Sakit Meninggal

Sakit Meninggal

Kepercayaan kepada Kris itu dilengkapi dengan perjanjian:  setiap dapat proyek harus disisihkan anggaran 10 persen –dari nilai proyek–  untuk biaya teknologi.
Biaya teknologi itu meliputi desain, royalti, dan pengawasan.
Dari yang 10 persen itu dibagi dua: Kris masih dapat 75 persen dan Ryantori/Soetjipto dapat 25 persen.

Setelah Soetjipto meninggal bagian itu jatuh ke Seno, anak sulungnya.
Saya tidak mau masuk ke apa yang terjadi dengan pembagian itu. Juga berapa banyak proyek yang didapat. Saya tidak ingin memihak salah satu.
Sekian tahun kemudian terjadilah cerita di Disway yang lalu. Ryantori bermobil menuju Malang. Sampai di Pandaan, di jalan yang menanjak itu, truk besar di depannya mogok. Tidak kuat lagi menaiki  tanjakan.

Ryantori dalam bahaya. Truk itu bisa mundur mengenai mobilnya. Lalu kernet truk tersebut turun membawa balok kayu. Ia lari ke roda belakang. Ia mengganjalkan balok itu ke belakang roda. Truk tidak bisa bergerak lagi.
Melihat itu otak Ryantori berputar: bagaimana bisa, balok sekecil itu mampu menahan truk sebesar itu.

Saya juga sering melihat adegan kernet mengganjal truk dengan balok, tapi otak saya tidak pernah mempertanyakannya.
Melihat adegan itu Ryantori langsung menemukan ide: tiang pasak bisa dipakai sebagai penahan kemiringan bangunan.
Ia mengakui ada sedikit kelemahan di penemuan sarang laba-labanya itu. Yakni bangunan bisa miring. Terutama kalau pengerjaannya kurang diawasi.

Dengan tiang pasak itu sarang laba-laba menjadi sangat sempurna: aman dan murah. Ramah pula pada gempa.
Prinsip konstruksi sarang laba-laba adalah: tanpa tiang pancang.
Seluruh dasar gedung terbuat dari hamparan beton tapi berbentuk segi tiga-segi tiga kecil. Segi tiga itu terbuat dari beton yang saling berhubungan di sudut-sudutnya.

Dalam pengerjaannya –kalau pengawasannya kurang baik– bisa saja terjadi, sudut-sudut yang lancip itu tidak terisi adonan semen. Berarti kekuatan sudut itu berkurang.
Maka setelah melihat adegan truk yang rodanya diganjal balok kecil itu, timbul ide baru Ryantori: tiang pasak.
Yakni: di bawah jaringan laba-laba tadi diberi tiang pasak sedalam 6 meter. Bisa lebih pendek atau panjang sesuai dengan beban proyek.

Pasak itu terbuat dari dua pipa beda ukuran. Yakni pipa bergaris tengah 8 sentimeter yang di dalamnya diisi pipa bergaris tengah 6 sentimeter.
Tiap sekitar 500 m2 hamparan diberi satu tiang pasak pendek seperti itu.
Fungsi pipa yang lebih kecil di dalam pipa yang lebih besar tadi mirip fungsi balok yang mengganjal truk besar itu. Maka kalau saja bangunan baru itu berproses miring, pipa yang di dalam itu menekan dinding bagian dalam pipa yang lebih besar.

Balok pengganjal truk bisa menjadi prinsip kekuatan konstruksi.
Saya sudah tidak muda untuk menelusuri lebih lanjut: mengapa Ryantori tidak mengajak Kris lagi memasarkan teknologi terbarunya itu.
Mengapa Ryantori justru mengajak Hadi Waluyo yang selama itu dikenal sebagai partner Kris di perusahaan yang memasarkan sarang laba-laba itu.
Saya juga tidak mampu mewawancari Ryantori dari atas makamnya.
Saya juga tidak sampai hati membebani pertanyaan-pertanyaan berat untuk Kris yang lagi sakit.

Untuk konstruksi tiang pasak ini Ryantori mematenkan penemuannya itu di luar sarang laba-laba.
Apakah itu boleh?
Apakah itu tidak ”berkhianat” dengan sarang laba-laba?
Ryantori selalu berargumentasi begini: semula ada orang menemukan sedotan. Yang untuk menyedot minuman dari gelas atau botol itu. Berikutnya ada orang menemukan pembelok sedotan. Agar gelas atau botolnya tidak perlu dimiringkan. Apakah penemu belokan itu dilarang menggunakan sedotan?

Saya tidak ahli hak paten. Silakan saja siapa pun berpendapat.
Tapi pihak Kris merasa paten tiang pasak itu seharusnya menjadi satu dengan sarang laba-laba.
Dalam praktik di lapangan kian banyak proyek yang menggunakan konstruksi tiang pasak itu. Tentu digabungkan dengan sarang laba-laba.
Setiap ada proyek yang menggunakan konstruksi itu, menurut Hadi, pihak Kris selalu mengancam akan memperkarakan.

Akhirnya banyak yang takut menggunakan teknologi itu. Maka pihak Ryantori mengadu ke polisi. Kris sebagai tersangka. Perkara ini berujung pada SP3 untuk Kris.
Ryantori juga menggugat perdata. Ia percayakan gugatannya itu pada pengacara di Jakarta. Ternyata, kata Puguh, pengacara itu tidak pernah menghadiri sidang. Tanpa memberi tahu pihak Ryantori. Di perdata ini si ilmuwan kalah.

Tapi Hadi, Puguh, dan Ryantori terus memasarkan konstruksi tiang pasak itu. Ketika mendapat proyek di RSUD Sidoarjo, Jatim, Ryantori jadi tersangka. Di Mabes Polri. Sekaligus untuk beberapa proyek: Polda Riau, RSUD Gorontalo, dan RSUD Sidoarjo.

Perkara itu ditangani oleh pengadilan Sidoarjo. Sampai sebelum Ryantori meninggal sidangnya baru sampai tahap pemeriksaan saksi. Yakni dari pihak Kris. Para saksi mengakui semua itu temuan Ryantori. Tapi haknya sudah ada di perusahaan Kris.

Ryantori sendiri sempat heran mengapa hak paten itu bisa atas nama perusahaan Kris. Bukan atas nama Ryantori dan Soetjipto. Padahal, dulu itu, Ryantori-Soetjipto hanya minta kepada karyawannya yang bernama Kris untuk menguruskan hak paten.

Menurut dokumen di sidang pengadilan itu, Kris memang bukan yang mengadukan Ryantori ke polisi.
Yang mengadukan adalah Yudhi Prabhawa.
Ia adalah komisaris di perusahaan Kris itu.(*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: