Implementasi Prinsip Legalitas Standar ISPO

Implementasi Prinsip Legalitas Standar ISPO

OLEH: AYU WINDA RAMADHANIE *

Hingga saat ini, produksi kelapa sawit dunia terus mengalami peningkatan sejak tahun 1900-an. Hal itu dilatarbelakangi oleh faktor permintaan dunia terhadap minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO). Yang terus melambung. Di Asia Tenggara, terkhusus Indonesia dan Malaysia, kelapa sawit sangat berperan penting bagi devisa dan pertumbuhan ekonomi kedua negara tersebut.

Komoditas kelapa sawit merupakan perkebunan peringkat pertama dalam luasan ekspansi tanaman perkebunan di Indonesia. Peningkatan tersebut ditandai oleh semakin meningkatnya ekspansi lahan sawit oleh perusahaan dalam negeri, perusahaan swasta, maupun petani dan pekebun (smallholders) di Indonesia.

Ekspansi perkebunan kelapa sawit ini tentunya sebagai penyebab dari perubahan lanskap tata lingkungan serta pemanfaatan lahan. Seperti deforestasi, land cover, dan tata guna lahan. Maka dari itu, untuk terus mendukung kontinuitas dalam pengembangan industri minyak kelapa sawit, pemerintah Indonesia mengusung suatu upaya dengan membuat standar The Indonesian Suistainable Palm Oil (ISPO).

Pembuatan ISPO dilatarbelakangi alasan standar Roundtable on Suistainable Palm Oil (RSPO) yang sebelumnya diterapkan Indonesia pada tahun 2006 tidak memiliki prinsip legalitas hukum yang kuat. Hal itu terjadi karena prinsip dari RSPO mengacu dan berlandaskan hanya pada prinsip Compliance With Applicable Law And Regulation. Di mana seluruh negara yang meratifikasinya hanya diharapkan secara sukarela (voluntary) mematuhi peraturan tentang kelapa sawit yang berlaku. Hal ini membuat negara-negara yang meratifikasi perjanjian internasional RSPO tetap berlaku secara brutal. Karena tidak ada landasan hukum yang kuat. Untuk menyelesaikan isu pelanggaran legalitas. Selain itu, alasan proses sertifikasi yang dinilai lama dan membutuhkan biaya yang tinggi juga menjadi faktor mengapa RSPO tidak berjalan dengan efektif. Berbeda dengan standar prinsip ISPO yang terdiri dari beberapa kriteria khusus. Yang mengatur kepentingan Indonesia di dalamnya. ISPO merupakan suatu kebijakan. Untuk dapat memastikan penerapan sistem kelapa sawit berkesinambungan. Dengan berdasarkan pada peraturan perundang-undangan terkait perkebunan kelapa sawit dan memenuhi komitmen pemerintah Indonesia. Dalam memberikan peran terhadap isu ekologi. Standar ISPO berdasarkan UUD 1945, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan Keputusan Menteri. Dalam implementasinya, ISPO bersifat mengharuskan perusahaan perkebunan asing dan sukarela kepada perkebunan plasma. Mengapa demikian? Karena ISPO memang ditujukan untuk benar-benar secara utuh merangkul kepentingan Indonesia. Namun, penerapan dalam sertifikasi ISPO tetap berlaku terhadap seluruh perusahaan perkebunan kelapa sawit. Termasuk usaha pengelolaan, pengolahan, maupun hasilnya. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11 Tahun 2015 mengenai sertifikasi ISPO memaparkan, legalitas usaha perkebunan kelapa sawit wajib memiliki izin usaha perkebunan dan hak guna usaha. Di mana titik lokasi pembangunan perkebunan kelapa sawit harus benar-benar sesuai dengan rencana dari tata ruang wilayah provinsi maupun kabupaten, serta penyelesaian sengketa wilayah harus melibatkan instansi terkait. Dalam implementasinya di Kalimantan Timur (Kaltim), terdapat sekitar 344 perusahaan perkebunan sawit yang mengajukan Izin Usaha Perkebunan Sawit. Dengan izin yang telah diterbitkan oleh Dinas Perkebunan baru 215 perusahaan. Selain itu, sebanyak 127 perusahaan perkebunan sawit telah mengurus hak guna usaha dengan luas areal lahan 1,136 juta hektare. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rusli Anwar dkk juga menunjukkan, implementasi dari beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kaltim dalam memenuhi standar prinsip legalitas kriteria dari ISPO telah mencapai angka 79,14 persen atau cukup baik. Pencapaian tersebut tidak lepas pula daripada komitmen perusahaan perkebunan sawit. Sebagai pelaku usaha. Yang didukung oleh sumber daya manusia yang memadai. Demi mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Dalam perkebunan sawit di Kaltim. Selain itu, peran pemerintah selaku pembuat regulasi dalam mengawal kebijakan ini benar-benar berpengaruh terhadap kontinuitas perusahaan perkebunan sawit. Secara umum dan operasional, ada baiknya pelatihan serta sosialisasi kepada perusahaan-perusahaan perkebunan perlu dilakukan lagi oleh pemerintah bersama dewan ISPO. Untuk dapat mengolah dan memilah lebih dalam lagi mengenai kendala-kendala yang mungkin akan terjadi di kemudian hari. Dalam pencapaian standar prinsip legalitas terkait ISPO. Karena upaya tersebut dinilai bisa meningkatkan pencapaian tingkat implementasi yang lebih baik lagi. (*Mahasiswi Hubungan Internasional Universitas Brawijaya) Nomorsatukaltim.com Opini Harian Disway Kaltim    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: