebih dari itu,” paparnya. "Itu yang membuat kondisi saat ini berbeda dengan sebelumnya," lanjut pria yang memiliki julukan penyelamat PT Jatim Nusa Usaha (JNU) dari kebangkrutan ini. Leo, panggilan akrabnya menuturkan, dalam sehari, transaksi yang terjadi bisa belasan triliun. Leo mencontohkan, seperti yang terjadi pada 30 Januari 2020. Transaksi yang terjadi mencapai Rp 14,4 triliun. Hampir menyentuh angka Rp 15 triliun. Ia menegaskan, dulu sebelum pandemi, tidak pernah terjadi transaksi dengan nominal seperti itu. Jadi, karena banyaknya orang yang ada di market sekarang ini, karena kejenuhan yang dirasakan pula oleh masyarakat, menjadi sesuatu yang sangat luar biasa dampaknya di pasar modal. Bagi Leo, orang-orang yang baru ini, terjun di trading ketika market sedang jatuh. Sehingga, mereka sudah merasakan keuntungan. Akhirnya, karena keuntungan di pasar modal itu cukup bagus, mereka malah keterusan. Ketagihan. Dalam masa pandemi COVID-19 nilai transaksi yang terjadi dalam sehari, pasti di atas Rp 10 triliun. Itu terjadi setiap hari. Berbeda dengan kondisi sebelumnya. Sehari mayoritas terjadi hanya Rp 2 triliun sampai Rp 3 triliun saja. Walaupun memang pernah menyentuh angka Rp 10 triliun. Atau bahkan lebih. Tapi, tidak setiap hari. Hanya sesekali saja. Saat ini banyak pendatang baru di pasar modal. Timbul pertanyaan, apakah mereka mayoritas tergolong usia muda? Atau sudah tua? Leo menyebut mereka banyak dari kalangan muda. Yang sudah waktunya kerja tapi tidak bisa kerja. Atau yang dulunya bekerja, tapi sekarang ada di rumah. Sehingga, punya waktu untuk melakukan trading. Ada juga orang-orang yang dulunya berwirausaha sekarang sudah tidak. Bisa dibilang kategori ini memiliki rentan usia dewasa. Sehingga, mereka harus berbisnis dari rumah. "Itu yang membuat banyaknya transaksi dan banyaknya jumlah investor," sambung Leo. Mengenai jenisnya, banyak jenis saham yang diburu oleh para pendatang baru ini. Hanya saja referensi investor berbeda-beda. Bisa dibilang, kata Leo, saat ini ada sedikit perubahan perilaku investasi. Kalau dulu, berdasarkan fundamental analisis serta teknikal analisis. Tapi sekarang lebih banyak dipengaruhi oleh momen. Atau, influencer. Jadi ramainya sebuah saham itu terpengaruh dari influencer. Indeks saham juga mulai naik, setelah Amerika dan beberapa bank sentral dunia menggelontorkan uang. Di Amerika saja, nilainya mencapai USD 2 triliun. Bahkan lebih. Itu yang digelontorkan di pasar. Bersamaan dengan bank sentral lain, diperkirakan ada dana sebesar USD 7,5 triliun yang masuk ke pasar. Ini juga yang mendorong dana itu bergerak masuk ke pasar saham. Termasuk pasar saham Indonesia. Sehingga, indeksnya bergerak naik secara bersamaan. Pada November lalu, pasar mendapat amunisi kekuatan naik lagi. Cukup kencang. Pasca Joe Biden memenangkan pemilihan presiden Amerika. Sehingga, pasar grafiknya terus ke atas. Melepaskan dari periode konsolidasi sebelumnya. Karena harapan perang dagang berakhir. Kartu saham mereka pun jadi jauh lebih besar. Mendorong pasar lebih banyak. Lalu, akhir tahun pasar diperkuat karena ada vaksin COVID-19. Efektivitas vaksin itu 94,5 persen. Itu di luar ekspetasi awal pasar yang hanya sebesar 60 persen. Sehingga indeks kembali naik. Kondisi itu membuat para investor tertarik. Menurutnya lagi, minimal sampai akhir tahun pasar modal akan tetap positif. Ada beberapa alasan mengapa demikian. Pertama, Brexit yang tadinya dikhawatirkan tidak terjadi kesepakatan, ternyata menuju kesepahaman. Dampaknya begitu positif bagi pasar. Kedua, COVID-19 kini menjadi tidak terlalu mengkhawatirkan. Karena vaksin tadi cukup efektif untuk menekan penyebaran. “Tapi, kita kembali lihat di 2021 ini lagi. Karena, tentu akan bicara tentang seperti apa vaksin bisa didistribusikan dengan baik. Serta bagaimana efektivitas vaksin itu menanggulangi COVID-19,” sebutnya. Kata Leo lagi, setiap tahunnya jumlah investor selalu meningkat. Apalagi 2020 kemarin. Meningkatnya sangat banyak. Walaupun tahun sebelumnya juga ada peningkatan. Tapi, 2020 malah lebih meningkat. Mengenai prospek di 2021, Leo menyatakan, pasar saham akan dipengaruhi oleh bagaimana vaksin didistribusikan dan efektivitasnya. Sehingga, dapat mengendalikan COVID-19. Kemudian ekonomi bisa kembali stabil. "Semua itu (vaksin) sangat mempengaruhi pasar saham," tandasnya mengakhiri. (nad/eny)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: